Jumat, 16 Januari 2009

Pengembangan LKS

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN LKS DALAM PEMBELAJARAN

By: Purwo Sutanto




Salah satu bentuk bahan ajar cetak yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS merupakan materi ajar yang dikemas sedemikian rupa agar siswa dapat mempelajari materi tersebut secara mandiri. Karenanya dalam LKS seharusnya memuat materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Dalam LKS, siswa pada saat yang sama diberi materi dan tugas yang berkaitan dengan materi tersebut. Selain itu dalam LKS dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi yang diberikan.

Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari LKS, diperlukan persiapan yang matang dalam perencanaan materi (isi) dan tampilan (desain). Materi LKS harus diturunkan dari tujuan instruksional. Desangkan desain dikembangkan untuk memudahkan siswa berinteraksi dengan materi yang diberikan.


Pemanfaatan.

Melalui LKS guru akan memperoleh kesempatan untuk memancing siswa agar secara aktif terlibat dengan materi yang dibahas. Salah satu metode yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemanfaatan LKS adalah dengan menerapkan metode SQ3R (survey, Question, Read, Recite, Review atau mensurvei, membuat pertanyaan, membaca, meringkas, dan mengulang)

□ Pada kegiatan survey, siswa membaca secara sepintas keseluruhan materi, termasuk membaca ringkasan materi jika ringkasan diberikan.

□ Pada tahap question, siswa diminta untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang harus mereka jawab sendiri pada saat membaca materi yang diberikan.

□ Pada tahap read, siswa dirangsang untuk memperhatikan pengorganisasian materi, membubuhkan tanda-tanda khusus pada materi yang diberikan. Misalnya siswa diminta membubuhkan tanda kurung pada ide utama, menggaris bawahi rincian yang menunjang ide utama, dan menjawab pertanyaan yang sudah disiapkan pada tahap question.

□ Recite menuntut siswa untuk menguji diri mereka sendiri pada saat membaca dan siswa diminta untuk meringkas materi dalam kalimat mereka sendiri.

□ Review dimaksudkan agar siswa sesegera mungkin melihat kembali materi yang sudah selesai dipelajari sesaat setelah selesai mempelajari materi tersebut. Dalam pengembangan LKS kita harus berusaha memasukkan unsur-unsur SQ3R secara terintegrasi.


Desain

Ada dua faktor yang perlu mendapat perhatian pada saat mendesain LKS yaitu, a) tingkat kemampuan membaca, b) pengetahuan siswa. LKS didesain untuk dimanfaatkan siswa secara mandiri, dan Guru hanya berperan sebagai fasilitator sehingga yang diharapkan berperan aktif dalam mempelajari materi yang ada dalam LKS adalah siswa. Jika desain LKS yang kita kembangkan terlalu rumit bagi siswa, maka siswa akan kesulitan dalam memahami LKS. Berikut ini beberapa batasan yang bisa dipakai untuk menentukan desain LKS.

1. Ukuran. Gunakan ukuran yang dapat mengakomodasi kebutuhan instruksional yang telah ditetapkan. Misalnya jika menginginkan siswa untuk mampu membuat bagan alur, maka ukuran LKS sebaiknya A4 agar siswa cukup ruang dan leluasa untuk membuat bagan.
2. Kepadatan halaman. Usahakan agar halaman tidak terlalu dipadati dengan tulisan. Halaman yang terlalu padat akan mengakibatkan siswa sulit memfokuskan perhatian. Di samping itu, pengorganisasian halaman juga perlu diperhatikan. Jika siswa sulit menentukan mana judul dan mana subjudul dari materi yang diberikan dalam LKS, hal ini akan menimbulkan kesulitan siswa untuk memahami materi secara keseluruhan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan memanfaatkan penggunaan huruf besar atau penomoran. Sebaiknya pemilihan pola penulisan ini harus konsisten.
3. Kejelasan. Pastikan bahwa materi dan instruksi yang diebrikan dalam LKS dapat dengan jelas dibaca siswa. Sesempurna apa pun materi yang kita persiapkan tetapi jika siswa tidak dapat membacanya dengan jelas, maka LKS tidak akan memberikan hasil yang optimal.


Prosedur Pengembangan


Ada empat langkah dalam mengembangkan LKS, yaitu:

1. Penentuan tujuan instruksional. Penentuan tujuan mestinya dimulai dengan melakukan analisis siswa, yaitu mengenali siapa siswa kita, perilaku awal dan karekteristik awal yang dimiliki siswa. Berdasarkan analisis ini akan diperoleh peta tentang kompetensi yang telah dan akan dicapai siswa, baik kompetensi umum maupun kompetensi khusus. Kedua kompetensi ini jika dirumuskan kembali dengan kaidah-kaidah yang berlaku, akan menjadi tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Kaidah yang berlaku antara lain dengan melengkapi pola ABDC (Audience, Behavior, Condition, Degree). Tujuan pembelajaran ditulis untuk menunjukkan apa yang harus mampu dilakukan oleh seorang siswa yang berhasil belajar dengan baik, atau kompetensi yang akan dicapai siswa setelah melalui proses belajar. Dengan demikian kita harus menuliskan tujuan pembelajaran menggunakan kata kerja operasional, dan menghindari kata kerja yang tidak jelas seperti; memahami, mengenal, menguasai, menyadari. dll. Tujuan pembelajaran yang baik akan memandu kita dalam memilih topik pembelajaran, menyusun strategi pembelajaran, memilih media dan metode pembelajaran, serta mengembangkan alat evaluasi hasil belajar.
2. Pengumpulan materi. Tentukan materi dan tugas yang akan dimuat dalam LKS dan pastikan pilihan ini sejalan dengan tujuan instruksional. Kumpulkan bahan/materi dan buat rincian tugas yang harus dilaksanakan siswa. Bahan yang akan dimuat dalam LKS dapat dikembangkan sendiri atau memanfaatkan meteri yang sudah tersedia (menyusun).
3. Penyusunan elemen. Elemen LKS setidaknya ada unsur Materi, Tugas dan Latihan. Tugas yang sebaiknya terdapat dalam LKS adalah:

□ Baca materi......... yang ada dalam LKS!

□ Garisbawahi kata/kalimat yang menurut anda penting!

□ Buat ringkasan pada tempat yang telah disediakan!

□ Tulis paling sedikit lima pertanyaan pada kotak yang sudah disediakan!

□ Baca kembali materi sambil menjawab pertanyaan yang anda buat!

□ Tulis jawaban pada tempat yang sudah disediakan!

□ Jawab soal yang diberikan dalam Latihan!

4. Cek dan penyempurnaan. Ada empat variabel yang harus dilihat sebelum LKS dapat dibagikan kepada siswa, yaitu:

□ Kesesuaian desain dengan tujuan instruksional.

□ Kesesuaian materi dengan tujuan instruksional.

□ Kesesuaian elemen dengan tujuan instruksional. Pastikan bahwa tugas dan latihan yang diberikan menunjang pencapaian tujuan intruksional.

□ Kejelasan penyampaian, meliputi keterbacaan, keterpahaman dan kecukupan ruang untuk mengejakan tugas.

Untuk langkah penyempurnaan, mintalah komentar siswa, kemudian lakukan evaluasi dan perbaikan seperlunya.

Sumber: Tian Belawati, dkk. 2003. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Jumat, 09 Januari 2009

Multiple Intelegence II

Kecerdasan Ganda dan Pembelajaran
by: Purwo Sutanto

Kalau ada banyak jalan menuju Roma, begitu juga jalan menuju kecerdasan. Ada banyak cara untuk menjadi cerdas. Kalau ada banyak cara, berarti ada banyak tanda pula untuk melihat kecerdasan anak. Tanda itu bukan hanya dapat dilihat dari prestasi akademiknya di sekolah, atau mengikutkan anak kedalam tes intelejensia.
Anak-anak dapat memperlihatkan kecerdasannya lewat banyak cara. Cara itu misalnya melalui kata-kata, angka, musik, gambar, kegiatan fisk (kemampuan motorik) atau lewat cara sosial-emosional. Itu karena, menurut Thomas Armstrong, Ph.D, periset kecerdasan anak dan penulis buku ‘In Their Own Way : Discovering and Encouraging Your Child’s Multiple Intelligences’, semua anak terlahir cerdas dan berbakat. Kalaupun ada yang tampak tak menonjol, itu karena beberapa anak menunjukkan bakatnya lebih lambat dibanding anak lain.
Karenanya, banyak hasil-hasil riset kecerdasan anak menyarankan para orangtua untuk memberi banyak pengalaman dan stimulasi kepada anak. Stimulasi dan sensasi pengalaman yang intens itu berguna untuk segera membangkitkan kecerdasan anak. Jadi tak ada lagi istilah ‘anak menunjukkan bakat lebih lambat’. Fakta-fakta riset itulah yang kemudian oleh Prof. Howard Gardner, seorang psikolog dan pakar ilmu saraf dari Universitas Harvard, AS tahun 1983 dikristalkan ke dalam konsep teori kecerdasan yang disebutnya ‘Multiple Intelligences’ atau Kecerdasan Majemuk/Ganda.
Menurut Gardner, manusia itu, siapa saja--kecuali cacat atau punya kelainan otak—sedikitnya memiliki 9 kecerdasan. Kecerdasan manusia, saat ini tak hanya dapat diukur dari kepandaiannya menguasai matematika atau menggunakan bahasa. Ada banyak kecerdasan yang dapat diidentifikasi di dalam diri manusia.
Dalam buku ‘Intelligence Reframed : Multiple Intelligence for The 21st Century’ (1999), Howard Gardner, menjelaskan 9 kecerdasan yang tersimpan dalam otak manusia. Konsep kecerdasan ganda ini, bila dipahami dengan baik, akan membuat semua orangtua memandang potensi anak lebih positif. Terlebih lagi, para orangtua (guru) pun dapat menyiapkan sebuah lingkungan yang menyenangkan dan memberdayakan di rumah (di sekolah).
Keberhasilan anak usia dini merupakan pijakan awal bagi keberhasilan pendidikan pada jenjang berikutnya. Usia dini merupakan usia emas. Artinya bila pada masa itu mendapat pendidikan yang “benar” maka ia memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci bagi keberhasilan belajarnya pada jenjang berikutnya.
Saat ini jarang ditemukan pendidikan anak yang menggunakan model pembelajaran berbasis kemampuan atau potensi anak. Mereka lupa, bahwa usia anak adalah usia bermain. Oleh karenanya, perlu dilakukan rekonstruksi terhadap praktik pembelajaran pada anak yang berbasis pada permainan (ya bermain, ya belajar).
Bermain sekaligus belajar merupakan dua aktivitas yang harus dimaknai sebagai satu kesatuan dan memiliki makna anak belajar melalui bermain. Aktivitas-aktivitas anak lebih ditekankan pada ciri-ciri bermain. Porsi bermain tampak lebih menonjol daripada belajar. Melalui bermain itulah anak akan memperoleh berbagai kemampuan, seperti kemampuan berkomunikasi, berbahasa, bersosialisasi, memanajemen emosi, dan berpikir logis-matematis.
Slogan bermain sambil belajar sangat sesuai dengan karakteristik kurikulum untuk pendidikan anak usia dini. Ini karena kegiatan bermain mampu menyentuh seluruh aspek perkembangan anak. Saat bermain anak memiliki kebebasan berimajinasi, mengeksplorasi, dan berkreasi.
Pada saat bermain itulah, aspek-aspek perkembangan fisik motorik kasar dan halus, aspek emosional, aspek kognitif/intelektual, dan aspek sosial berkembang dalam situasi yang menyenangkan. Anak usia dini mencakup usia dari lahir hingga delapan tahun, meskipun di Indonesia dibatasi hingga usia enam tahun.
Anak secara instrinsik memang termotivasi untuk selalu bermain. Dalam bermain, mereka menikmati kegiatannya, merasa kompeten melakukan sesuatu. Mereka terus belajar mendapatkan pengalaman baru yang dipadukan dengan apa yang telah diketahuinya.
Namun, strategi bermain dalam pendidikan anak usia dini ini ternyata belum sepenuhnya dipahami orangtua, guru, dan pendamping. Bahkan, tidak jarang orangtua menolak kegiatan bermain dalam pendidikan prasekolah. Mereka lebih senang jika anak langsung dikenalkan dengan kegiatan membaca, menulis, dan berhitung.
Mereka, masih beranggapan bahwa anak tidak mungkin dapat belajar apabila anak menghabiskan waktu hanya untuk bermain. Padahal, perlu diyakini bahwa bermain memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan kemampuan akademik anak. Strategi belajar melalui bermain ini, menitikberatkan pada cara-cara mengasah, menstimulasi kecerdasan gkita pada anak sejak usia dini. Oleh karenanya, bagi orangtua, para guru, pemerhati pendidikan, orangtua asuh, trainer, dan pendamping perlu segera menerapkan model ini jika ingin benar-benar melejitkan dan mengembangkan potensi kecerdasan anak.

Kecerdasan Ganda dan Ruang Belajar
‘Ruang kelas’ terbesar untuk belajar sebenarnya sudah tersedia. Ya, dunia adalah ruang belajar itu. Untuk mengembangkan kecerdasan unik anak-anak lewat konsep ini, yang dibutuhkan sebenarnya sudah tersedia di lingkungan sekitar. Di sekolah, anak bisa diajak keluar kelas untuk mengamati setiap fenomena yang terjadi di dunia nyata. Sementara di rumah, anak bisa memanfaatkan benda-benda dan materi di sekitar rumah. Orang tua tak perlu membelikan alat belajar maupun mainan yang mahal.
Konsep Multiple Intelligences juga mengajarkan kepada anak bahwa mereka bisa belajar apapun yang mereka ingin ketahui. Apapun yang ingin diktehauinya itu dapat ditemui di dalam kehidupan nyata yang dapat mereka alami sendiri. Sementara, bagi orangtua maupun guru, yang dibutuhkan hanya kreatifitas dan kepekaan untuk mengasah kemampuan anak. Baik orang tua maupun guru juga harus mau berpikir terbuka, keluar dari paradigma tradisional.
Soal manfaat lingkungan untuk membantu proses belajar ini, sudah diteliti lho oleh beberapa orang peneliti kegiatan belajar. Ada Vernon A. Magnesen tahun 1983 dan sekelompok peneliti seperti Bobbi DePorter; Mark Reardon, dan Sarah tahun 2000. Mereka menjelaskan bahwa kita sebenarnya mendapat pengetahuan dari apa yang kita baca (10%), dari apa yang kita dengar (20%), dari apa yang kita lihat (30%), dari apa yang kita lihat dan dengar (50%), dari apa yang kita katakan (70%) dan dari apa yang kita katakan dan lakukan (90%).
Nah dari situ terlihat bukan, dari aktivitas seperti apa kita lebih banyak mendapatkan pengetahuan? Ya, dari yang kita lihat dan dengar serta dari paraktik yang kita lakukan. Belajar dengan menggunakan teori kecerdasan gkita bukan cuma menegaskan “it’s how smart they are” tapi “It’s how they are smart!” Bukan ‘seberapa pintar anak’ tapi ‘bagaimana mereka bisa menjadi pintar’.

Sumber :
http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=2108
http://www.surya.co.id/web/Citizen-Journalism/Bermain-Sekaligus-Belajar.html
www.wyethindonesia.com/$$Multiple%20Intelligences.html?menu_id=66&menu_item_id=4 - 33k

Multiple Intelegence I

Multiple Intelligence I
by: Purwo Sutanto

Konon para ahli menemukan 150 jenis kecerdasan manusia.
Cukup lama orang beranggapan bahwa IQ ( intelligence quotient ) merupakan penentu kesuksesan belajar dan hidup seseorang. Seperti anggapan bahwa IQ-nya tinggi maka ia akan sukses dalam kehidupan nyata. Namun pernyataan itu tidak selalu benar. Banyak orang IQ – nya tinggi tetapi gagal dalam hidup. Maka disadari bahwa IQ meskipun tinggi namun bukan segala –galanya. Perlu disadari pula dengan penemuan SQ ( spiritual quotient) dan EQ ( emotional quotient ) maka perlunya beriringan antara IQ, EQ, dan SQ agar seseorang berhasil.
Prof. Dr.Howard Gardner seorang psikolog dan ahli pendidikan dari Universitas Harvard AS merumuskan teorinya Multiple Intelligences ( kecerdasan ganda / majemuk ). Setiap orang memilki kecerdasan yang berbeda. Prof. Howard Gardener seorang ahli riset dari Amerika mengembangkan model kecerdasan "multiple intelligence". Multiple intelligence artinya bermacam-macam kecerdasan. Ia mangatakan bahwa setiap orang memilki bermacam-macam kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Yang di maksud kecerdasan menurut Gardener adalah suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkembangkan.
Penelitian ilmiah membuktikan tes sidik jari bisa mengungkap delapan kecerdasan kita (multiple intelligence) yang dimiliki seseorang. Tiap-tiap kecerdasan itu menurut penemunya, Howard Gardner, dinyatakan dalam angka positif dan negatif. Kecerdasan yang bernilai positif artinya lebih mudah untuk dikembangkan. Sementara itu, yang bernilai negatif lebih sulit dipupuk.
Dengan latar belakang standar kecerdasan dan kegagasan rasionalisme dimana kecerdasan ditinjau dari IQ yang tinggi, maka Garder membuat riset dengan memberi contoh bahwa orang berhasil tidak hanya mengkitalkan IQ tinggi yaitu Maradona (Brasil) dan Ronaldinho (Argentina ) pemain sepak bola , Mozart dengan usia 4 th sudah mahir memainkan piano, Beethoven dan Kenny G yang sangat cerdas pula memainkan alat musik.
Prof. Dr.Howard Gardner mengemukakan 9 kecerdasan yaitu:

1. Kecerdasan Linguistik ( Linguistic Intelligence)
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap arti kata, urutan kata, suara, ritme dan intonasi dari kata yang di ucapkan. Termasuk kemampuan untuk mengerti kekuatan kata dalam mengubah kondisi pikiran dan menyampaikan informasi. Karena itu, profesi yang cocok antara lain pembawa acara, wartawan, atau penulis. Contohnya pencipta puisi, editor , jurnalis, dramawan, sastrawan, orator Tokoh terkenal seperti : Sukarno, Paus Yohanes Paulus II, Winston Churhill.
Beberapa manifestasi kecerdasan ini adalah sebagai berikut ini.
a. Kita senang bermain dengan kata-kata. Kita menikmati puisi. Kita suka mendengarkan cerita.
b. Kita membaca apa saja; buku, majalah, surat kabar dan bahkan label produk.
c. Kita merasa mudah dan percaya diri mengekspresikan diri kita baik secara lisan maupun tulisan. Contohnya, kita pintar dalam berkomunikasi dan pintar dalam menceritakan atau menulis mengenai sesuatu hal.
d. Kita suka membumbui percakapan kita dengan hal-hal menarik yang baru saja kita baca atau dengar.
e. Kita suka mengerjakan teka-teki silang,bermain scrable atau bermain puzzle. Kita dapat mengeja dengan sangat baik.
f. Kita memilki perbendaharan kata yang sangat baik sehingga kadang orang harus meminta kita menjelasakan arti kata yang kita gunakan. Kita suka menggunakan kata yang tepat untuk setiap situasi.
g. Di sekolah kita lebih menyukai mata pelajaran seperti bahasa inggris, sejarah dan ilmu sosial. Kita menyadari pentingnya membangun perbendaharaan kata.
h. Kita suka menghadapi perdebatan atau argumentasi secara lisan dan dapat memberikan penjelasan yang terarah dan jelas.
i. Kita senang "berpikir dengan mengucapkan apa yang kita pikirkan", menyelesaikan masalah dengan bebicara, menjelaskan solusi dan mengajukan pertanyaan.
j. Kita merasa sangat mudah menyerap informasi dengan mendengarkan radio, kaset atau kuliah. Kita sangat mudah mengingat kata-kata.

2. Kecerdasan Logik Matematik ( Logical – Mthematical Intelligence )

Kecerdasan logik matematik ialah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Ia mampu memikirkan dan menyusun solusi (jalan keluar) dengan urutan yang logis (masuk akal). Ia suka angka, urutan, logika dan keteraturan. Ia mengerti pola hubungan, ia mampu melakukan proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir deduktif artinya cara berpikir dari hal-hal yang besar kepada hal-hal yang kecil. Proses berpikir induktif artinya cara berpikir dari hal-hal yang kecil kepada hal-hal yang besar. Profesi yang sejalan untuk ditekuni di antaranya ilmuwan. Tokoh terkenal seperti : Einstein ( ahli fisika ), Habibie ( ahli pesawat ).
Beberapa manifestasi kecerdasan ini adalah sebagai berikut ini.
a. Kita senang bekerja dengan angka dan dapat melakukan perhitungan mental (mencongak).
b. Kita tertarik dengan kemajuan teknologi dan gemar melakukan percobaan untuk melihat cara kerja sesuatu hal.
c. Kita merasa mudah melakukan perencanaan keuangan. Kita menetapkan target dalam bentuk angka dalam bisnis dan hidup kita.
d. Kita senang menyiapkan jadwal perjalanan secara terperinci. Kita sering menyiapkan, memberi nomor dan menetapkan suatu daftar kerja (to-do-list).
e. Kita senang dengan permainan, puzzle atau sesuatu yang membutuhkan kemampuan berpikir logis dan statistis seperti permainan cheker atau catur.
f. Kita cenderung mengenali kesalahan logika atas apa yang orang ucapkan atau lakukan.
g. Matematika dan fisika (science) merupakan sebagian dari mata pelajaran yang sangat kita sukai.
h. Kita dapat menemukan contoh khusus untuk mendukung suatu pkitangan umum dan senang menganalisis situasi dan argumentasi.
i. Kita senang melakukan suatu pendekatan sistematis, step-by-step dalam memecahkan suatu masalah. Kita suka menemukan pola dan hubungan antara suatu obyek atau angka.
j. Kita perlu meggolongkan, mengelompokkan atau menghitung untuk bisa menghargai hubungan antara satu hal dengan hal lainnya.

3. Kecerdasan Visual Dan Spasial (Spatial Intelligence )
Kecerdasan visual dan spasial adalah kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual dan spasial secara akurat (cermat). Visual artinya gambar, spasial yaitu hal-hal yang berkenaan dengan ruang atau tempat. Kecerdasan ini melibatkan kesadaran akan warana, garis, bentuk, ruang, ukuran dan juga hubungan di antara elemen-elemen tersebut. Kecerdasan ini juga melibatkan kemampuan untuk melihat obyek dari berbagai sudut pandang. Profesi yang cocok di antaranya arsitek, fotografer, dan desainer. Tokoh terkenal seperti Sidharta ( pemahat ), Pablo Pacasso (pelukis).
Beberapa manifestasi kecerdasan ini adalah sebagai berikut ini.
a. Kita menyukai seni, menikmati lukisan dan patung. Kita memilki citra rasa yang baik akan warna.
b. Kita cenderung menyukai pencatatan secara visual dengan menggunakan kamera atau handycam.
c. Kita bisa menulis dengan cepat saat kita mencatat atau berpikir mengenai sesuatu. Kita dapat menggambar dengan cukup baik.
d. Kita merasa mudah membaca peta atau melakukan navigasi, kita memilki kemampuan mengerti arah yang baik.
e. Kita menikmati permainan seperti puzzle.
f. Kita senang membongkar sesuatu dan memasang kembali dengan baik. Kita dapat menyusun peralatan dan mengikuti instruksi dengan baik.
g. Di sekolah, kita menyukai pelajaran seperti ilmu ukur ruang.
h. Kita sering menjelaskan apa yang ada dalam pikiran kita dengan menggunakan diagram atau gambar dan kita dapat membaca diagram (chart) dengan mudah.
i. Kita dapat melihat (memvisualisasi) suatu hal dari beberapa sudut pkitang.
j. Kita suka membaca bahan bacaan yang di lengkapi dengan banyak gambar.

4. Kecerdasan Musik ( Musical Intelligence )
Kecerdasan musik adalah kemampuan untuk menikmati, mengamati, membedakan, mengarang, membentuk dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme, melodi dan timbre dari musik yang didengar. Musik mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan kemampuan matematika dan ilmu sains dalam diri seseorang.
Telah di teiliti di 17 negara terhadap kemampuan anak didik usia 14 tahun dalam bidang sains. Dalam penelitian itu ditemukan bahwa anak dari negara Belanda, Jepang dan Hongaria mempunyai prestasi tertinggi di dunia. Saat di teliti lebih mendalam ternyata ketiga negara ini memasukkan unsur ini ke dalam kurikulum mereka. Selain itu musik juga dapat menciptakan suasana yang rileks namun waspada, dapat membangkitkan semangat, merangsang kreativitas, kepekaan dan kemampuan berpikir. Belajar dengan menggunakan musik yang tepat akan sangat membantu kita dalam meningkatkan daya ingat. Profesi yang cocok tentunya sebagai musisi. Tokoh terkenal seperti Beethoven, Mozart.
Beberapa manifestasi kecerdasan ini adalah sebagai berikut ini.
a. Kita dapat memainkan alat musik.
b. Kita dapat menyanyi sesuai dengan tinggi rendahnya kunci nada.
c. Kita biasanya dapat mengingat sebuah irama hanya dengan mendengarkan beberapa kali saja.
d. Kita sering mendengarkan musik. Kita bahkan kadang kala menghadiri konser musik. Kita suka -bahkan butuh- mendengarkan lagu sambil kita bekerja.
e. Kita mengikuti irama musik dengan baik dan tanpa sadar mengetuk-ngetukkan jari kita mengikuti irama lagu itu.
f. Kita dapat membedakan suara berbagai alat musik yang berbeda.
g. Lagu iklan sering muncul dalam pikiran kita (sering kita ingat).
h. Kita tidak dapat membayangkan hidup tanpa musik. Kita menemukan bahwa musik membangkitkan suatu emosi dan kenangan atau gambaran saat kita mendengarkan musik itu.
i. Kita sering bersiul atau mengeluarkan suara "hmm...hmmm" mengikuti irama lagu.
j. Kita sering menggunakan irama untuk mengingat sesuatu, misalnya nomor telepon.

5. Kecerdasan Interpersonal ( Interpersonal Intelligence )
Kecerdasan interpersonal ialah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Peka pada ekpresi wajah, suara dan gerakan tubuh orang lain dan ia mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi. Kecerdasan ini juga mampu untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain, mengerti pkitangan, sikap orang lain dan umumnya dapat memimpin kelompok. Tokoh terkenal Mahatma Gandhi ( tokoh perdamaian India ), Ibu Teresa ( Pejuang kaum miskin ).
Beberapa contoh manifestasi kecerdasan ini adalah sebagai berikut ini.
a. Kita senang bekerja sama dengan orang lain dalam suatu kelompok atau komite.
b. Kita lebih suka belajar kelompok dari pada belajar sendiri.
c. Orang sering kali datang kepada kita untuk meminta nasihat. kita adalah orang penuh simpati.
d. Kita lebih suka team sport seperti basket, soffball, sepak bola dari pada individual seperti renang dan lari.
e. Kita menyukai permainan yang melibatkan orang lain seperti bridge dan monopoli.
f. Kita suka berkumpul dengan orang lain (menghadiri pesta, perkumpulan dan lain-lain).
g. Kita mempunyai beberapa kawan yang sangat dekat.
h. Kita dapat berkomunikasi dengan baik dan dapat membantu menyelesaikan pertikaian.
i. Kita tidak segan-segan untuk mengambil kepemimpinan, menunjukkan pada orang lain bagaimana melakukan sesuatu.
j. Kita lebih suka memecahkan suatu masalah dengan orang lain dari pada harus memikirkan dan memecahkan masalah itu sendiri.

6. Kecerdasan Intrapersonal ( Intrapersonal Intelligence )
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri. Dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Mampu memotivasi dirinya sendiri dan melakukan disiplin diri. Orang yang memilki kecerdasan ini sangat menghargai nilai (aturan-aturan) etika (sopan santun) dan moral. Kecerdasan itu akan dibutuhkan dalam menekuni profesi apa pun.
Beberapa contoh manifestasi kecerdasan ini adalah sebagai berikut ini.
a. Kita memiliki buku harian untuk mencatat pikiran kita yang sangat dalam dan pribadi.
b. Kita serimg menyendiri untuk memikirkan dan memecahkan masalah itu sendiri.
c. Kita menetapkan tujuan kita.
d. Kita adalah seorang pemikir independen (mandiri). Kita tahu pikiran kita dan kita memutuskan sendiri keputusan kita.
e. Kita mempunyai hobi atau kesenangan yang bersifat pribadi yang tidak banyak kita bagikan atau ungkapkan kepada orang lain.
f. Kita suka memancing dan memanjat gunung seorang diri. Kita senang dengan kesendirian kita.
g. Ide kita mengenai liburan yang baik adalah dengan menghabiskan waktu di puncak gunung atau tempat yang sepi, daripada ke hotel berbintang lima.
h. Kita mempunyai pkitangan yang realistis mengenai kekuatan dan kelemahan kita.
i. Kita tertarik untuk menghadiri seminar pengembangan diri atau pernah melakukan konseling untuk belajar lebih banyak mengenai diri kita sendiri.
j. Kita senang bekerja untuk diri kita sendiri atau telah dengan sangat serius berpikir untuk melakukan usaha sendiri.

7. Kecerdasan Kinestetik (Bodily- Kinesthetic Intelligence )
Kecerdasan kinestetik ialah kemampuan dalam menggunakan tubuh kita secara terampil untuk mengungkapkan ide, pemikiran dan perasaan. Kecerdasan ini juga meliputi keterampilan fisik dalam bidang koordinasi, keseimbangan, daya tahan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan. Profesi yang mengarah pada bakat seperti itu di antaranya atlet. Contohnya aktor, atlet, penari, ahli bedah. Tokoh terkenal seperti : Charlie Chaplin ( pemain pantonim yang ulung ), Steven Seagal ( actor ).
Beberapa manifestasi kecerdasan ini adalah sebagai berikut ini.
a. Kita gemar berolahraga atau melakukan kegiatan fisik.
b. Kita cakap dalam melakukan sesuatu seorang diri.
c. Kita senang memikirkan persoalan sambil aktif dalam kegiatan fisik seperti berjalan atau lari.
d. Kita tidak keberatan jika diminta untuk menari.
e. Setiap kali kita pergi ke pusat hiburan atau permainan, kita senang dengan permainan yang sangat menantang dan "mengerikan" secara fisik seperti jet coaster.
f. Kita suka menangani sesuatu secara fisik. Kita suka memegang atau mencoba sesuatu agar benar-benar mengerti.
g. Pelajaran di sekolah yang kita sukai adalah olahraga atau kerajinan tangan.
h. Kita menggunakan gerakan tangan atau bahasa tubuh kita untuk mengekspresikan diri kita.
i. Kita menyukai permainan yang melibatkan fisik dengan anak-anak, misalnya bermain sambil berguling-guling atau saling tarik menarik.
j. Kita lebih suka mempelajari hal baru langsung dengan mempraktekkannya daripada sekadar membaca manual atau menonton video yang menjelaskan hal itu.

8. Kecerdasan Naturalis ( Naturalist Intlligence )
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang di jumpai di alam maupun lingkungan. Intinya adalah kemampuan manusia untuk mengenali tanaman, hewan dan bagian lain dari alam semesta. Tokoh terkenal Charles Darwin.
Beberapa manifestasi kecerdasan ini adalah sebagai berikut ini.
a. Kita senang memelihara atau menyukai hewan.
b. Kita dapat mengenali dan membedakan nama berbagai jenis pohon, bunga dan tanaman.
c. Kita tertarik dan memilki pengetahuan yang cukup mengenai bagaimana tubuh bekerja -di mana letak organ tubuh yang penting- dan kita mengerti akan kesehatan.
d. Kita tahu jalur atau jalan setapak, sarang burung dan hewan liar lainnya saat kita berjalan di alam dan kita bisa "membaca" cuaca.
e. Kita dapat membayangkan diri kita sebagai seorang petani atau mungkin kita suka memancing.
f. Kita suka berkebun dan mengenal efek dari pergantian musim.
g. Kita mengerti dan tertarik dengan topik lingkungan global.
h. Kita mengikuti perkembangan astronomi, mengerti asal muasal terjadinya alam semesta dan evolusi kehidupan.
i. Kita tertarik pada masalah sosial, psikologi dan motivasi manusia.
j. Kita beranggapan bahwa perlindungan sumber daya alam dan mencapai cita-cita merupakan dua hal yang sangat penting di zaman sekarang.

9.Inteligensi eksistensial ( Exixtential intlligence )
Kemampuan menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan – persoalan terdalam keberadaan atau eksistensi manusia. Contohnya persoalan mengapa ada, apa makna hidup ini. Tokoh terkenal seperti Plato, Sokrates, Thomas Aquina.
Ada baiknya kita menjajaki jenis kecerdasan kita sendiri mana yang sudah berkembang dan mana yang belum. Dari delapan kecerdasan (intelligence) tersebut, manakah yang menjadi keunggulan kita dan mana yang belum anada gunakan secara maksimal?. Dengan mengetahui bahwa kita memilki kelebihan atau kekurangan pada kecerdasan tertentu, kita akan dapat berbenah diri dan meningkatkan kemampuan kita.
Sumber :
http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=2108
http://www.surya.co.id/web/Citizen-Journalism/Bermain-Sekaligus-Belajar.html
www.wyethindonesia.com/$$Multiple%20Intelligences.html?menu_id=66&menu_item_id=4 - 33k

Senin, 22 Desember 2008

Kegiatan Remedial

KEGIATAN REMEDIAL
By: Purwo Sutanto


Menurut Random House Webster’s College Dictionary (1991) remedial diartikan sebagai intended to improve poor skill in specified field, kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaiki ketrampilan yang kurang baik dalam suatu bidang tertentu. Kalau dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran, kegiatan remedial dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang kurang berhasil. Kekurangberhasilan pembelajaran ini biasanya ditunjukkan oleh ketidakberhasilan siswa dalam menguasai materi yang dibahas dalam kegiatan pembelajaran. Dari pengertian ini maka kegiatan pembelajaran dianggap sebagai kegiatan remedial apabila kegiatan pembelajaran tersebut ditujukan untuk membantu siswa yang mengalai kesulitan dalam memahami materi pelajaran.
Kalau kita melaksanakan her (ujian ulangan) apakah dapat dikatakan sebagai kegiatan remedial. Kegiatan her dapat dianggap sebagai bagian kegiatan remedial apabila sebelum her diberikan, guru melaksanakan kegiatan pembelajaran yang membantu siswa memahami materi pelajaran yang belum dikuasainya. Tetapi apabila guru langsung memberikan ujian ulang tanpa melakukan pembelajaran tambahan yang membantu siswa mengatasi kesulitan yang dihadapinya, maka pelaksanaan her tersebut tidaklah termasuk kegiatan remedial.

Fungsi Kegiatan Remedial
Sebagai salah satu upaya membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar, kegiatan remedial memiliki beberapa fungsi yang penting bagi keseluruhan proses pembelajaran. Warkitri dkk, (1991) menyebutkan enam fungsi kegiatan remedial dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, yaitu: korektif, pemahaman, penyesuaian, pengayaan, akselerasi dan terapeutik.
Kegiatan remedial mempunyai fungsi korektif bagi kegiatan pembelajaran karena melalui kegiatan remedial guru memperbaiki cara mengajarnya dan siswa memperbaiki cara belajarnya. Berdasarkan hasil analisis kesulitan belajar siswa, guru memperbaiki berbagai aspek proses pembelajaran, mulai dari rumusan tujuan, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran , dan evaluasi. Dalam kegiatan remedial guru merumuskan kebali tujuan pembelajaran sesuai dengan taraf kemampuan siswa; mengorganisasikan kembali materi pelajaran sesuai dengan taraf kemampuan siswa; memilih dan menerapkan berbagai alat bantu pengajaran utk mempermudah siswa memahami materi pelajaran yang disajikan; dan sebagainya.
Kegiatan remedial mempunyai fungsi pemahaman karena dalam kegiatan remedial akan terjadi proses pemahaman baik pada diri guru maupun diri siswa. Bagi guru, untuk melaksanakan kegiatan remedial, guru terlebih dahulu harus memahami kelebihan dan kelemahan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukannya. Sebelum guru menentukan jenis kegiatan remedial yang akan dilaksanakan, guru terlebih dahulu harus mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakannya. Apakah metode, media yang digunakan telah membaantu mempermudah pemahaman siswa. Bagi siswa, melalui kegiatan remedial mereka akan lebih memahami kelebihan dan kelemahan cara belajarnya. Sebelum kegiatan remedial, guru mengajak siswa untuk mengevaluasi kegiatan belajarnya. Apa yang mereka lakukan selama kegiatan pembelajaran ? apakah mereke memperhatikan penjelasan guru dengan seksama? Apakah tugas yang diberikan dikerjakan dengan sungguh-sungguh?
Kegiatan remedial memiliki fungsi penyesuaian karena pelaksanaan kegiatan remedial disesuaikan dengan kesulitan dan karakteristik individu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tujua dan materi pelajaran disesuaikan dengan kesulitan yang dihadapi individu siswa. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan menerapkan kekuatan yang dimiliki siswa melalui penerapan berbagai metode mengajar dan alat pengajaran. Semua aspek kegiatan remedial disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik individu siswa, agar siswa tidak lagi merasa terbebani dengan kegiatan pembelajaran bahkan menjadi termotivasi.
Kegiatan remedial mempunyai fungsi pengayaan bagi proses pembelajaran karena melalui kegiatan remedial guru memanfaatkan sumber belajar, metode mengajar atau alat bantu pengajaran yang lebih bervariasi dari yang diterapkan guru dalam pembelajaran biasa. Dalam kegiatan remedial guru dapat meminta siswa untuk membaca referensi lain yang ada kaitannya dengan materi yang belum dipahami. Atau siswa diminta mengulang kembali penjelasan konsep melalui diskusi atau kerja kelompok.
Kegiatan remedial memiliki fungsi akselerasi terhadap proses pembelajaran karena melalui keem guru dapat mempercepat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran. Dengan menambah waktu dan frekuensi pembelajaran, guru telah mempercepat proses penguasaan materi pelajaran oleh siswa. Tanpa kegiatan remedial, siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran akan semakin tertinggal oleh teman-temannya yang telah menguasai materi pelajaran.
Kegiatan remedial mempunyai fungsi terapeutik karena melalui kegiatan remedial guru dapat membantu mengatasi kesulitan siswa yang berkaitan dengan aspek sosial-pribadi. Biasanya siswa yang merasa dirinya kurang berhasil dalam belajar sering merasa rendah diri atau terisolasi dalam pergaulan dengan teman-temannya. Dengan membantu siswa mencapai prestasi belajar yang lebih baik melalui kegiatan remedial berarti guru telah membantu siswa meningkatkan rasa percaya diri.

Prosedur Kegiatan Remedial
Secara ringkas bahwa prosedur kegiatan remedial dapat meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
1. Analisis hasil diagnosis melalui kegiatan analisis nilai/ hasil evaluasi atau uji kompetensi sesuai materi pelajaran (kompetensi yang telah diajarkan dan dievaluasi). Dari hasil analisis diagnosis ini diketahui siapa yang mengalami kesulitan penguasaan kompetensi (materi belajar) dan sub materi belajar (sub kompetensi) mana yang belum dikuasai oleh siswa.
2. Identifikasi penyebab kesulitan, baik pada diri siswa maupun pada diri guru. Guru harus melakukan self introspeksi dalam kaitan kegiatan pembelajaran, sehingga dapat diketemukan bantuan yang tepat kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai pelajaran. Identifikasi penyebab kesulitan pada diri siswa oleh guru dapat dilakukan dengan cara membuat observasi dan menganalisa buku catatan (kecil) kejadian kegiatan pembelajaran harian.
3. Menyusun rencana remedial (identik dengan RPP tetapi untuk Remedial) yang meliputi kegiatan; merumuskan tujuan pembelajaran; menentukan materi pelajaran sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan; memilih metode penyampaian sesuai dengan karakteristik siswa; merencanakan waktu yang diperlukan untuk menyampaikan materi pelajaran; menentukan jenis, prosedur, dan alat penilaian untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa.
4. Melaksanakan kegiatan remedial.
5. Menilai kegiatan remedial (Evaluasi). Jika dari hasil evaluasi kegiatan remedial ternyata siswa juga belum bisa mencapai tujuannya, maka guru harus mengulang membuat kegiatan remedial kembali.

Jenis-Jenis Kegiatan Remedial

Banyak kegiatan yang dapat dilakukan guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran. Berikut ini beberapa bentuk kegiatan remedial sebagaimana yang dikemukakan oleh Suke (1991):
1. Mengajarkan kembali, yaitu guru menjelaskan kembali materi yang belum dipahami dikuasai siswa. Apabila siswa kurang memahami konsep, guru harus banyak memberikan contoh dalam menerapkan konsep tersebut atau banyak memberikan latihan yang menuntut siswa menerapkan konsep yang sedang dibahas.
2. Menggunakan alat peraga, terutama untuk memudahkan memahami konsep yang belum dikuasainya, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba/menggunakan alat peraga tersebut.
3. Kegiatan kelompok. Diskusi atau kerja kelompok dapat digunakan guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelompokan siswa adalah menentukan anggota kelompok. Diusahakan dalam setiap kelompok ada salah satu siswa yang lebih menguasai materi dan mampu menjelaskan kepada anggota kelompoknya.
4. Tutorial. Dalam hal ini guru meminta bantuan siswa lain yang lebih pandai untuk membantu siswa yang menghadapi kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Siswa yang ditunjuk bisa diambilkan dari kelas yang lebih tinggi. Tutorial sebaya bisa digunakan untuk pengayaaan bagi siswa yang telah lebih dahulu kompeten.
5. Sumber belajar yang relevan, yaitu siswa disuruh membaca literatur lain yang sejenis materinya, khususnya yang membahas materi belajar yang belum dikuasainya. Kegiatan ini juga dapat diterapkan untuk proses pengayaan bagi siswa yang telah lebih menguasai materi pelajaran (siswa yang telah kompeten).
Sumber: Suciati dkk., 2005, Modul Belajar dan Pembelajaran II. Jakarta: Universitas Terbuka.

Minggu, 21 Desember 2008

Pengembangan Kurikulum

Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
By: Purwo Sutanto

Pengertian dan fungsi kurikulum
Menurut pandangan tradisional, kurikulum adalah sejumlah pelajaran yang harus ditempuh murid di suatu sekolah. Hal ini menimbulkan kesan seolah-olah belajar di sekolah hanya sekedar mempelajari buku-buku teks yang sudah ditentukan sebagai bahan pelajaran. Kurikulum tradisional membeda-bedakan kegiatan belajar yang termasuk ke dalam kegiatan kurikulum, kegiatan penyertaan kurikulum dan kegiatan di luar kurikulum. Kegiatan-kegiatan belajar selain mempelajari sejumlah mata pelajaran yang sudah ditentukan, bukan termasuk pada kegiatan kurikulum. Bila kegiatan itu merupakan penunjang atau penyertaan dalam mempelajari suatu mata pelajaran tertentu dan kurikulum, ini dianggap sebagai kurikulum penyerta (co-cunicular activities). Contohnya kegiatan praktek kimia, ftsika, atau biologi di laboratorium; kunjungan ke suatu museum untuk pembelajaran sejarah, dan sebagainya. Bila kegiatan itu tidak termasuk pelajaran dan juga bukan penyerta, maka dimasukkan pada kegiatan di luar kurikulum (extracurricular activities), seperti pramuka, olahraga, dan sebagainya.
Sedangkan menurut pandangan modem, kurikulum lebih dan sekedar rencana pelajaran. Kurikulum di sini dianggap sebagai sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang bersifat aktual sebagai suatu proses. Dalam pendidikan kegiatan yang dilakukan murid dapat memberikan pengalaman belajar, antara lain mulai dari mempelajari sejumlah mata pelajaran, berkebun, olahraga, pramuka, bahkan pergaulan sesama murid maupun guru dan petugas sekolah dapat memberikan pengalaman belajar yang bermanfaat. Semua pengalaman belajar yang diperoleh dari sekolah itu dipandang sebagai kurikulum. Atas dasar ini, inti kurikulum sebenarnya adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar itu banyak kaitannya dengan melakukan berbagai kegiatan, interaksi sosial di lingkungan sekolah, proses kerja sama dalam kelompok, bahkan interaksi dengan lingkungan fisik, seperti gedung sekolah, tata ruang sekolah, murid memperoleh berbagai pengalaman. Dengan demikian pengalaman itu bukan sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi yang terpenting adalah pengalaman kehidupan. Semua ini dicakup dalam pengertian kurikulum.
Kurikulum resmi sebenarnya meruipakan sesuatu yang ideal. Setiap idealitas ada yang dapat tercapai dan ada juga yang tidak. Keberhasilan suatu upaya ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor yang paling mendasar adalah kemampuan seseorang melakukan upaya dalam mewujudkan apa yang diinginkan. Orang yang bertanggungjawab langsung dalam mewujudkan apa yang tertuang dalam kurikulum resmi adalah guru. Hal ini disebabkan guru merupakan orang yang bertuga melaksanakan serta mengembangkan kurikulum di kelas. Dengan adanya kurikulum resmi seorang guru diharapkan dapat merumuskan bahan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Dengan demikian kurikulum ebrfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari di sekolah.
Para guru setiap berkecimpung dengan tugas hariannya di sekolah sangat erat dengan buku teks atau buku pelajaran. Ada yang berpendapat bahwa kurikulum itu lebih dulu ada daripada buku teks, ada pula yang berpendapat sebaliknya. Pada kenyataannya, buku teks adalah sarana belajar yang biasa digunakan disekolah-sekolah untuk menunjang suatu program pembelajaran dalam rangka mewujudkan tujuan kurikulum. Ibarat masakan, kurukulum adalah resep masakan, buku teks adalah bahan masakan dan juru masaknya adalah para guru.

Isi kurikulum

Menurut Taba bahwa suatu kurikulum terdiri dari atas ; tujuan, isi/materi, pola/ strategi pembelajaran, dan evaluasi.
Tujuan kurikulum menggambarkan kualitas manusia yang diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan. Dengan demikian suatu tujuan memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang dicita-citakan dari suatu kurikulum. Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap pemilihan isi/bahan ajar, strategi pembelajaran, media, dan evaluasi. Bahkan dalam berbagai model pengembangan kurikulum, tujuan dianggap sebagai dasar, arah, dan patokan dalam menentukan komponen-komponen yang lainnya. Tujuan yang harus dicapai dalam pendidikan di Indonesia bersifat hierarkis, yang terdiri atas Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Mata Pelajaran, dan Tujuan Instruksional (Umum dan Khusus).
Isi kurikulum yaitu pengalaman belajar yang diperoleh siswa dari sekolah. Dalam hal ini siswa melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh pengalaman tersebut. Pengalaman-pengalaman ini dirancang dan diorganisasikan sedemikian rupa sehingga apa yang diperoleh siswa sesuai dengan tujuan. Isi kurikulum menempati posisi yang penting dan turut menentukan kualitas pendidikan. Secara umum isi/materi kurikulum merupakan pengetahuan ilmiah yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan yang perlu diberikan kepada siswa. Pengetahuan ilmiah tersebut jumlahnya sangat banyak dan tidak mungkin semuanya dijadikan sebagai isi kurikulum. Oleh karena itu, perlu diadakan pilihan-pilihan. Untuk menentukan pengetahuan mana saja yang akan dijadikan isi kurikulum, diperlukan berbagai kriteria.
Ada beberapa kendala yang sering menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah, yakni guru dalam proses pembelajaran hanya menyampaikan materi yang bersifat fakta, tidak bersifat prinsip. Memang tidak mudah untuk menentukan mana prinsip, mana yang bersifat fakta. Untuk itu dalam menentukan isi kurikulum diperlukan keahlian seseorang dalam sesuatu bidang atau mata pelajaran tertentu. Dengan keahlian itulah dapat dikaji struktur bahan yang menjadi isi kurikulum.
Metode atau proses pembelajaran yaitu cara siswa memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai tujuan. Metode berkenaan dengan proses pencapaian tujuan sedangkan proses itu sendiri bertaliana dengan bagaimana pengalaman belajar atau isi kurikulum diorganisasikan. Setiap bentuk organisasi yang digunakan membawa dampak terhadap proses memperoleh pengalaman yang dilaksanakan. Untuk itu perlu ada kriteria pola organisasi kurikulum yang efektif. Kriteria dalam merumuskan organisasi kurikulum yang efektif menurut Tyler adalah; berkesinambungan, berurutan dan keterpaduan.
Berkesinambungan yaitu adanya pengulangan kembali unsur-unsur utama kurikulum secara vertikal. Sebagai contoh jika dalam pelajaran Bahasa Indonesia, pengembangan ketrampilan membaca dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting maka latihan membaca perlu dilakukan secara terus-menerus. Dengan demikian ketrampilan siswa dalam membaca dapat berkembang secara efektif melalui pelajaran di sekolah.
Berurutan artinya bahwa isi kurikulum diorganisasikan dengan cara mengurutkan bahan pelajaran sesuai dengan tingkat kedalaman atau keluasan yang dimiliki. Dikembangkan dari yang sederhana menuju ke yang lebih komplek sejalan dengan tingkat-tingkatannya.
Keterpaduan yaitu adanya penggabungan yang menunjukkan hubungan horisontal pengalaman belajar yang menjadi isi kurikulum sehingga dapat membantu siswa memperoleh pengalaman itu dalam satu kesatuan. Dengan demikian ketrampilan yang diperoleh sebagai pengalaman belajar tidak berdiri sendiri, melainkan dapat diterapkan dalam berbagai bidang.
Pada dasarnya ada dua jenis strategi pembelajaran, yaitu strategi pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher oriented) dan yang berorientasi kepada siswa (student oriented). Strategi pertama disebut model ekspositori atau model informasi, sedangkan strategi kedua disebut model inkuiri atau problem solving. Strategi mana yang digunakan atau dipilih biasanya diserahkan sepenuhnya kepada guru dengan mempertimbangkan hakikat tujuan, sifat bahan/isi, dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Evaluasi kurikulum yaitu cara untuk mengetahui apakah sasaran yang ingin dituju dapat tercapai atau tidak di damping itu, evaluasi juga berguna untuk menilai apakah proses kurikulum berjalan secara optimal atau tidak Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan kurikulum dan menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan. Hasil evaluasi kurikulum dapat dijadikan umpan balik untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum. Selain itu, hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai masukan dalam penentuan kebijakan-kebijakan pengambilan keputusan tentang kurikulum dan pendidikan. Gambaran yang komprehensif mengenai kualitas suatu kurikulum, dapat dilihat dari komponen program, komponen proses pelaksanaan, dan komponen hasil yang dicapai.
Evaluasi kurikulum harus dilaksanakan secara terus-menerus. Untuk itu, terlebih dahulu perlu ditetapkan secara jelas apa yang akan dievaluasi, dengan menggunakan acuan dan kriteria yang jelas pula. Sehubungan itu perlu ditetapkan dua sasaran utama dalam evaluasi yaitu; evaluasi terhadap produk kurikulum dan evaluasi terhadap proses kurikulum. Kedua macam evaluasi ini sangat penting untuk peninjauan kembali (revisi) terhadap pelaksanaan kurikulum sehingga mencapai hasil yang optimal.
Menurut Tyler, ada empat pertanyaan yang perlu dijawab dalam peroses pengembangan kurilukum dan pembelajaran, yaitu:
1. Apa tujuan yang ingin dicapai?
2. Pengalaman belajar apa yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan?
3. Bagaimana pengalaman belajar itu diorganisasikan secara efektif?
4. Bagaimana menentukan keberhasilan pencapaian tujuan itu.
Menurut Tyler tersebut maka pembelajaran tidah sebatas hanya pada proses pembelajaran terhadap satu bahan tertentu saja, melainkan dapat pula diterapkan dalam pembelajaran untuk satu bidang studi atau pembelajaran di sekolah. Sehingga kita dapat mengembangkan kurikulum untuk sekolah, kurikulum bidang studi ataupun kurikulum untuk bahan pelajaran tertentu.
Atas dasar pandangan Tyler ini, sebagai guru dapat mengembangkan kurikulum untuk berbagai tujuan. Namun satu hal yang perlu dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum yaitu bahwa semua keputusan yang dibuat haruslah mempunyai landasan berpijak yang kokah. Ini dimaksudkan agar kurikulum yang dibuat dapat menuntun siswa mencapai tujuan jangka pendek. Pencapaian tujuan jangka pendek ini dapat dijakikan alat untuk mencapai tujuan pendidikan jangka panjang.

Landasan Pengembangan Kurikulum
Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu mengembangkan suatu kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Secara umum terdapat tiga aspek pokok yang mendasari pengembangan kurikulum tersebut, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosiologis.
Landasan filosofis berkaitan dengan pentingnya filsafat dalam membina dan mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan. Filsafat ini menjadi landasan utama bagi landasan lainnya. Perumusan tujuan dan isi kurikulum pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Pandangan filosofis yang berbeda akan mempengaruhi dan mendorong aplikasi pengembangan kurikulum yang berbeda pula. Berdasarkan landasan filosofis ini ditentukan tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan bidang studi, dan tujuan instruksional.
Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi/teori belajar (psychology/ theory of learning) dan psikologi perkembangan (developmental psychology). Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana kurikulum itu disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Dengan kata lain, psikologi belajar berkenaan dengan penentuan strategi kurikulum. Sedangkan psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan taraf perkembangan siswa tersebut.
Landasan sosiologis dijadikan sebagai salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum karena pendidikan selalu mengandung nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu, keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya yang menjadi dasar dan acuan bagi pendidikan/kurikulum. Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai produk kebudayaan diperlukan dalam pengembangan kurikulum sebagai upaya menyelaraskan isi kurikulum dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia Iptek.

Pendekatan dan Model Pengembangan Kurikulum
Secara umum, model pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas (a) pendekatan administratif (administrative approach), yaitu pendekatan pengembangan kurikulum dengan sistem komando dari atas ke bawah (top-down), dan (b) pendekatan akar rumput (grassroots approach), yaitu pendekatan pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat yang lebih luas (bottom up).
Pada dimensi lain, pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas (a) pendekatan mata pelajaran, yang bertolak dari disiplin ilmu, (b) pendekatan interdisipliner, yang mencoba menggabungkan beberapa mata pelajaran sejenis dalam bentuk broadfield, dan (c) pendekatan integratif, yang memadukan seluruh mata pelajaran dalam bentuk yang tidak terpisah-pisah.
Model pengembangan kurikulum pada intinya merupakan proses pembuatan keputusan untuk merevisi suatu program kurikulum. Tyler mengembangkan suatu model pengembangan kurikulum melalui empat komponen fundamental yang berhubungan dengan: (a) tujuan pendidikan yang ingin dicapai, (b) pengalaman belajar untuk mencapai tujuan, (c) pengorganisasian pengalaman belajar, dan (d) pengembangan evaluasi. Hilda Taba menitikberatkan model pengembangan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, dengan lima langkah sebagai berikut. (a) Mengembangkan pilot unit; (b) Uji coba unit eksperimen untuk memperoleh data validasi; (c) Revisi dan konsolidasi unit eksperimen; (d) Mengembangkan kerangka kurikulum; dan (e) Implementasi dan diseminasi kurikulum.
Oliva memunculkan model pengembangan kurikulum yang memiliki sifat sederhana, komprehensif dan sistematik. Model Oliva ini bisa digunakan untuk keperluan (a) penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus seperti bidang studi tertentu di sekolah, baik dalam tataran perencanaan kurikulum maupun dalam proses pembelajarannya, (b) pembuatan keputusan dalam merancang suatu program kurikulum, dan (c) pengembangan program pembelajaran secara lebih khusus. Sedangkan Beauchamp mengembangkan model kurikulum dengan lima langkah sebagai berikut. (a) Penetapan area perubahan kurikulum; (b) Penetapan pihak-pihak yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum; (c) Penetapan prosedur yang akan ditempuh; (d) Implementasi kurikulum; dan (e) Pelaksanaan evaluasi kurikulum.

Langkah-langkah Pengembangan Kurikulum
Ada beberapa langkah yang harus dikembangkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu analisis dan diagnosis kebutuhan, perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, dan pengembangan alat evaluasi.
Analisis dan diagnosis kebutuhan dilakukan dengan mempelajari tiga hal, yaitu kebutuhan siswa, tuntutan masyarakat/dunia kerja, dan harapan-harapan dari pemerintah. Adapun caranya dapat dilakukan melalui survei kebutuhan, studi kompetensi, dan analisis tugas. Langkah pengembangan kurikulum selanjutnya setelah seperangkat kebutuhan tersusun adalah perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, serta pengembangan alat evaluasi.

Tingkatan Dalam Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum berlaku pada tingkat institusional, tingkat mata pelajaran, dan tingkat operasional.
Pengembangan kurikulum pada tingkat institusional meluputi kegiatan pengembangan tujuan-tujuan institusional dan struktur program. Yang dimaksud dengan pengembangan tujuan institusional adalah pengembangan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Misalnya tujuan pendidikan SD, tujuan pendidikan SMP dan sebagainya. Yang dimaksud dengan pengembangan struktur program adalah pengembangan jenis-jenis program pendidikan , jenis mata pelajaran, sebaran masing-masing mata pelajaran pada berbagai tingkatan kelas, dan alokasi waktu setiap bidang studi.
Setelah bidang studi atau mata pelajaran ditentukan, tingkat selanjutnya adalah mengembangkan Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) tiap matapelajaran. Berikut ini beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam mengembangan kurikulum pada tingkat mata pelajaran.
1. Menetapkan tujuan-tujuan kurikuler dan Tujuan Instruksional Umum (TIU) tiap bidang studi/ mat apelajaran.
2. Mengidentifikasi topik-topik atau pokok bahasan yang diperkirakan dapat dijadikan bahan untuk dipelajari siswa agar mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Cara yang ditempuh untuk mengidentifikasi topik-topik yang hendak dijadikan bahan adalah:
a. Menganalisis setiap tujuan untuk mengetahui hakekat yang ingin dicapai dan menganalisis sumber tujuan dari tujuan yang lebih umum atau lebih tinggi.
b. Mengidentifikasi topik yang diperkirakan dapat dijadikan bahan dalam proses pencapaian tujuan.
3. Memilih topik-topik atau pokok bahasan yang paling relevan, fungsional, efektif, dan komprehensif bagi pencapaian tujuan yang telah diidentifikasi. Yang dimaksud dengan topik yang relevan adalah topik yang benar-benar berisi hal-hal yang dimaksud oleh suatu atau beberapa tujuan pembelajaran umum. Untuk mendapatkan topik yang fungsional dan efektif kita harus mempertanyakan apakah topik-topik tersebut benar-benar berfungsi secara efektif dalam mencapai tujuan. Sedangkan yang dimaksud dengan komprehensif adalah bahwa topik-topik yang dipilih hendaknya cukup luas lingkupnya.
4. Menetapkan metode dan sumber belajar untuk tiap kelompok pokok bahasan.
Proses pengembangan lebih lanjut dari topik-topik tersebut di atas adalah pengembangan program pembelajaran. Dalam proses pengembangan ini akan terlihat betapa penguasaan terhadap konsep-konsep dan generalisasi atau prinsip yang terdapat di dalam tiap bidang studi sangat diperlukan. Uraian tentang pengembangan tingkat operasional ini lebih ditekankan pada usaha guru dalam pengembangan lebih lanjut ga GBPP. Bila semua topik sudah dijabarkan menjadi sub topik, langkah selanjutnya adalah mengorganisasikan sub-sub topik ke dalam unit bahan pelajaran catur wulan/ semester.
Pengembangan kurikulum pada tingkat pembelajaran lebih spesifik merupakan kegiatan guru yang bersifat rutin. Sebagaimana pengembangan pada tingkat bidang studi, guru terlebih dahulu harus menjabarkan tujuan instruksional umum (TIU) ke dalam tujuan instruksional khushus (TIK). Selanjutnya berdasarkan rumusan TIK, guru mengembangkan alat evaluasi serta bahan atau sub bahan pelajaran. Setelah iru, barulah dipilih metode dan kegiatan yang sesuai untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran khusus. Apabila hal itu telah dieujudkan, bahan-bahan atau program tersebut siap untuk dilaksanakan di dalam kelas.

Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulum, antara lain prinsip berorientasi pada tujuan, prinsip kontinuitas, prinsip fleksibilitas, dan prinsip integritas.
Prinsip berorientasi pada tujuan berkenaan bahwa setiap komponen yang dikembangkan dalam pengembangan kurikulum harus mengacu pada tujuan. Prinsip kontinuitas berkenaan dengan adanya kesinambungan materi pelajaran antar berbagai jenis dan jenjang sekolah serta antar tingkatan kelas.
Prinsip fleksibilitas berkenaan dengan kebebasan/keluwesan yang dimiliki guru dalam mengimplementasikan kurikulum dan adanya alternatif pilihan program pendidikan bagi siswa sesuai dengan minat dan bakatnya. Prinsip integritas berkenaan dengan kurikulum harus mampu membentuk manusia yang utuh.
Untuk membentuk manusia yang utuh, kurikulum diharapkan dapat mengembangkan keterampilan hidup (life skills) yang meliputi (a) keterampilan mengenal diri sendiri (self awareness) atau keterampilan personal (personal skill), (b) keterampilan berpikir rasional (thinking skill), (c) keterampilan sosial (social skill), dan (d) keterampilan akademik (academic skill), serta (e) keterampilan vokasional (vocational skill).
Sumber : Suciati, dkk. 2005. Modul Belajar dan Pembelajaran II, Jakarta Universitas Terbuka.

Kamis, 20 November 2008

RELAKSASI

LASKAR PELANGI

mimpi adalah kunci

untuk kita menaklukkan dunia

telah hilang

tanpa lelah sampai engkau

meraihnya


laskar pelangi

takkan terikat waktu

bebaskan mimpimu di angkasa

raih bintang di jiwa


menarilah dan terus tertawa

walau dunia tak seindah surga

bersukurlah pada yang kuasa

cinta kita di dunia


selamanya…


cinta kepada hidup

memberikan senyuman abadi

walau ini kadang tak adil

tapi cinta lengkapi kita


laskar pelangi

takkan terikat waktu

jangan berhenti mewarnai

jutaan mimpi di bumi


menarilah dan terus tertawa

walau dunia takseindah surga

bersukurlah pada yang kuasa

cinta kita di dunia


selamanya…



download mp3


BUKAN SUPER STAR

Andai aku Pasha Ungu

semua wanita kan memburuku

Bila aku Ariel Peterpan

kau yakin ngefans karena urang keren


Sexy badannya.. Mulan Jameela

cantiknya dia seperti aku

Giring Nidji sahabat aku

dekat denganku.. dialah aku..


Tapi kenyataan aku bukan siapa-siapa

kuingin engkau mencintaiku apa adanya


Ku bukan superstar kaya dan terkenal

Ku bukan saudagar yang punya banyak kapal

Ku bukan bangsawan, ku bukan priyayi

Ku hanyalah orang yang ingin dicintai


Haa haa haaa… Haa haa haaa…


Andai ku Letto wis pasti aku wong jowo

Tapi kenyataan aku bukan siapa-siapa

kuingin engkau mencintaiku apa adanya


Ku bukan superstar kaya dan terkenal

Ku bukan saudagar yang punya banyak kapal

Ku bukan bangsawan, ku bukan priyayi

Ku hanyalah orang yang ingin dicintai


Kata orang ku mirip Glenn Fredly

suara merdu, wanita jatuh hati

Namun semua itu hanya mimpi bagimu woohoo~


Jadi… semua itu hanya mimpi?

Ya iya laah… masya ya iya dong

duren aja dibelah bukan dibedong


Ku bukan superstar kaya dan terkenal

Ku bukan saudagar yang punya banyak kapal

Ku bukan bangsawan, ku bukan priyayi

Ku hanyalah orang yang ingin dicintai


Kamu bukan super, kamu bukan setar

Kalo digabungin kamu bukan supersetarr..

Ku bukan bangsawan, ku bukan priyayi

Ku hanyalah orang yang ingin dicintai

Haa haa haaa… Haa haa haaa…


Anda mau video clipnya untuk di putar di hape anda ( format .3gp )?

Download Video Klipnya disini



download mp3

Rabu, 12 November 2008

Penilain Acuan Patokan

Pendekatan Penilaian Acuan Kriteria (PAK)


Dalam proses penilaian acuan kriteria (PAK), untuk menentukan kelulusan seseorang ditentukan sejumlah kriteria. Bilamana seseorang telah memenuhi kriteria tersebut, ia dinyatakan lulus atau telah menguasai bahan tersebut.
Kriteria dalam proses pembelajaran selalu mengacu pada tujuan isntruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Keberhasilan seseorang dalam proses pembelajaran (kelulusan) ditentukan oleh tingkat kenguasaan tujuan instruksional. Berbeda dengan penilaian acuan norma (PAN), di mana nilai atau kelulusan seseorang ditentukan oleh kelompoknya.
Penilaian dengan pendekatan criteria selalu digunakan dalam sistem belajar tuntas. Sesuai namanya, yaitu belajar tuntas semua tujuan instruksional yang mudah atau yang sukar, yang penting atau yang kurang penting harus benar-benar dikuasai.
Suatu contoh misalnya dalam belajar tuntas IPA SMK Kurikulum 2006 dinyatakan bahwa dalam rangka mencapai kompetensi dasar IPA Tingkat I semeste I, setiap peserta didik harus mampu mengidentifikasi obyek secara terencana dan sistematis untuk memperoleh informasi gejala alam biotik. Untuk ini, indikator yang dikembangkan dalam silabus adalah:
1. Langkah-langkah metode ilmiah diijelaskan dan masing-masing diberikan contohnya
2. Gejala-gejala alam biotik di lingkungan sekitar diidentifikasi secara cermat dan masalah yang ditemukan dirumuskan dengan jelas.
3. Hipotesis disusun sebagai solusi terhadap masalah yang telah dirumuskan.
4. Rumusan hipotesis memperlihatkan hubungan antar variabel.
5. Rencana penelitian disusun dengan varibel-variabel (manipulasi, respon, dan kontrol) yang akan diukur, prosedur, cara pengumpulan data dan mengolah data diuraikan dengan jelas.
6. Variabel-variabel penelitian diperlakukan dan diukur dengan teliti/akurat, diolah serta simpulan yang dibuat sesuai dengan data.
7. Laporan penelitian ditulis, dikomunikasikan dan hasilnya dipertahankan dengan argumentasi yang sesuai.
Untuk penguasaan yang tuntas atas kompetensi dasar ini, kriteria yang dikembangkan dalam bentuk tujuan pembelajaran antara lain adalah, Siswa SMK harus dapat :
a. Memberikan contoh masalah pada gejala alam biotik.
b. Memberikan contoh hipotesis pada gejala alam biotik.
c. Menyusun rencana penelitian dengan variabel-variabelnya pada gejala alam biotik.
d. Memperlakukan dan mengukur variabel penelitian dengan teliti.
e. Mengolah data hasil penelitian secara cermat
f. Menyajikan data hasil penelitian secara tepat
g. Membuat kesimpulan hasil penelitian dengan benar.
h. Membuat laporan hasil penelitian secara baik.
i. Mempertahankan argumentasi laporan penelitian.
Utk mengukur apakah kesembilan tujuan di atas telah dikuasai oleh peserta didik, maka untuk setiap tujuan harus diukur (dites) tingkat penguasaannya dengan menggunakan butir tes untuk setiap kriteria di atas. Kalau digambarkan dalam bentuk tabel akan diperoleh sebagai berikut:

Tujuan : a b c d e f g h i
Tes : Ta Tb Tc Td Te Tf Tg Th Ti
Tujuan a: Siswa Kelas X SMK dapat memberikan contoh masalah pada gejala alam biotik
Tes a :
1. Apakah yang dimaksud dengan masalah pada gejala alam biotik?
2. Berikan contoh masalah yang berkaitan dengan gejala alam biotik!
3. Bagaimana rumusan masalah pada proses pembusukan buah?
4. Bagaimana rumusan masalah pada kemusnahan harimau jawa?
Dengan demikian untuk mengetahui penguasaan tentang tujuan a dapat ditulis beberapa butir soal. Keempat butir soal di atas mengukur tujuan yang sama, keempatnya disebut tes pararel.
Jika jawaban siswa salah dalam menjawab butir soal 1, berarti ia tidak bisa memberikan contoh gejala alam biotik (tidak bisa menjawab butir soal 2). Sehingga siswa perlu diperjelas tentang masalah pada gejala alam biotik.
Jika siswa salah menjawab butir soal 2, maka siswa itu tidak mengetahui bahwa pembusukan buah adalah gejala alam biotik pada tumbuhan. Sehingga ia mungkin juga akan salah menjawab butir soal 3. Oleh karena itu pengenalan masalah gejala alam biotik pada dunia tumbuhan perlu diperluas atau diperdalam. Ia juga belum mengetahui bahwa musnahnya harimau jawa termasuk gejala alam biotik. Sehingga ia mungkin juga akan salah menjawab butir soal 4. Oleh karena itu pengenalan masalah gejala alam pada dunia hewan perlu diperluas atau diperdalam.
Dengan sejumalh butir soal seperti di atas, kita bisa mengetahui kelemahan siswa untuk tujuan a. Kalau kelemahan siswa sudah diketahui, maka guru dapat memberikan perlakuan khusus untuk mengatasi kelemahan tersebut, bagi siswa yang sudah menguasai dapat dimantapkan penguasaannya pada tujuan tersebut sebelum pindah ke tujuan berikutnya, b.
Alat ukur atau butir tes untuk menentukan penguasaan peserta didik terhadap bahan pembelajaran yang sudah dipelajarinya, dikembangkan berdasarkan tujuan pembelajaran. Kalau sekiranya terdapat 60 tujuan instruksional khusus (TIK) yang telah dipelajari selama satu periode maka untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik dikembangkan 60 butir tes (misalnya pilihan ganda). Ini berarti setiap TIK dibuat satu alat ukur berupa satu tes (obyektif-pilihan ganda). Dengan tersedianya satu alat untuk satu tujuan, maka setelah pengadministrasian dan pengolahan jawaban peserta didik akan dapat dibuat pada penguasaan masing-masing peserta didik terhadap 60 buah tujuan (TIK) yang telah diselesaikan melalui analisis nilai peserta pembelajaran.
Melalui peta jawaban tersebut dapat dibaca tingkat penguasaan setiap peserta didik dan juga dapat dibaca tujuan mana yang telah dikuasai oleh sebagian kecil peserta didik, dan tujuan mana yang hampir semua peserta didik sudah menguasainya.
Dalam pendekatan acuan kriteria (PAK) diharapkan peserta didik menguasai semua tujuan yg telah dibelajarkan, namun dalam kenyataan harapan ini sukar dicapai, sehingga kita perlu ditawarkan adanya batas minimal (kriteria ketuntasan minimum, KKM) tingkat pencapaia tujuan tersebut. Misalnya seorang siswa SMK tingkat I dikatakan menguasai kegiatan belajar IPA kalau minimal 75% dari pertanyaan yang tertuang dalam tes formatif dapat dijawab dengan benar. KKM digunakan untuk syarat melanjutkan pada kegiatan belajar/ materi selanjutnya.
Ada persamaan pengembangan butir soal untuk PAN dan PAK, antara lain keduanya menentukan lebih dahulu hasil kemampuan apa yang akan diukur dan cara pengukuran yang bagaimana yang paling tepat untuk melihat kemampuan tersebut (dengan tes tulis, lisan, pengamatan dan sebagainya)
Pada pengembangan butir soal untuk PAN, tingkat kesukaran soal harus diperhatikan. Butir soal yang dikembangkan tidak seluruhnya mudah dan tidak semuanya harus sukar, tetapi kombinasi butir soal yang mudah, sedang, dan sukar. Sehinggga keseluruhan butir soal tersebut tingkat kesukarannya sekitar 50%. Pada pengembangan butir soal untuk PAK tingkat kesukarannya tidak diperhatikan karena maksud soal ini bukan membedakan anak pintar dari yang kurang pintar, tetapi melihat tingkat penguasaan seseorang terhadap bahan atau tujuan instruksional. Juga daya pembeda tidak diperhatikan dalam PAK, justru yang menjadi perhatian adalah daya serap anak didik. Sebiknya semua bahan atau tujuan instruksional dapat dikuasai oleh siswa (tingkat penguasaan 100%). Jika tidak maka ada lembaga pendidikan yang merasa cukup dengan tingkat penguasaan 75% atau 80%.
Menentukan Nilai Menurut PAK
Di atas telah dicontohkan bahwa tingkat penguasaan minimal (KKM) IPA SMK misalnya 75%. Jika si Amir pada akhir semester menurut daftar nilai guru mendapatkan nilai 85%, 90%, 94%, 82% dan 96% maka nilai rata-rata Amir 89,4%. Angka rata-rata 89,4% dalam skala 1-100 adalah 89,4, dan dalam skala 1-10 menjadi 8,94. Jika nilai matapelajaran IPA tadi harus menggunakan konversi huruf (A, B, C, D, dan E) maka nilai Amir adalah B. Konversi nilainya adalah sbb:
95< = A
86- 95 = B
81-85 = C,
76-80 = D,
<75 = E
Pemanfaatan PAK
Menurut Payne (1974), penerapan PAK dalam hal sebagai berikut:
1. Penempatan seseorang dalam rentetan kegiatan belajar
2. Untuk mendiagnosis kemampuan seseorang dalam pembelajaran. Artinya informasi yang diperoleh melalui diagnosis ini langsung dapat digunakan oleh anak didik untuk mengatur langkah apa yang harus dilakukan, atau guru dapat langsung menentukan keperluan anak didik agar proses pembelajaran membawa manfaat yang lebih bermakna bagi anak didik tersebut.
3. Jika dilakuka secara periodik dDapat digunakan untuk memonitor kemajuan setiap anak didik dalam proses pembelajaran. Secara berkelanjutan dapat diketahui status seseorang dalam satu rentetan kegiatan belajar. Akhirnya dapat memacu atau memotivasi semangat belajar siswa.
4. Kemampuan masing-masing anak didik untuk menyelesaikan kurikulum secara kumulatif akandapat menentuka keterlaksanaan kurikulum.
5. Untuk melacak kemampuan khusus para anak didiknya dalam satu bidang studi.
6. Untuk segera mengetahui kelemahan proyek atau program dan segera dilakukan penyesuaian agar dicapai hasil yang paling optimal.