LEMBAR BELAJAR SISWA 16
KONSEP KESEHATAN DAN KESELAMATAN
KERJA (K3)
Pengertian K3
Pengertian (definisi)
K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) umumnya terbagi menjadi 3 (tiga) versi di
antaranya ialah pengertian K3 menurut Filosofi, Keilmuan serta menurut standar OHSAS
18001:2007. Berikut adalah pengertian dan definisi K3 (Keselamatan
dan Kesehatan
Kerja) tersebut :
1)
Pengertian (Definisi) K3 Menurut Filosofi
(Mangkunegara)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun
rohani tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan
budaya menuju masyarakat adil dan makmur.
2)
Pengertian (Definisi) K3 Menurut Keilmuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua Ilmu
dan Penerapannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja, penyakit
akibat kerja (PAK), kebakaran, peledakan dan
pencemaran lingkungan.
3)
Pengertian (Definisi) K3 Menurut OHSAS 18001:2007
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua kondisi
dan faktor yang dapat
berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain
(kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat
kerja.
Ketiga versi
pengertian K3 di atas adalah pengertian K3 yang umum (paling sering) digunakan
di antara versi-versi pengertian K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) lainnya.
Pengertian Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi dalam ilmu kesehatan dan kedokteran
beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja memperoleh derajad kesehatan
setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap
penyakit-penyakit umumnya.
Program kesehatan kerja merupakan suatu hal penting dan perlu diperhatikan
oleh pihak pengusaha. Karena dengan adanya program kesehatan yang baik akan
menguntungkan para karyawan secara material, karena karyawan akan lebih jarang
absen, bekerja dengan lingkungan yang lebih menyenangkan, sehingga secara
keseluruhan karyawan akan mampu bekerja lebih lama.
Hakikat dari kesehatan kerja adalah sebagai berikut :
1. Sebagai alat untuk mencapai derajad kesehatan tenaga kerja yang setingginya
baik, buruh, petani, nelayan, pegawai negri atau pekerja bebas, dengan demikian
dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga kerja.
2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berdasarkan kepada
meningginya efesiensi dan daya
3. produktivitas faktor manusia dalam produksi.
4. Penerapan program keselamatan kerja
Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja menunjukkan pada kondisi yang aman atau selamat dari
penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Definisi lain, Keselamatan
kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta
cara–cara melakukan pekerjaan. Keselamata kerja adalah usaha-usaha yang
bertujuan untuk menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja (baik
jasmaniah maupun rohaniah), beserta hasil karya dan alat-alat kerjanya ditempat
kerja.
Usaha-usaha tersebut harus dilaksanakan oleh semua unsur yang terlibat
dalam proses kerja, yaitu pekerja itu sendiri, pengawas/kepala kelompok
kerja,perusahaan,pemerintah,dan masyarakat pada umumnya. Tanpa ada kerja sama
yang baik dari semua unsur tersebut tujuan keselamatan kerja tidak mungkin
dapat dicapai secara maksimal.
Adapun sasaran keselamatan keerja secara terinci adalah :
1. Mencegah terjadinya kecelakaan
ditempat kerja.
2. Mencegah timbulnya penyakit akibat
kerja.
3. Mencegah/mengurangi kematian akibat
kerja
4. Mencegah atau mengurangi cacat tetap
5. Mengamankan material, konstruksi, pemakaian,
pemeliharaan bangunan-bangunan, alat-alat kerja, mesin-mesin, dan
instalasi-instalasi.
6. Meningkatkan produktivitas kerja
tanpa memeras tenaga kerja dan menjamin kehidupan produktifnya.
7. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih,
nyaman, dan aman sehingga dapat menimbulkan kegembiraan semangat kerja.
8. Memperlancar, meningkatkan dan
mengamankan produksi, industri serta pembangunan.
Ruang lingkup dari keselamatan kerja yaitu:
1. Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan
proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaannya.
2. Keselamatan kerja adalah dari, oleh, dan untuk setiap tenaga kerja serta
orang lain, dan juga masyarakat pada umumnya.
3. Sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian akibat
kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang utama bagi
keamanan tenaga kerja.
4. Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi dan distribusi, baik
barang, maupun jasa.
Istilah kesehatan dan keselamatan kerja mengacu pada kondisi psikologis
fisik dan psikologis pekerja yang merupakan hasil dari lingkungan yang
diberikan oleh perusahaan. Jika suatu perusahaan melakukan pengukuran keamanan
dan kesehatan yang efektif, semakin sedikit pegawai yang mengalami dampak
penyakit jangka pendek atau jangka panjang akibat bekerja di perusahaan
tersebut. Penggunaan alat kerja harus benar-benar di perhatikan oleh setiap
perusahaan. Alat keselamatan kerja juga harus memenuhi standar kesehatan dan
keselamatan kerja nasional seperti penggunaan helm safety, jacket safety dan
juga sepatu safety.
Suatu program keselamatan dan kesehatan kerja di bidang konstruksi yang
efektif mempunyai banyak fungsi paralel. Parker dan Oglesby, (1972) secara
garis besar telah mengkategorikan hal ini sebagai berikut:
a. Faktor kepribadian atau
perilaku.
·
Pekerja : latihannya, kebiasaan, kepercayaan,
kesan, latar-belakang pendidikan dan kebudayaan, sikap sosial serta
karakteristik fisik.
· Lingkungan pekerjaan : sikap dan kebijaksanaan dari para pengusaha serta manajer, pengawas, penyelia serta kawan sekerja pada proyek.
b. Faktor fisik.
·
Kondisi pekerjaan : ditentukan oleh
jenis bahaya yang melekat tidak terpisahkan dengan pekerjaan yang sedang
dilaksanakan, maupun oleh bahaya terhadap kesehatan kerja yang ditimbulkan oleh
metoda dan material serta lokasi dari pekerjaan itu. Oleh sebab itu usahakan
selalu mematuhi standar kerja dengan menggunakan alat keselamatan kerja seperti
menggunakan sepatu safety dan lain-lain.
· Penyingkiran bahaya mekanis : pemakaian pagar/batas, pera-latan serta prosedur untuk melindungi pekerjaan secara fisik terhadap daerah atau situasi yang berbahaya.
Program Pelayanan Kesehatan Kerja
Sebagaimana pelayanan kesehatan masyarakat pada umumnya, pelayanan kesehatan dan keselamatan masyarakat pekerja yaitu meliputi pelayanan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.
1. Pelayanan Preventif.
Pelayanan ini diberikan guna mencegah
terjadinya penyakit akibat kerja, penyakit menular di lingkungan kerja dengan
menciptakan kondisi pekerja dan mesin atau tempat kerja agar ergonomis, menjaga
kondisi fisik maupun lingkungan kerja yang memadai dan tidak menyebabkan sakit
atau membahayakan pekerja serta menjaga pekerja tetap sehat.
Kegiatannya antara lain meliputi:
1). Pemeriksaan kesehatan yang terdiri atas:
a. Pemeriksaan awal/sebelum kerja.
b. Pemeriksaan berkala.
c. Pemeriksaan khusus.
2). Imunisasi.
3). Kesehatan lingkungan kerja.
4). Perlindungan diri terhadap bahaya dari pekerjaan.
5). Penyerasian manusia dengan mesin dan alat kerja.
6). Pengendalian bahaya lingkungan kerja agar ada dalam kondisi aman (pengenalan, pengukuran dan evaluasi).
2. Pelayanan Promotif.
Peningkatan kesehatan (promotif) pada
pekerja dimaksudkan agar keadaan fisik dan mental pekerja senantiasa dalam
kondisi baik. Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sehat dengan
tujuan untuk meningkatkan kegairahan kerja, mempertinggi efisiensi dan daya
produktivitas tenaga kerja
Kegiatannya antara lain meliputi:
1). Pendidikan dan penerangan tentang kesehatan kerja.
2). Pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja yang sehat.
3). Peningkatan status kesehatan (bebas penyakit) pada umumnya.
4). Perbaikan status gizi.
5). Konsultasi psikologi.
6). Olah raga dan rekreasi.
3. Pelayanan Kuratif.
Pelayanan pengobatan terhadap tenaga kerja yang menderita sakit akibat kerja dengan pengobatan spesifik berkaitan dengan pekerjaannya maupun pengobatan umumnya serta upaya pengobatan untuk mencegah meluas penyakit menular di lingkungan pekerjaan. Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sudah memperlihatkan gangguan kesehatan/gejala dini dengan mengobati penyakitnya supaya cepat sembuh dan mencegah komplikasi atau penularan terhadap keluarganya ataupun teman kerjanya.
Kegiatannya antara lain meliputi:
1). Pengobatan terhadap penyakit umum.
2). Pengobatan terhadap penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
4. Pelayanan Rehabilitatif.
Pelayanan ini diberikan kepada pekerja
karena penyakit parah atau kecelakaan parah yang telah mengakibatkan cacat,
sehingga menyebabkan ketidakmampuan permanen, baik sebagian atau seluruh
kemampuan bekerja yang biasanya mampu dilakukan sehari-hari.
Kegiatannya antara lain meliputi:
1). Latihan dan pendidikan pekerja
untuk dapat menggunakan kemampuannya yang masih ada secara maksimal.
2). Penempatan kembali tenaga kerja
yang cacat secara selektif sesuai kemampuannya.
3). Penyuluhan pada masyarakat dan pengusulan agar mau menerima tenaga kerja yang cacat akibat kerja.
Potensial Bahaya di Lokasi Kerja.
Bahaya potensial di lokasi kerja (secara umum) dibagi menjadi lima perantara diantaranya: Chemical Agent, Physical Agent, Biological Agent, Psychological Agent, Ergonomical Agent/Mecanical Agent.
1. Chemical agent.
Bahan kimia yang berpotensi menimbulkan
bahaya (di Laboratorium) adalah:
a. Asam Nitrat (HNO3)
b. Asam Sulfat ( H2SO4)
c. Asam Klorida (HCL)
d. N-Hexane
e. Aseton
f. Asam Peroksida (H2O2)
2. Debu.
Debu dan uap/asap (fume) merupakan
salah satu sumber gangguan yang tidak dapat diabaikan. Dalam kondisi tertentu
debu merupakan bahaya yang dapat menimbulkan kerugian besar. Tempat kerja yang
prosesnya mengeluarkan debu atau uap, dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan
kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru-paru, bahkan dapat
menimbulkan keracunan umum.
Pekerjaan di lokasi tertentu dapat
mengeluarkan debu atau uap diantaranya pemrosesan material logam, keramik atau
gelas yang dapat berupa pengeboran, pemotongan, pembubutan, pengelasan
pemanasan atau pembakaran. Kegiatan lainnya yang dapat menimbulkan debu atau
uap yaitu penyolderan yang terkait dengan pekerjaan elektronika dan pemipaan
tembaga. Debu juga dapat ditimbulkan dari bahan insulasi termal maupun akustik,
misalnya debu dari glasswool.
Pengontrolan debu dalam ruang kerja:
a. Metode pencegahan terhadap debu dan
uap ialah:
Memakai metode basah: Lantai disiram air supaya debu tak beterbangan di
udara. Pengeboran basah (wet drilling) untuk mengurangi debu yang ada di udara.
Debu jika di semprot dengan uap air akan berflocculasi lalu mengendap.
Dengan alat: Scrubber, Elektropresipitator, Ventilasi umum.
b. Pencegahan terhadap sumber:
diusahakan debu tidak keluar dari sumber yaitu dengan pemasangan local
exhauster.
c. Perlindungan diri terhadap pekerja antara lain berupa tutup hidung atau masker.
3. Kebisingan.
Bising dapat diartikan sebagai suara
yang timbul dari getaran-getaran yang tidak teratur dan periodik, kebisingan
merupakan suara yang tidak dikehendaki. Manusia masih mampu mendengar bunyi
dengan frekuensi antara 16-20.000 Hz, dan intensitas dengan nilai ambang batas
(NAB) 85 dB (A) secara terus menerus. Intensitas lebih dari 85 dB dapat
menimbulkan gangguan dan batas ini disebut critical level of intensity.
Kebisingan merupakan masalah kesehatan kerja yang timbul di Laboratoria Teknik
Fisika. Sumber kebisingan berasal aktivitas di laboratorium material logam atau
dari peralatan praktikum atau penelitian (misalnya bising dari kompresor).
Pengaruh utama dari kebisingan terhadap
kesehatan adalah kerusakan pada indera-indera pendengar, yang menyebabkan
ketulian progresif.
Gangguan kebisingan di tempat kerja
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Gangguan Fisiologis.
Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising.
Dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan
atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas sehingga dapat
menimbulkan kecelakaan kerja. Pembicara terpaksa berteriak-teriak, selain
memerlukan tenaga ekstra juga menimbulkan kebisingan. Kebisingan juga dapat
mengganggu cardiac output dan tekanan darah.
b. Gangguan Psikologis.
Gangguan fisiologis lama-lama bisa menimbulkan gangguan psikologis. Suara
yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan stress, gangguan jiwa, sulit
konsentrasi dan berpikir, dan lain-lain.
c. Gangguan Patologis Organis.
Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat
pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat
sementara hingga permanen.
Pengendalian Kebisingan di lingkungan
kerja.
a. Menghilangkan transmisi kebisingan terhadap pekerja.
Untuk menghilangkan atau mengurangi transmisi kebisingan terhadap pekerja
dapat dilakukan dengan isolasi tenaga kerja atau mesin yaitu dengan menutup
atau menyekat mesin atau alat yang yang mengeluarkan bising. Pada dasarnya
untuk menutup mesin mesin yang bising adalah sebagai berikut:
1) Menutup mesin serapat mungkin.
2) Mengolah pintu-pintu dan semua lobang secara akustik.
3) Bila perlu mengisolasi mesin dari lantai untuk mengurangi penjalaran
getaran.
b. Menghilangkan kebisingan dari sumber suara.
Menghilangkan kebisingan dari sumber suara dapat dilakukan dengan
menempatkan perendam dalam sumber getaran.
c. Mengadakan perlindungan terhadap karyawan.
Usaha melindungi karyawan dari kebisingan di lingkungan kerja dengan memakai alat pelindung diri untuk telinga telinga atau personal protective device yaitu berupa ear plugs dan ear muffs.
4. Suhu Udara.
Suhu tubuh manusia yang dapat kita
raba/rasakan tidak hanya didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh
panas lingkungan. Makin tinggi panas lingkungan, semakin besar pula pengaruhnya
terhadap suhu tubuh. Sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan, makin banyak
pula panas tubuh akan hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran panas antara
tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan
sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran ini serasi dan seimbang,
tidak akan menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja maupun kesehatan kerja.
Tekanan panas yang berlebihan merupakan
beban tambahan yang harus diperhatikan dan diperhitungkan. Beban tambahan
berupa panas lingkungan dapat menyebabkan beban fisiologis misalnya kerja
jantung menjadi bertambah. Nilai ambang batas untuk cuaca (iklim) kerja adalah
21oC – 30oC suhu basah. Suhu efektif bagi pekerja di
daerah tropis adalah 22oC – 27oC. Yang dimaksud dengan
suhu efektif adalah suatu beban panas yang dapat diterima oleh tubuh dalam
ruangan. Suhu efektif akan memberikan efek yang nyaman bagi orang yang berada
di luar ruangan. Cuaca kerja yang diusahakan dapat mendorong produktivitas
antara lain dengan pengondisian udara di tempat kerja.
Kesalahan-kesalahan sering dibuat
dengan membuat suhu terlalu rendah yang berakibat keluhan-keluhan dan kadang
diikuti meningkatnya penyakit pernafasan. Sebaiknya diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Suhu diset pada 25oC – 26oC.
b. Penggunaan AC di tempat kerja perlu disertai pemikiran tentang keadaan
pengaturan suhu di rumah.
c.
Bila perbedaan suhu di dalam dan luar
lebih 5oC, perlu adanya suatu kamar adaptasi.
Contoh: suhu panas dari kompor, preheating furnace, porcelain furnace, pengecoran logam, dan lain-lain.
5. Kelembaban Udara.
Kelembaban adalah: banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh suhu udara, dan secara bersama-sama antara suhu, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan suhu udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara panas tubuh dengan suhu di sekitarnya.
6. Pencahayaan.
Pada umumnya pekerjaan memerlukan upaya penglihatan. Untuk melihat manusia membutuhkan pencahayaan. Oleh sebab itu salah satu masalah lingkungan di tempat kerja yang harus diperhatikan adalah pencahayaan. Pencahayaan yang kurang memadai merupakan beban tambahan bagi pekerja, sehingga dapat menimbulkan gangguan performance (penampilan) kerja yang akhirnya dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
7. Radiasi
Sumber radiasi dapat berasal dari alam dan buatan. Dampak radiasi terhadap kesehatan tergantung pada: lamanya terpapar, jumlah yang diserap, tipe dan lebih spesifik lagi adalah panjang gelombang. Pancaran yang paling berbahaya adalah gelombang pendek, termasuk ionisasi dan radiasi sinar ultraviolet. Akibat radiasi ultraviolet pada umumnya mengenai mata dan kulit, bila mengenai mata dapat menyebabkan conjuctivitis.
Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja
Terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu bentuk kerugian baik bagi
korban kecelakaan kerja maupun Perusahaan/Organisasi. Upaya pencegahan
kecelakaan kerja diperlukan untuk menghindari kerugian-kerugian yang timbul
serta untuk meningkatkan kinerja keselamatan kerja di tempat kerja. Berdasarkan
teori domino effect penyebab kecelakaan kerja, maka dapat dirancang berbagai
upaya untuk mencegah kecelakaan kerja di tempat kerja, antara lain :
1. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pengendalian Bahaya Di Tempat
Kerja :
a. Pemantauan dan Pengendalian Kondisi Tidak Aman di tempat kerja.
b. Pemantauan dan Pengendalian Tindakan Tidak Aman di tempat kerja.
2. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pembinaan dan Pengawasan :
a. Pelatihan dan Pendidikan K3 terhadap tenaga kerja.
b. Konseling dan Konsultasi mengenai penerapan K3 bersama tenaga kerja.
c. Pengembangan Sumber Daya ataupun Teknologi yang berkaitan dengan
peningkatan penerapan K3 di tempat kerja.
3. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Sistem Manajemen :
a. Prosedur dan Aturan K3 di tempat kerja.
b. Penyediaan Sarana dan Prasarana K3 dan pendukungnya di tempat kerja.
c. Penghargaan dan Sanksi terhadap penerapan K3 di tempat kerja kepada tenaga
kerja.
Jenis-Jenis APD (Alat Pelindung Diri)
Pengertian (Definisi)
Alat Pelindung Diri (APD) ialah kelengkapan wajib yang digunakan saat bekerja
sesuai dengan bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan tenaga kerja
itu sendiri maupun orang lain di tempat kerja.
Beberapa kelengkapan atau peralatan yang "WAJIB" digunakan saat melakukan aktivitas bekerja yang disesuaikan dengan potensi risiko bahaya dalam kaitannya untuk menjaga kesehatan dan keselamatan kerja baik pada pekerja itu sendiri maupun orang disekitarnya disebut juga dengan Alat Pelindung Diri (APD). Penggunaan APD tersebut telah diatur oleh pemerintah melalui peraturan menteri Tenaga Kerja. Beberapa alat pelindung diri yang dimaksudkan dapat dilihat di bawah ini:
1. Sabuk
Keselamatan (safety belt)
Alat pelindung ini digunakan untuk menghindari
terjadinya benturan pada saat berkendara, misalnya mobil, pesawat terbang, alat
berat dan lain-lain.
2. Sepatu Karet (sepatu boot)
Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di
tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk
melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
3. Sarung Tangan (Gloves)
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat
bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan
dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
4. Masker (Respirator)
Masker dapat berfungsi sebagai pelindung hidung
dan penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat yang memiliki kualitas
udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
5. Tali Pengaman (Safety Harness)
Pada pekerjaan yang berada di ketinggian, sangat
memerlukan alat pelindung diri berupa tali pengaman (safety harness). Alat
pelindung diri ini digunakan jika bekerja pada ketinggian lebih dari 1.8 meter.
Hal ini akan melindungi pekerja agar terhindar dari potensi jatuh dari
ketinggian.
6. Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff)
Guna melindungi telinga dari sumber suara yang
cukup tinggi diperlukan penutup telinga. Hal ini dimaksudkan karena telinga
tidak mampu menahan suara dalam intensitas yang tinggi dan memekakkan telinga.
7. Sepatu pelindung (safety shoes)
Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit
dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah
kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda
panas, cairan kimia, dsb.
8. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)
Pada pekerjaan pengelasan maupun pekerjaan
permesinan perlu menggunakan pelindung mata. Hal ini untuk melindungi mata dari
percikan api ataupun serpihan dari besi yang mengalami proses pengerjaan
permesinan.
9. Safety Helmet (Helm pelindung kepala)
Alat ini berfungsi untuk melindungi kepala dari
benda yang berpotensi mengenai kepala secara langsung maupun tidak langsung.
10. Pelindung wajah (Face Shield)
Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan
benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda)
Alat pelindung diri
ini sudah seharusnya digunakan oleh seluruh pekerja dalam kaitannya sebagai
tindakan preventif dari potensi terjadinya kecelakaan kerja. Alat pelindung
diri ini juga harus memenuhi standard teknis yang ditentukan oleh pemerintah.
Secara garis besar, penggunaan APD ini tidak dapat melindungi tubuh secara
sempurna, akan tetapi penggunaan APD ini lebih ditujukan kepada tindakan
preventif terjadinya kecelakaan kerja dan dapat meminimalisasi keluhan atau
penyakit yang berpotensi terjadi. Alat Pelindung Diri ini memiliki beberapa
kelemahan seperti:
a.Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna
b.Tenaga kerja
tidak merasa aman karena ukuran yang terkadang tidak sesuai
c.Komunikasi
terganggu
Tugas LBS 16.1
Carilah sebuah foto suatu peristiwa/gejala alam tertentu. Berdasarkan foto tersebut, buatlah uraian
penjelas, sebagai jawaban pertanyaan berikut ini. Menurut kaliyan ;
1.
Gambaran peristiwa apa yang sedang
terjadi?
2.
Apa gejala/ tanda awal yang bisa
muncul, sebelum peristiwa itu terjadi?
3.
Peristiwa apa yang akan terjadi
berikutnya?
Sumber Belajar:
1. https://www.safetyshoe.com/tag/pengertian-kesehatan-kerja/
2. http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/189
3. https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/10/pencegahan-kecelakaan-kerja.html
4. https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/10/alat-pelindung-diri-apd.html
5. http://rimantho.blogspot.com/2015/03/alat-pelindung-diri-dalam-k3.html
LEMBAR BELAJAR SISWA 17
ASPEK LEGAL K3
Lambang (Logo/Simbol) K3
1.
Bentuk
lambang K3: palang dilingkari roda bergigi sebelas berwarna hijau di atas warna
dasar putih.
2.
Arti
dan Makna simbol/lambang/logo K3 :
o Palang : bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK).
o Roda Gigi : bekerja dengan kesegaran
jasmani dan rohani.
o Warna Putih : bersih dan suci.
o Warna Hijau : selamat, sehat dan
sejahtera.
o Sebelas gerigi roda : sebelas bab dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Dasar Hukum K3
Perundang-undangan
K3 ialah salah satu alat kerja yang penting bagi para Ahli K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) guna menerapkan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di tempat
kerja. Kumpulan perundang-undangan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Republik Indonesia tersebut antara lain :
1. Undang-Undang K3
1) Undang-Undang
Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie).
2) Undang-Undang
No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
3) Undang-Undang
Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang Ketenagakerjaan.
2. Peraturan Pemerintah terkait K3
1) Peraturan
Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).
2) Peraturan
Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan
Peredaran Pestisida.
3) peraturan
Pemerintah No 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja
di Bidang Pertambangan.
4) Peraturan
Pemerintah No 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan
Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.
3. Peraturan Menteri terkait K3
1) Permenakertranskop
RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
2) Permenakertrans
RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pengangkutan
dan Penebangan Kayu.
3) Permenakertrans
RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai
Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja.
4) Permenakertrans
RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan Hygienen Perusahaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
5) Permenakertrans
RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.
6) Permenakertrans
RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
7) Permenakertrans
RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat
Pemadam Api Ringan.
8) Permenakertrans
RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
9) Permenakertrans
RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.
10) Permenakertrans
RI No 2 Tahun 1982 tentang Kualifikasi Juru Las.
11) Permenakertrans
RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.
12) Permenaker
RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis.
13) Permenaker
RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes.
14) Permenaker
RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi.
15) Permenaker
RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.
16) Permenaker
RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
17) Permenaker
RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap.
18) Permenaker
RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat.
19) Permenaker
RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi-instalasi Penyalur Petir.
20) Permenaker
RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
21) Permenaker
RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
22) Permenaker
RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
23) Permenaker
RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga
Kerja dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
24) Permenaker
RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
25) Permenaker
RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan tata Kerja Dokter
Penasehat.
26) Permenaker
RI No 3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift
untuk Pengangkutan Orang dan Barang.
4. Keputusan Menteri terkait K3
1) Kepmenaker
RI No 155 Tahun 1984 tentang Penyempurnaan keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor Kep 125/MEN/82 Tentang Pembentukan, Susunan dan Tata Kerja
Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2) Keputusan
Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI No 174 Tahun 1986 No
104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan
Konstruksi.
3) Kepmenaker
RI No 1135 Tahun 1987 tentang Bendera keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4) Kepmenaker
RI No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
5) Kepmenaker
RI No 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.
6) Kepmenaker
RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
7) Kepmenaker
RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.
8) Kepmenaker
RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.
9) Kepmenakertrans
RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No
SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000)
di Tempat Kerja.
10) Kepmenakertrans
RI No 235 Tahun 2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan,
Keselamatan atau Moral Anak.
11) Kepmenakertrnas
RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat
Kerja.
5. Instruksi Menteri terkait K3
- Instruksi Menteri Tenaga Kerja No 11 Tahun 1997 tentang Pengawasan
Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran.
6. Surat Edaran dan Keputusan Dirjen
Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan terkait K3
1) Surat
keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja RI No 84 Tahun 1998 tentang Cara
Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan.
2) Keputusan
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan
No 407 Tahun 1999 tentang Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi
Lift.
3) Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No 311 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik.
Kesehatan Kerja Menurut UU
Ketenagakerjaan
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) juga mengatur
ikhwal kesehatan kerja dalam satu paragraf dengan keselamatan kerja. Pengaturan
dalam Pasal 86 dan 87 UU Ketenagakerjaan sangat sumir.
Dalam passal tersebut antara lain ditentukan sebagai berikut:
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja;
2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
3.
Setiap perusahaan wajib menerapkan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan
sistem manajemen perusahaan.
Kewajiban Tenaga Kerja Terhadap Penerapan K3
Kewajiban Tenaga Kerja Terhadap Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) di tempat kerja tertuang dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja pasal 12 dimana terdapat 5 (lima) kewajiban utama tenaga
kerja dalam penerapan K3 di tempat kerja, antara lain :
1. Memberi keterangan yang benar apabila diminta pegawai pengawas /
keselamatan kerja.
2. Menggunakan (APD) Alat Pelindung Diri yang diwajibkan.
3. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
4. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat K3 yang
diwajibkan.
5. Menyatakan keberatan kerja dimana syarat K3 dan APD yang diwajibkan
diragukan olehnya kecuali dalam hal khusus ditentukan lain oleh pegawai
pengawas dalam batas yang dapat dipertanggungjawabkan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja merupakan
tanggung-jawab bersama. Dengan saling menunaikan kewajiban di tempat kerja,
maka diharapkan penerapan K3 dapat dilaksanakan dengan baik. Perusahaan dan
tenaga kerja sama-sama memiliki kewajiban terhadap penerapan K3 di tempat
kerja.
Kewajiban Pengelola Tempat Kerja
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) memandang upaya
kesehatan kerja sangat penting untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan kesehatan, serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan. Oleh karena itu kesehatan kerja diatur dalam bab tersendiri, yaitu
Bab XII yang terdiri dari Pasal 164 sampai dengan Pasal 166.
Upaya kesehatan kerja meliputi pekerja di sektor formal, yaitu pekerja yang
bekerja dalam hubungan kerja dan informal, yaitu pekerja yang bekerja di luar
hubungan kerja. Upaya kesehatan kerja dimaksud berlaku bagi setiap orang selain
pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja.
Upaya kesehatan kerja sebagaimana tersebut di atas berlaku juga bagi
kesehatan pada lingkungan Tentara Nasional Indonesia, baik darat, laut, maupun
udara, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemerintah menetapkan
standar kesehatan kerja yang berlaku bagi upaya kesehatan.
UU Kesehatan menentukan 3 kewajiban pengelola tempat kerja, yaitu:
1. Menaati standar kesehatan kerja yang ditetapkan oleh Pemerintah dan
menjamin lingkungan kerja yang sehat; serta
2. Bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3.
Melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga
kerja.
Pekerja diwajibkan oleh UU Kesehatan untuk menciptakan dan menjaga
kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati peraturan yang berlaku di tempat
kerja. UU Kesehatan juga menentukan bahwa hasil pemeriksaan kesehatan secara
fisik dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi yang
bersangkutan.
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai langkah preventif dalam pemilihan calon pegawai untuk memperoleh pegawai/pekerja yang memenuhi standar kesehatan yang ditentukan, sehingga produktifitas pekerja optimal.
Kewajiban Majikan atau Pengusaha
UU Kesehatan menentukan 3 kewajiban majikan atau pengusaha, yaitu:
1. Menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan, peningkatan,
pengobatan dan pemulihan;
2. Menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja; dan
3.
Menanggung biaya atas gangguan
kesehatan akibat kerja yang diderita oleh poekerja sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Selanjutnya ditentukan bahwa Pemerintah memberikan dorongan dan bantuan
untuk perlindungan pekerja sebagaimana tersebut di atas. Tidak ada penjelasan
mengenai cara memberikan dorongan dan bentuk bantuan yang diberikan oleh
Pemerintah.
Program Zero Accident (Kecelakaan Nihil) di Tempat Kerja
Program zero
accident (kecelakaan nihil) ialah tanda penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diberikan
pemerintah kepada manajemen perusahaan yang telah berhasil dalam
melaksanakan program Keselamatan dan Kesehatan
Kerja sehingga mencapai nihil kecelakaan (zero accident).
Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diberikan kepada
perusahaan yang telah berhasil mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa
menghilangkan waktu kerja.
Penghargaan zero
accident (kecelakaan nihil) diberikan dalam bentuk piagam dan plakat
yang ditetapkan melaui Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia.
Dasar
Hukum pelaksanaan program zero accident (kecelakaan nihil) di
tempat kerja
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
2. Undang-Undang No 13 Tahun 2013 tentang
Ketenagakerjaan.
3. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang
Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
5. Kepmenaker RI no 463 Tahun 1993 tentang
Pola Gerakan Nasional Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Kriteria/kategori/kelompok
Perusahaan peserta program zero accident (kecelakaan nihil) di
tempat kerja
1. Perusahaan Besar : jumlah tenaga
kerja keseluruhan lebih dari 100 (seratus) orang.
2. Perusahaan Menengah : jumlah
tenaga kerja keseluruhan antara 50 (lima puluh) orang sampai dengan 100
(seratus) orang.
3. Perusahaan Kecil : jumlah tenaga
kerja keseluruhan sampai dengan 49 (empat puluh sembilan) orang.
Kriteria/kategori/kelompok
kecelakan kerja yang menghilangkan waktu kerja menurut program zero
accident (kecelakaan nihil) antara lain :
1. Kecelakaan kerja yang menyebabkan tenaga kerja tidak dapat kembali bekerja dalam
waktu 2 x 24 jam.
2. Kecelakaan kerja ataupun insiden tanpa
korban jiwa (manusia/tenaga kerja) yang menyebabkan terhentinya
proses/aktivitas kerja maupun kerusakan peralatan/mesin/bahan melebihi shift
kerja normal berikutnya.
Tidak
termasuk dalam kriteria/kategori/kelompok kecelakaan kerja yang menghilangkan
waktu kerja menurut program zero accident (kecelakaan nihil)
di tempat kerja
1. Kehilangan waktu kerja akibat
kecelakaan kerja karena perang, bencana alam ataupun hal-hal lain di luar
kendali perusahaan.
2. Kehilangan waktu kerja karena proses
medis tenaga kerja.
Perhitungan
kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan kerja menurut program zero
accident (kecelakaan nihil) di tempat kerja
- Kehilangan
waktu kerja karena bagian tubuh cacat tetap (permanen) :
Tangan
dan Jari Tangan (hari)
·
Amputasi
seluruh atau
sebagian dari tulang: Ibu Jari Telunjuk Tengah Manis Kelingking
·
Ruas ujung : 300 100 75 60 50
·
Ruas
tengah : - 200 150 120 100
·
Ruas
pangkal : 600 400 300 240 200
·
Telapak
(antara jari-jari
dan pergelangan) :
900 600 500 450 -
·
Tangan
sampai pergelangan:3000
Kaki
dan Jari Kaki (hari)
Amputasi seluruh atau sebagian dari tulang: Ibu Jari Jari-Jari
Lainnya
·
Ruas ujung
: 150 35
·
Ruas
tengah: - 75
·
Ruas
pangkal: 300 150
·
Telapak
(antara jari-jari dan pergelangan) 600 350
·
Kaki
sampai pergelangan 2400
Lengan
(hari)
·
Tiap
bagian dari pergelangan sampai siku :
3600
·
Tiap
bagian dari atas siku sampai sambungan bahu :
4500
Tungkai
Kaki (hari)
·
Tiap
bagian dari atas mata kaki sampai lutut :
3000
·
Tiap
bagian dari atas lutu sampai pangkal paha
: 4500
Kehilangan
Fungsi (hari)
·
Satu mata :
1800
·
Kedua mata
dalam satu kasus kecelakaan kerja :
6000
·
Satu
telinga :
600
·
Kedua
telinga dalam satu kasus kecelakaan kerja :
3000
Lumpuh
Total & Kematian (hari)
·
Lumpuh
total permanen : 6000
·
Kematian : 6000
*catatan : untuk setiap luka ringan dimana tidak
terdapat amputasi tulang, maka kerugian hari kerja ialah
2. Kehilangan waktu kerja dimana tenaga
kerja tidak mampu bekerja kembali pada shift normal berikutnya sesuai jadwal
kerja.
Perhitungan
keseluruhan jam kerja dimulai sejak terjadinya kecelakaan kerja (insiden) yang
dapat mengakibatkan angka perhitungan jam kerja menjadi 0 (nol) yaitu kriteria
kecelakaan kerja yang menghilangkan waktu kerja, dan bertambah secara kumulatif
sesuai jam kerja yang dicapai.
Perhitungan jam kerja
keseluruhan meliputi semua jam kerja nyata tenaga kerja yang melaksanakan
kegiatan perusahaan termasuk kontraktor dan sub-kontraktornya pada
masing-masing bidang pekerjaan.
Ketentuan pemberian penghargaan zero accident (kecelakaan
nihil)
1. Bagi perusahaan besar : tidak
terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja
berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 6.000.000 (enam juta)
jam kerja tanpa kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja.
2. Bagi perusahaan menengah : tidak
terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja
berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 1.000.000 (satu juta)
jam kerja tanpa kecelakaan kerja (inseden) yang menghilangkan waktu kerja.
3. Bagi perusahaan kecil : tidak
terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja
berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 300.000 (tiga ratus
ribu) jam kerja tanpa kecelakaan kerja (inseden) yang menghilangkan waktu
kerja.
4. Bagi perusahaan sektor konstruksi :
perusahaan kontraktor utama yang telah selesai melaksanakan pekerjaan tanpa
terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja dengan waktu
pelaksanaan kegiatan minimal 1 (satu) tahun. Perusahaan sub-kontraktor
merupakan pendukung data bagi perusahaan kontraktor utama. Apabila terjadi
kecelakaan kerja (insiden) yang menyebabkan hilangnya waktu kerja baik pada
perusahaan kontraktor utama maupun pada perusahaan-perusahaan sub-kontraktor,
maka seluruh jam kerja yang telah dicapai menjadi 0 (nol) secara bersama.
Asuransi dan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah bagian dari risiko yang mesti diwaspadai setiap
karyawan, khususnya yang bekerja di bidang
yang memiliki risiko tinggi. Karyawan harus paham dan memiliki pengetahuan
yang cukup dalam mengantisipasi berbagai macam risiko kecelakaan yang mungkin
saja terjadi.
Salah satu langkah antisipasi yang dapat dilakukan sejak dini sebagai
pekerja adalah dengan mengikuti asuransi. Keuntungannya adalah karyawan secara
otomatis akan mendapatkan jaminan kecelakaan kerja yang didaftarkan perusahaan
melalui BPJS Ketenagakerjaan. Keikutsertaan program ini bersifat wajib.
Sayangnya, perlindungan dalam BPJS Ketenagakerjaan terkadang belum
mencukupi kebutuhan. Karena itu, bisa saja Anda memerlukan asuransi lainnya
semisal asuransi kecelakaan diri atau asuransi lainnya. Asuransi kecelakaan
diri sangat cocok bagi yang sering melakukan aktivitas yang rawan cedera atau
kecelakaan. Sebab asuransi ini memberikan santunan ketika terjadi cacat akibat
kecelakaan kerja, baik cacat ringan maupun tetap. Sebenarnya, apa bedanya
antara JKK dan asuransi kecelakaan diri? Berikut ini.
Terkadang kita masih dipusingkan dengan kedua istilah di atas, yaitu
jaminan kecelakaan kerja dan asuransi kecelakaan diri. Dalam kehidupan
sehari-hari, kita sering menyamakan keduanya dengan alasan bahwa tujuan dari
jaminan kecelakaan kerja ataupun asuransi kecelakaan diri memanglah sama, yaitu
untuk memberikan perlindungan terhadap risiko kerja yang tidak terduga.
Jika dilihat dari penyelenggara ataupun cakupan risiko yang dapat
ditanggung, sangatlah berbeda antara jaminan kecelakaan kerja dan asuransi
kecelakaan diri. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) merupakan program Pemerintah
yang diwajibkan bagi seluruh karyawan suatu perusahaan. JKK termasuk program
dari BPJS Ketenagakerjaan.
Sementara asuransi kecelakaan diri merupakan produk yang ditawarkan pihak
negara ataupun swasta yang ditujukan kepada orang yang ingin mendapatkan
manfaat lebih dari berbagai macam proteksi yang ditawarkan. Perbedaan yang
paling mencolok adalah jika proteksi dari JKK terbatas pada risiko kecelakaan
yang terjadi dalam hubungan kerja, asuransi kecelakaan diri lebih luas dari
itu.
Apa Itu Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK)?
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah program Pemerintah yang ditujukan
sebagai pemberian perlindungan terhadap para pekerja. JKK menjamin
risiko-risiko kecelakaan yang terjadi dalam lingkup pekerjaan dan hubungan
kerja. Risiko yang termasuk dalam kategori ini adalah kecelakaan dalam perjalanan
dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya. JKK juga berlaku atas penyakit
apa pun yang ditimbulkan lingkungan kerja.
Iuran JKK ditanggung pemberi kerja (perusahaan) yang dibayarkan ke BPJS
Ketenagakerjaan. Iuran yang dibayarkan disesuaikan dengan tingkat risiko
lingkungan kerja yang besarannya paling lama dievaluasi dalam dua tahun sekali.
Berikut ini adalah besaran persentase nilai iuran berdasarkan tingkat
risiko lingkungan kerja.
a. Tingkat risiko sangat rendah: 0,24% dari upah per bulan.
b. Tingkat risiko rendah: 0,54% dari upah per bulan.
c. Tingkat risiko sedang: 0,89% dari upah per bulan.
d. Tingkat risiko tinggi: 1,27% dari upah per bulan.
e. Tingkat risiko sangat tinggi: 1,74% dari upah per bulan.
Manfaat JKK
Dari iuran yang dibayarkan tersebut, ada tujuh manfaat yang dapat diambil,
di antaranya pelayanan kesehatan yang berupa perawatan dan pengobatan, program
return to work yang berupa pendampingan, kegiatan promotif dan preventif untuk
meningkatkan keselamatan kerja, rehabilitasi bagi peserta yang kehilangan
anggota badan atau sebagian anggota badannya tidak berfungsi, beasiswa
pendidikan anak bagi peserta yang meninggal dunia, masa berlakunya klaim yang
cukup panjang (2 tahun) setelah kecelakaan terjadi, dan santunan berupa uang.
Khusus santunan yang berupa uang, BPJS Ketenagakerjaan membaginya ke dalam
beberapa kategori, yaitu santunan penggantian biaya pengangkutan (pertolongan
pertama kecelakaan), santunan penggantian untuk kondisi sementara tidak mampu
bekerja, dan santunan cacat akibat kerja.
Cacat akibat kerja di sini masih dibagi menjadi tiga kategori lagi, yaitu:
a. Cacat sebagian/anatomis adalah cacat yang disebabkan kecelakaan kerja
sehingga mengakibatkan hilangnya sebagian atau beberapa bagian anggota tubuh.
b. Cacat sebagian fungsi/cacat kekurangan fungsi adalah cacat yang
mengakibatkan tidak bekerjanya atau berkurangnya fungsi sebagian atau beberapa
fungsi anggota tubuh untuk selamanya.
c. Cacat total adalah cacat yang menyebabkan peserta sudah tidak mampu lagi
bekerja untuk selamanya.
Prosedur Klaim JKK
Sebagai peserta yang terlindungi JKK BPJS Ketenagakerjaan ketika terjadi
kecelakaan kerja, bagaimana prosedur yang dilakukan untuk mengurus jaminan
sosial tersebut? Perusahaan akan melakukan dua tahapan laporan kecelakaan pada
BPJS Ketenagakerjaan:
a. Melaporkan kejadian setelah kecelakaan terjadi (maksimal 2 X 24 jam).
b. Kemudian melaporkan kembali kondisi peserta setelah mendapatkan penanganan
dokter.
Setelah itu, BPJS Ketenagakerjaan akan menghitung jumlah ganti rugi atau santunan yang akan diberikan kepada peserta atau ahli waris (jika peserta dinyatakan meninggal dunia).
Asuransi Kecelakaan Diri
Asuransi kecelakaan diri berbeda dengan JKK. Asuransi kecelakaan diri
merupakan produk yang ditawarkan perusahaan asuransi negara maupun swasta untuk
melayani masyarakat yang ingin mendapatkan proteksi lebih. Proteksi yang
ditawarkan bisa mencakup risiko-risiko di lingkungan kerja, rumah, ataupun di
mana saja sesuai dengan program yang dipilih.
Banyak sekali perusahaan asuransi yang menawarkan jenis proteksi kecelakaan
diri. Meskipun iuran yang dibayarkan cenderung lebih mahal dan harus ditanggung
sendiri oleh peserta, tingkat proteksi yang diberikan terbilang sangat lengkap.
Proteksi yang ditawarkan mulai dari biaya pengobatan, biaya perawatan, cacat
tetap, dan santunan kematian. Bahkan, sekarang ini banyak perusahaan asuransi
yang menawarkan ganti rugi 100% dari jumlah pertanggungan.
Dari semua penjelasan di atas, bisa disimpulkan banyak sekali santunan yang didapatkan dengan mengikuti JKK. Lebih dari itu jika masih merasa kurang dengan hanya mengikuti JKK, tidak ada salahnya Anda juga mendaftarkan diri pada jenis-jenis asuransi lainnya semisal asuransi kecelakaan diri. Semua itu tentu saja akan membantu meminimalkan atau mengganti semua kerugian yang diakibatkan kecelakaan yang sama sekali tidak terduga.
Tugas LBS 17.1
Tema: Informasi/rekaman kejadian kecelakaan kerja
Silahkan googling untuk mencari update informasi kejadian kecelakaan kerja
yang terjadi selama 3 bulan terakhir. Buatkan rangkuman terkait; kapan peristiwa terjadi, di mana, di
perusahaan apa, bagaimana kronologi kejadiannya, dan bagaimana penanganaan kurbannya.
Berikan tanggapan kalian terhadap peristiwa tersebut! Saran apa yang kaliyan
bisa usulkan untuk meningkatkan perbaikan kedepannya? Kirim hasil kerja anda
via email pak guru di mellu539@yahoo.co.id.
Tugas LBS 17.2
Tema: Rambu-rambu di Tempat
Kerja.
Rambu-rambu peringatan bahaya K3 di tempat kerja
bermanfaat sebagai manajemen visual di tempat kerja. Fungsinya sebagainsarana
untuk mengingatkan, mencegah kecelakaan kerja. Tugas anda, lakukan googling
untuk mencari macam-macam rambu peringatan kerja dan apa maknanya. Diantara
rambu tersebut, yang manakah yang sebaiknya juga dipasang di tempat kerja
(belajar) anda? Hasil kerja disimpan dalam file kemudian dikirimkank ke email; mellu539@yahoo.co.id
Sumber Belajar:
1) https://www.safetyshoe.com/tag/pengertian-kesehatan-kerja/
2) http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/189
3) https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/11/kumpulan-perundang-undangan-k3.html
4) https://www.cermati.com/artikel/santunan-kecelakaan-kerja-pilih-jkk-atau-asuransi