LEMBAR
BELAJAR SISWA 18
KONSEP
KEBENCANAAN
Definisi Bencana
Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut:
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam,
non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan
bencana sosial.
1.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain
berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor.
2.
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal
teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
3.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang
meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan
teror.
4.
Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang
terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban
dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda
lebih dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian.
5.
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan
yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng
bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.
6.
Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas
vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung
api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava,
gas racun, tsunami dan banjir lahar.
7.
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang
berarti gelombang ombak lautan ("tsu" berarti lautan,
"nami" berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang
ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat
gempa bumi.
8.
Tanah longsor merupakan salah satu jenis
gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau
keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.
9.
Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya
suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat.
10.
Banjir bandang adalah banjir yang datang secara
tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran
sungai pada alur sungai.
11.
Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh
di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan
lingkungan. Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah
kekeringan yang terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung,
kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan .
12.
Kebakaran adalah situasi dimana bangunan
pada suatu tempat seperti rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain
dilanda api yang menimbulkan korban dan/atau kerugian.
13.
Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan
di mana hutan dan lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan
lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran
hutan dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu
aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.
14.
Angin puting beliung adalah angin kencang yang
datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral
dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang
dalam waktu singkat (3-5 menit).
15.
Gelombang pasang atau badai adalah gelombang
tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah
Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah
lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh
kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.
16.
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga
gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut
juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh
terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa
disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab
utama abrasi.
17.
Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda
transportasi yang terjadi di darat, laut dan udara.
18.
Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang
disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human
act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan
yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan
peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan
pekerja yang terlibat di dalamnya.
19.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur
oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.
20.
Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru
hara adalah suatu gerakan massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib
sosial yang ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang
biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).
21.
Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh
setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan
sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas
atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan
sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan kerusakan
atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup
atau fasilitas publik internasional.
22.
Sabotase adalah tindakan yang dilakukan
untuk melemahkan musuh melalui subversi, penghambatan, pengacauan dan/ atau
penghancuran. Dalam perang, istilah ini digunakan untuk mendiskripsikan
aktivitas individu atau grup yang tidak berhubungan dengan militer, tetapi
dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa sruktur penting,
seperti infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain.
Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana
antara lain:
Bahaya alam (natural hazards) dan
bahaya karena ulah manusia (man-made
hazards) yang menurut United Nations
International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan
menjadi:
1.
Bahaya geologi (geological hazards),
2.
Bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards),
3.
Bahaya biologi (biological hazards),
4.
Bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan
kualitas lingkungan (environmental
degradation).
5.
Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta
elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana kapasitas yang
rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat.
Potensi Ancaman
Bencana
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada
pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia,
lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur
Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic
arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa – Nusa Tenggara, Sulawesi,
yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian
didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan
bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah
longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat
tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).
Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat
menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang
sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering
mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan
oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif
lainnya.
Selama kurun waktu 1600-2000 terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen
di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung
berapi dan 1 persen oleh tanah longsor. Wilayah pantai di Indonesia merupakan
wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantai
selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara,
pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di
Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun
waktu tahun 1600-2000, di daerah ini telah terjadi 32 tsunami yang 28 di
antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di
bawah laut.
Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu
panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin
yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi
topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun
kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat
menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana
hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan.
Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia,
kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya
jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor
dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di
Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana tanah longsor dan banjir
bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa daerah
lainnya. Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain
sedemikian rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses pembangunan tetap
menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem.
Pembangunan yang selama ini bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam
(terutama dalam skala besar) menyebabkan hilangnya daya dukung sumber daya ini
terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun ke tahun sumber daya hutan di
Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber daya mineral juga
mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering menyebabkan
peningkatan risiko bencana.
Pada sisi lain laju pembangunan mengakibatkan peningkatan akses masyarakat
terhadap ilmu dan teknologi. Namun, karena kurang tepatnya kebijakan penerapan
teknologi, sering terjadi kegagalan teknologi yang berakibat fatal seperti
kecelakaan transportasi, industri dan terjadinya wabah penyakit akibat
mobilisasi manusia yang semakin tinggi. Potensi bencana lain yang tidak kalah
seriusnya adalah faktor keragaman demografi di Indonesia.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2004 mencapai 220 juta jiwa yang
terdiri dari beragam etnis, kelompok, agama dan adat-istiadat. Keragaman tersebut
merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun
karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diimbangi dengan kebijakan dan
pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur yang merata dan memadai, terjadi
kesenjangan pada beberapa aspek dan terkadang muncul kecemburuan sosial.
Kondisi ini potensial menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat yang
dapat berkembang menjadi bencana nasional.
Sistem Penanggulangan
Bencana
Indonesia menyadari bahwa masalah kebencanaan harus ditangani secara serius
sejak terjadinya gempabumi dan disusul tsunami yang menerjang Aceh dan
sekitarnya pada 2004. Kebencanaan merupakan pembahasan yang sangat komprehensif
dan multi dimensi. Menyikapi kebencanaan yang frekuensinya terus meningkat
setiap tahun, pemikiran terhadap penanggulangan bencana harus dipahami dan
diimplementasikan oleh semua pihak.
Bencana adalah urusan semua pihak. Secara periodik, Indonesia membangun
sistem nasional penanggulangan bencana. Sistem nasional ini mencakup beberapa
aspek antara lain :
1.
Legislasi
Dari sisi legislasi, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Produk hukum di bawahnya
antara lain Peraturan Pemerintah , Peraturan Presiden, Peraturan Kepala Kepala
Badan, serta peraturan daerah. (Lebih detail lihat Produk Hukum).
2.
Kelembagaan
Kelembagaan dapat ditinjau dari sisi formal dan non
formal. Secara formal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan
focal point lembaga pemerintah di tingkat pusat. Sementara itu, focal point
penanggulangan bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Dari sisi non formal, forum-forum baik di tingkat
nasional dan lokal dibentuk untuk memperkuat penyelenggaran penanggulangan
bencana di Indonesia. Di tingkat nasional, terbentuk Platform Nasional (Planas)
yang terdiri unsur masyarakat sipil, dunia usaha, perguruan tinggi, media dan
lembaga internasional. Pada tingkat lokal, kita mengenal Forum PRB Yogyakarta
dan Forum PRB Nusa Tenggara Timur.
3.
Pendanaan
Saat ini kebencanaan bukan hanya isu lokal atau nasional, tetapi melibatkan
internasional. Komunitas internasional mendukung Pemerintah Indonesia dalam
membangun manajemen penanggulangan bencana menjadi lebih baik. Di sisi lain,
kepedulian dan keseriusan Pemerintah Indonesia terhadap masalah bencana sangat
tinggi dengan dibuktikan dengan penganggaran yang signifikan khususnya untuk
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan.
Berikut beberapa pendanaan yang terkait dengan penanggulangan bencana di
Indonesia :
- Dana DIPA (APBN/APBD)
- Dana Kontijensi
- Dana On-call
- Dana Bantual Sosial Berpola Hibah
- Dana yang bersumber dari masyarakat
- Dana dukungan komunitas internasional
Tugas
LBS 18.1
Tema : Mengapresiasi peristiwa
bencana masa lalu.
Secara googling, cari dan silahkan
dilihat/diamati, video rekaman asli peristiwa yang termasuk bencana, baik
bencana alam, maupun nonalam. Berikan apresiasimu, setidaknya terkait dengan
hal-hal:
1.
Dimana kejadiannya?
2.
Apa penyebabnya?
3.
Seberapa besar kurban yang ditimbulkan?
4.
Bagaimana penanganan peristiwa dan penangangan kurbannya?
5.
Apakah termasuk peristiwa rutin atau temporal saja?
6.
Bagaimana langkah pencegahannya?
Kirim hasil kerja apresiatif anda
melalui email ; mellu539@yahoo.co.id
Sumber
Belajar:
1.
ttps://bnpb.go.id/sistem-penanggulangan-bencana
LEMBAR
BELAJAR SISWA 19
PROSEDUR MITIGASI BENCANA
Manajemen Bencana
Banyaknya peristiwa bencana
yang terjadi di Indonesia dan menimbulkan korban jiwa serta kerugian harta
benda yang besar, telah membuka mata kita bersama bahwa manajemen bencana di
negara kita masih sangat jauh dari yang kita harapkan. Selama ini, manajemen
bencana dianggap bukan prioritas dan hanya datang sewaktu-waktu saja, padahal kita
hidup di wilayah yang rawan terhadap ancaman bencana. Oleh karena itu pemahaman
tentang manajemen bencana perlu dimengerti dan dikuasai oleh seluruh kalangan,
baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta.
Manajemen bencana merupakan
seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana,
pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai siklus manajemen bencana yang bertujuan
untuk:
(1) mencegah kehilangan jiwa;
(2) mengurangi penderitaan manusia;
(3) memberi informasi masyarakat dan
pihak berwenang mengenai risiko, serta
(4) mengurangi kerusakan
infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis.
Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam 3 (tiga)
kegiatan utama, yaitu:
1.
Kegiatan prabencana yang mencakup
kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini;
2.
Kegiatan saat terjadi bencana
yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara,
seperti kegiatan Search And Rescuem(SAR), bantuan darurat dan pengungsian;
3.
Kegiatan pasca bencana yang
mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.
1. Tahap Pra Bencana
a. Tahap Pencegahan dan
Mitigasi
Tahap pencegahan dan mitigasi bencana
dilakukan untuk mengurangi serta menanggulangi resiko bencana. Rangkaian upaya
yang dilakukan dapat berupa perbaikan dan modifikasi lingkungan fisik maupun
penyadaran serta peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Tahap pencegahan dan mitigasi bencana
dapat dilakukan secara struktural maupun kultural (non struktural). Secara
struktural upaya yang dilakukan untuk mengurangi kerentanan (vulnerability)
terhadap bencana adalah rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Sedangkan
secara kultural upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability)
terhadap bencana adalah dengan cara mengubah paradigma, meningkatkan pengetahuan
dan sikap sehingga terbangun masyarakat yang tangguh. Mitigasi kultural
termasuk di dalamnya adalah membuat masyarakat peduli terhadap lingkungannya
untuk meminimalkan terjadinya bencana.
Kegiatan yang secara umum dapat dilakukan pada tahapan
ini adalah:
1) membuat peta atau denah
wilayah yang sangat rawan terhadap bencana
2) pembuatan alarm bencana
3) membuat bangunan tahan
terhadap bencana tertentu
4) memberi penyuluhan serta
pendidikan yang mendalam terhadap masyarakat yang berada di wilayah rawan
bencana.
b. Tahap Kesiapsiagaan
Tahap kesiapsiagaan dilakukan
menjelang sebuah bencana akan terjadi. Pada tahap ini alam menunjukkan tanda
atau signal bahwa bencana akan segera terjadi. Maka pada tahapan ini, seluruh
elemen terutama masyarakat perlu memiliki kesiapan dan selalu siaga untuk
menghadapi bencana tersebut.
Pada tahap ini terdapat proses Renkon
yang merupakan singkatan dari Rencana Kontinjensi. Kontinjensi adalah suatu
keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga
tidak akan terjadi. Rencana Kontinjensi berarti suatu proses identifikasi dan
penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum
tentu tersebut. Suatu rencana kontinjensi mungkin tidak selalu pernah
diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi.
Secara umum, kegiatan pada tahap
kesiapsiagaan antara lain:
1) menyusun rencana
pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil.
2) menyusun langkah-langkah
pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang mungkin
menghadapi risiko dari bencana berulang.
3) melakukan langkah-langkah
kesiapan tersebut dilakukan sebelum peristiwa bencana terjadi dan
ditujukan untuk meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat
bencana terjadi.
2. Tahap Tanggap Darurat
Tahap tanggap darurat dilakukan saat
kejadian bencana terjadi. Kegiatan pada tahap tanggap darurat yang secara umum
berlaku pada semua jenis bencana antara lain:
a. Menyelamatkan diri dan
orang terdekat.
b. Jangan panik.
c. Untuk bisa menyelamatkan
orang lain, anda harus dalam kondisi selamat.
d. Lari atau menjauh dari
pusat bencana tidak perlu membawa barang-barang apa pun.
e. Lindungi diri dari
benda-benda yang mungkin melukai diri.
3. Tahap Rehabilitasi Dan
Rekonstruksi
Tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi
biasa dilakukan setelah terjadinya bencana. Kegiatan inti pada tahapan ini
adalah:
a. Bantuan Darurat
1) Mendirikan pos komando
bantuan
2) Berkoordinasi dengan Satuan
Koordinator Pelaksana Penanggulangan Bencana (SATKORLAK PBP) dan pemberi
bantuan yang lain.
3) Mendirikan tenda-tenda
penampungan, dapur umum, pos kesehatan dan pos koordinasi.
4) Mendistribusikan
obat-obatan, bahan makanan dan pakaian.
5) Mencari dan menempatkan
para korban di tenda atau pos pengungsian.
6) Membantu petugas medis
untuk pengobatan dan mengelompokan korban.
7) Mencari, mengevakuasi, dan
makamkan korban meninggal.
b. Inventarisasi kerusakan
Pada tahapan ini dilakukan
pendataan terhadap berbagai kerusakan yang terjadi, baik bangunan, fasilitas
umum, lahan pertanian, dan sebagainya.
c. Evaluasi kerusakan
Pada tahapan ini dilakukan
pembahasan mengenai kekurangan dan kelebihan dalam penanggulangan bencana yang
telah dilakukan. Perbaikan dalam penanggulangan bencana diharapkan dapat
dicapai pada tahapan ini.
d. Pemulihan (Recovery)
Pada tahapan ini dilakukan
pemulihan atau mengembalikan kondisi lingkungan yang rusak atau kacau akibat
bencana seperti pada mulanya. Pemulihan ini tidak hanya dilakukan pada
lingkungan fisik saja tetapi korban yang terkena bencana juga diberikan
pemulihan baik secara fisik maupun mental.
e. Rehabilitasi (Rehabilitation)
1) Mulai dirancang tata ruang
daerah (master plan) idealnya dengan memberi kepercayaan dan melibatkan seluruh
komponen masyarakat utamanya korban bencana. Termasuk dalam kegiatan ini adalah
pemetaan wilayah bencana.
2) Mulai disusun sistem
pengelolaan bencana yang menjadi bagian dari sistem pengelolaan lingkungan
3) Pencarian dan penyiapan
lahan untuk permukiman tetap
4) Relokasi korban dari tenda
penampungan
5) Mulai dilakukan perbaikan
atau pembangunan rumah korban bencana
6) Pada tahap ini mulai
dilakukan perbaikan fisik fasilitas umum dalam jangka menengah
7) Mulai dilakukan pelatihan
kerja praktis dan diciptakan lapangan kerja
8) Perbaikan atau pembangunan
sekolah, sarana ibadah, perkantoran, rumah sakit dan pasar mulai dilakukan
9) Fungsi pos komando mulai
dititikberatkan pada kegiatan fasilitasi atau pendampingan.
f. Rekonstruksi
Kegiatan rekonstruksi
dilakukan dengan program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan
fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi
yang lebih baik dari sebelumnya
g. Melanjutkan pemantauan
Wilayah yang pernah
mengalami sebuah bencana memiliki kemungkinan besar akan mengalami kejadian
yang sama kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan terus-menerus
untuk meminimalisir dampak bencana tersebut.
Dalam keseluruhan tahapan
Penanggulangan Bencana tersebut, ada 3 (tiga) manajemen yang dipakai yaitu :
1.
Manajemen Risiko Bencana
Adalah pengaturan upaya
penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang mengurangi
risiko secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat
sebelum terjadinya bencana dengan fase-fase antara lain :
a. Pencegahan bencana adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau
mengurangi ancaman bencana
b. Mitigasi adalah serangkaian
upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana
c. Kesiapsiagaan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Dalam
fase ini juga terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang
2.
Manajemen Kedaruratan
Adalah pengaturan upaya
penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor pengurangan jumlah
kerugian dan korban serta penanganan pengungsi secara terencana, terkoordinasi,
terpadu dan menyeluruh pada saat terjadinya bencana dengan fase nya yaitu :
Tanggap darurat bencana
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana
3.
Manajemen Pemulihan
Adalah pengaturan upaya
penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat
mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana
dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana secara
terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana
dengan fase-fasenya nya yaitu :
- Rehabilitasi
adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana
- Rekonstruksi
adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada
wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat
dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian,
sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran
serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pascabencana
Pengertian Mitigasi Bencana
Adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana). Kegiatan mitigasi bencara merupakan bagian dari
manajemen bencana.
Berdasarkan siklus
waktunya, kegiatan penanganan
bencana dapat dibagi 4 kategori:
1. kegiatan sebelum bencana
terjadi (mitigasi)
2. kegiatan saat bencana
terjadi (perlindungan dan evakuasi)
3. kegiatan tepat setelah
bencana terjadi (pencarian dan penyelamatan)
4. kegiatan pasca bencana
(pemulihan/penyembuhan dan perbaikan/rehabilitasi)
Tujuan mitigasi bencana
1.
Mengurangi dampak yang ditimbulkan, khususnya bagi penduduk
2.
Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan
3.
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta mengurangi
dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman
Beberapa kegiatan mitigasi bencana di antaranya:
1.
Pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
2.
Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
3.
Pengembangan budaya sadar bencana;
4.
Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana;
5.
Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana;
6.
Pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam;
7.
Pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi;
8.
Pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan
hidup
Robot sebagai perangkat bantu manusia, dapat dikembangkan untuk turut
melakukan mitigasi bencana. Robot mitigasi bencana bekerja untuk mengurangi
resiko terjadinya bencana. Contoh robot mitigasi bencana diantaranya:
1.
Robot pencegah kebakaran.
2.
Robot pendeteksi tsunami.
3.
Robot patroli/pemantau rumah atau gedung.
Contoh Mitigasi Bencana
1.
Mitigasi Bencana Tsunami.
Adalah sistem untuk
mendeteksi tsunami dan memberi peringatan untuk mencegah jatuhnya korban. Ada dua jenis sistem
peringatan dini tsunami, yaitu:
a. Sistem peringatan tsunami
internasional
b. Sistem peringatan tsunami
regional
Berikut adalah contoh video mengenai
mitigasi tsunami: https://www.youtube.com/watch?v=V1eR6KG68Lo&feature=youtu.be
2. Mitigasi Bencana Gunung Berapi
Pemantauan
aktivitas gunung api. Data hasil pemantauan dikirim ke Direktorat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) di Bandung dengan radio komunikasi SSB.
- Tanggap
darurat
- Pemetaan,
peta kawasan rawan bencana gunung berapi dapat menjelaskan jenis dan sifat
bahaya, daerah rawan bencana, arah penyelamatan diri, pengungsian, dan pos
penanggulangan bencana gunung berapi.
- Penyelidikan
gunung berapi menggukanan metode geologi, geofisika, dan geokimia
- Sosialisasi,
yang dilakukan pada pemerintah daerah dan masyarakat.
3. Mitigasi Bencana Gempa Bumi
a. Sebelum Gempa
1) Mendirikan bangunan sesuai
aturan baku (tahan gempa)
2) Kenali lokasi bangunan
tempat Anda tinggal
3) Tempatkan perabotan pada
tempat yang proporsional
4) Siapkan peralatan seperti
senter, P3K, makanan instan, dll
5) Periksa penggunaan listrik
dan gas
6) Catat nomor telepon penting
7) Kenali jalure evakuasi
8) Ikuti kegiatan simulasi
mitigasi bencana gempa
b. Ketika Gempa
1) Tetap tenang
2) Hindari sesuatu yang
kemungkinan akan roboh, kalau bisa ke tanah lapang
3) Perhatikan tempat Anda
berdiri, kemungkinan ada retakan tanah
4) Turun dari kendaraan dan
jauhi pantai.
c. Setelah Gempa
1) Cepat keluar dari bangunan.
Gunakan tangga biasa
2) Periksa sekitar Anda. Jika
ada yang terluka, lakukan pertolongan pertama.
3) Hindari banugnan yang
berpotensi roboh.
4. Mitigasi Tanah Longsor
a. Hindari daerah rawan
bencana untuk membangun pemukiman
b. Mengurangi tingkat
keterjalan lereng
c. Terasering dengan sistem
drainase yang tepat
d. Penghijauan dengan tanaman
berakar dalam
e. Mendirikan bangunan
berpondasi kuat
f. Penutupan rekahan di atas
lereng untuk mencegah air cepat masuk
g. Relokasi (dalam beberapa
kasus)
5. Mitigasi Banjir
a. Sebelum Banjir
1)
Penataan daerah aliran sungai
2)
Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan banjir
3)
Tidak membangun bangunan di bantaran sungai
4)
Buang sampah di tempat sampah
5)
Pengerukan sungai
6)
Penghijauan hulu sungai
b. Saat Banjir
1) Matikan listrik
2) Mengungsi ke daerah aman
3) Jangan berjalan dekat
saluran air
4) Hubungi instansi yang
berhubungan dengan penanggulangan bencana
c. Setelah Banjir
1) Bersihkan rumah
2) Siapkan air bersih untuk
menghindari diare
3) Waspada terhadap binatang
berbisa atau penyebar penyakit yang mungkin ada
4) Selalu waspada terhadap
banjir susulan
Tugas
LBS 19.1
Secara googling, carilah sebuah foto
/ informasi tentang siaga bencana.
Berdasarkan informasi tersebut, buatlah poster untuk sosialisasi di
kelas kita, dengan tema siaga bencana. Silahkan
pilih jenis bencananya, sesuai yang anda anggap penting untuk diketahui bersama
di daerah kita ini. Kirim hasil kerja anda melalui email ; mellu539@yahoo.co.id
Tugas
LBS 19.2
Buatlah diskusi kelas atau simulasi
dengan tema; mitigasi kebakaran gedung (seandainya sekolah anda terjadi
kebakaran), sesuai langkah-langkah mitigasi standar, yaitu; sebelum, pada saat,
dan setelah kejadian bencana (kebakaran gedung).
Sumber
Belajar:
1.
http://bpbd.babelprov.go.id/manajemen-bencana/
2.
http://bpbd.babelprov.go.id/proses-penanggulangan-bencana/
3.
http://bpbd.karanganyarkab.go.id/?p=603