Minggu, 21 Desember 2008

Pengembangan Kurikulum

Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
By: Purwo Sutanto

Pengertian dan fungsi kurikulum
Menurut pandangan tradisional, kurikulum adalah sejumlah pelajaran yang harus ditempuh murid di suatu sekolah. Hal ini menimbulkan kesan seolah-olah belajar di sekolah hanya sekedar mempelajari buku-buku teks yang sudah ditentukan sebagai bahan pelajaran. Kurikulum tradisional membeda-bedakan kegiatan belajar yang termasuk ke dalam kegiatan kurikulum, kegiatan penyertaan kurikulum dan kegiatan di luar kurikulum. Kegiatan-kegiatan belajar selain mempelajari sejumlah mata pelajaran yang sudah ditentukan, bukan termasuk pada kegiatan kurikulum. Bila kegiatan itu merupakan penunjang atau penyertaan dalam mempelajari suatu mata pelajaran tertentu dan kurikulum, ini dianggap sebagai kurikulum penyerta (co-cunicular activities). Contohnya kegiatan praktek kimia, ftsika, atau biologi di laboratorium; kunjungan ke suatu museum untuk pembelajaran sejarah, dan sebagainya. Bila kegiatan itu tidak termasuk pelajaran dan juga bukan penyerta, maka dimasukkan pada kegiatan di luar kurikulum (extracurricular activities), seperti pramuka, olahraga, dan sebagainya.
Sedangkan menurut pandangan modem, kurikulum lebih dan sekedar rencana pelajaran. Kurikulum di sini dianggap sebagai sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang bersifat aktual sebagai suatu proses. Dalam pendidikan kegiatan yang dilakukan murid dapat memberikan pengalaman belajar, antara lain mulai dari mempelajari sejumlah mata pelajaran, berkebun, olahraga, pramuka, bahkan pergaulan sesama murid maupun guru dan petugas sekolah dapat memberikan pengalaman belajar yang bermanfaat. Semua pengalaman belajar yang diperoleh dari sekolah itu dipandang sebagai kurikulum. Atas dasar ini, inti kurikulum sebenarnya adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar itu banyak kaitannya dengan melakukan berbagai kegiatan, interaksi sosial di lingkungan sekolah, proses kerja sama dalam kelompok, bahkan interaksi dengan lingkungan fisik, seperti gedung sekolah, tata ruang sekolah, murid memperoleh berbagai pengalaman. Dengan demikian pengalaman itu bukan sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi yang terpenting adalah pengalaman kehidupan. Semua ini dicakup dalam pengertian kurikulum.
Kurikulum resmi sebenarnya meruipakan sesuatu yang ideal. Setiap idealitas ada yang dapat tercapai dan ada juga yang tidak. Keberhasilan suatu upaya ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor yang paling mendasar adalah kemampuan seseorang melakukan upaya dalam mewujudkan apa yang diinginkan. Orang yang bertanggungjawab langsung dalam mewujudkan apa yang tertuang dalam kurikulum resmi adalah guru. Hal ini disebabkan guru merupakan orang yang bertuga melaksanakan serta mengembangkan kurikulum di kelas. Dengan adanya kurikulum resmi seorang guru diharapkan dapat merumuskan bahan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Dengan demikian kurikulum ebrfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari di sekolah.
Para guru setiap berkecimpung dengan tugas hariannya di sekolah sangat erat dengan buku teks atau buku pelajaran. Ada yang berpendapat bahwa kurikulum itu lebih dulu ada daripada buku teks, ada pula yang berpendapat sebaliknya. Pada kenyataannya, buku teks adalah sarana belajar yang biasa digunakan disekolah-sekolah untuk menunjang suatu program pembelajaran dalam rangka mewujudkan tujuan kurikulum. Ibarat masakan, kurukulum adalah resep masakan, buku teks adalah bahan masakan dan juru masaknya adalah para guru.

Isi kurikulum

Menurut Taba bahwa suatu kurikulum terdiri dari atas ; tujuan, isi/materi, pola/ strategi pembelajaran, dan evaluasi.
Tujuan kurikulum menggambarkan kualitas manusia yang diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan. Dengan demikian suatu tujuan memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang dicita-citakan dari suatu kurikulum. Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap pemilihan isi/bahan ajar, strategi pembelajaran, media, dan evaluasi. Bahkan dalam berbagai model pengembangan kurikulum, tujuan dianggap sebagai dasar, arah, dan patokan dalam menentukan komponen-komponen yang lainnya. Tujuan yang harus dicapai dalam pendidikan di Indonesia bersifat hierarkis, yang terdiri atas Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Mata Pelajaran, dan Tujuan Instruksional (Umum dan Khusus).
Isi kurikulum yaitu pengalaman belajar yang diperoleh siswa dari sekolah. Dalam hal ini siswa melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh pengalaman tersebut. Pengalaman-pengalaman ini dirancang dan diorganisasikan sedemikian rupa sehingga apa yang diperoleh siswa sesuai dengan tujuan. Isi kurikulum menempati posisi yang penting dan turut menentukan kualitas pendidikan. Secara umum isi/materi kurikulum merupakan pengetahuan ilmiah yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan yang perlu diberikan kepada siswa. Pengetahuan ilmiah tersebut jumlahnya sangat banyak dan tidak mungkin semuanya dijadikan sebagai isi kurikulum. Oleh karena itu, perlu diadakan pilihan-pilihan. Untuk menentukan pengetahuan mana saja yang akan dijadikan isi kurikulum, diperlukan berbagai kriteria.
Ada beberapa kendala yang sering menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah, yakni guru dalam proses pembelajaran hanya menyampaikan materi yang bersifat fakta, tidak bersifat prinsip. Memang tidak mudah untuk menentukan mana prinsip, mana yang bersifat fakta. Untuk itu dalam menentukan isi kurikulum diperlukan keahlian seseorang dalam sesuatu bidang atau mata pelajaran tertentu. Dengan keahlian itulah dapat dikaji struktur bahan yang menjadi isi kurikulum.
Metode atau proses pembelajaran yaitu cara siswa memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai tujuan. Metode berkenaan dengan proses pencapaian tujuan sedangkan proses itu sendiri bertaliana dengan bagaimana pengalaman belajar atau isi kurikulum diorganisasikan. Setiap bentuk organisasi yang digunakan membawa dampak terhadap proses memperoleh pengalaman yang dilaksanakan. Untuk itu perlu ada kriteria pola organisasi kurikulum yang efektif. Kriteria dalam merumuskan organisasi kurikulum yang efektif menurut Tyler adalah; berkesinambungan, berurutan dan keterpaduan.
Berkesinambungan yaitu adanya pengulangan kembali unsur-unsur utama kurikulum secara vertikal. Sebagai contoh jika dalam pelajaran Bahasa Indonesia, pengembangan ketrampilan membaca dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting maka latihan membaca perlu dilakukan secara terus-menerus. Dengan demikian ketrampilan siswa dalam membaca dapat berkembang secara efektif melalui pelajaran di sekolah.
Berurutan artinya bahwa isi kurikulum diorganisasikan dengan cara mengurutkan bahan pelajaran sesuai dengan tingkat kedalaman atau keluasan yang dimiliki. Dikembangkan dari yang sederhana menuju ke yang lebih komplek sejalan dengan tingkat-tingkatannya.
Keterpaduan yaitu adanya penggabungan yang menunjukkan hubungan horisontal pengalaman belajar yang menjadi isi kurikulum sehingga dapat membantu siswa memperoleh pengalaman itu dalam satu kesatuan. Dengan demikian ketrampilan yang diperoleh sebagai pengalaman belajar tidak berdiri sendiri, melainkan dapat diterapkan dalam berbagai bidang.
Pada dasarnya ada dua jenis strategi pembelajaran, yaitu strategi pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher oriented) dan yang berorientasi kepada siswa (student oriented). Strategi pertama disebut model ekspositori atau model informasi, sedangkan strategi kedua disebut model inkuiri atau problem solving. Strategi mana yang digunakan atau dipilih biasanya diserahkan sepenuhnya kepada guru dengan mempertimbangkan hakikat tujuan, sifat bahan/isi, dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Evaluasi kurikulum yaitu cara untuk mengetahui apakah sasaran yang ingin dituju dapat tercapai atau tidak di damping itu, evaluasi juga berguna untuk menilai apakah proses kurikulum berjalan secara optimal atau tidak Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan kurikulum dan menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan. Hasil evaluasi kurikulum dapat dijadikan umpan balik untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum. Selain itu, hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai masukan dalam penentuan kebijakan-kebijakan pengambilan keputusan tentang kurikulum dan pendidikan. Gambaran yang komprehensif mengenai kualitas suatu kurikulum, dapat dilihat dari komponen program, komponen proses pelaksanaan, dan komponen hasil yang dicapai.
Evaluasi kurikulum harus dilaksanakan secara terus-menerus. Untuk itu, terlebih dahulu perlu ditetapkan secara jelas apa yang akan dievaluasi, dengan menggunakan acuan dan kriteria yang jelas pula. Sehubungan itu perlu ditetapkan dua sasaran utama dalam evaluasi yaitu; evaluasi terhadap produk kurikulum dan evaluasi terhadap proses kurikulum. Kedua macam evaluasi ini sangat penting untuk peninjauan kembali (revisi) terhadap pelaksanaan kurikulum sehingga mencapai hasil yang optimal.
Menurut Tyler, ada empat pertanyaan yang perlu dijawab dalam peroses pengembangan kurilukum dan pembelajaran, yaitu:
1. Apa tujuan yang ingin dicapai?
2. Pengalaman belajar apa yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan?
3. Bagaimana pengalaman belajar itu diorganisasikan secara efektif?
4. Bagaimana menentukan keberhasilan pencapaian tujuan itu.
Menurut Tyler tersebut maka pembelajaran tidah sebatas hanya pada proses pembelajaran terhadap satu bahan tertentu saja, melainkan dapat pula diterapkan dalam pembelajaran untuk satu bidang studi atau pembelajaran di sekolah. Sehingga kita dapat mengembangkan kurikulum untuk sekolah, kurikulum bidang studi ataupun kurikulum untuk bahan pelajaran tertentu.
Atas dasar pandangan Tyler ini, sebagai guru dapat mengembangkan kurikulum untuk berbagai tujuan. Namun satu hal yang perlu dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum yaitu bahwa semua keputusan yang dibuat haruslah mempunyai landasan berpijak yang kokah. Ini dimaksudkan agar kurikulum yang dibuat dapat menuntun siswa mencapai tujuan jangka pendek. Pencapaian tujuan jangka pendek ini dapat dijakikan alat untuk mencapai tujuan pendidikan jangka panjang.

Landasan Pengembangan Kurikulum
Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu mengembangkan suatu kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Secara umum terdapat tiga aspek pokok yang mendasari pengembangan kurikulum tersebut, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosiologis.
Landasan filosofis berkaitan dengan pentingnya filsafat dalam membina dan mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan. Filsafat ini menjadi landasan utama bagi landasan lainnya. Perumusan tujuan dan isi kurikulum pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Pandangan filosofis yang berbeda akan mempengaruhi dan mendorong aplikasi pengembangan kurikulum yang berbeda pula. Berdasarkan landasan filosofis ini ditentukan tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan bidang studi, dan tujuan instruksional.
Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi/teori belajar (psychology/ theory of learning) dan psikologi perkembangan (developmental psychology). Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana kurikulum itu disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Dengan kata lain, psikologi belajar berkenaan dengan penentuan strategi kurikulum. Sedangkan psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan taraf perkembangan siswa tersebut.
Landasan sosiologis dijadikan sebagai salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum karena pendidikan selalu mengandung nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu, keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya yang menjadi dasar dan acuan bagi pendidikan/kurikulum. Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai produk kebudayaan diperlukan dalam pengembangan kurikulum sebagai upaya menyelaraskan isi kurikulum dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia Iptek.

Pendekatan dan Model Pengembangan Kurikulum
Secara umum, model pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas (a) pendekatan administratif (administrative approach), yaitu pendekatan pengembangan kurikulum dengan sistem komando dari atas ke bawah (top-down), dan (b) pendekatan akar rumput (grassroots approach), yaitu pendekatan pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat yang lebih luas (bottom up).
Pada dimensi lain, pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas (a) pendekatan mata pelajaran, yang bertolak dari disiplin ilmu, (b) pendekatan interdisipliner, yang mencoba menggabungkan beberapa mata pelajaran sejenis dalam bentuk broadfield, dan (c) pendekatan integratif, yang memadukan seluruh mata pelajaran dalam bentuk yang tidak terpisah-pisah.
Model pengembangan kurikulum pada intinya merupakan proses pembuatan keputusan untuk merevisi suatu program kurikulum. Tyler mengembangkan suatu model pengembangan kurikulum melalui empat komponen fundamental yang berhubungan dengan: (a) tujuan pendidikan yang ingin dicapai, (b) pengalaman belajar untuk mencapai tujuan, (c) pengorganisasian pengalaman belajar, dan (d) pengembangan evaluasi. Hilda Taba menitikberatkan model pengembangan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, dengan lima langkah sebagai berikut. (a) Mengembangkan pilot unit; (b) Uji coba unit eksperimen untuk memperoleh data validasi; (c) Revisi dan konsolidasi unit eksperimen; (d) Mengembangkan kerangka kurikulum; dan (e) Implementasi dan diseminasi kurikulum.
Oliva memunculkan model pengembangan kurikulum yang memiliki sifat sederhana, komprehensif dan sistematik. Model Oliva ini bisa digunakan untuk keperluan (a) penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus seperti bidang studi tertentu di sekolah, baik dalam tataran perencanaan kurikulum maupun dalam proses pembelajarannya, (b) pembuatan keputusan dalam merancang suatu program kurikulum, dan (c) pengembangan program pembelajaran secara lebih khusus. Sedangkan Beauchamp mengembangkan model kurikulum dengan lima langkah sebagai berikut. (a) Penetapan area perubahan kurikulum; (b) Penetapan pihak-pihak yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum; (c) Penetapan prosedur yang akan ditempuh; (d) Implementasi kurikulum; dan (e) Pelaksanaan evaluasi kurikulum.

Langkah-langkah Pengembangan Kurikulum
Ada beberapa langkah yang harus dikembangkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu analisis dan diagnosis kebutuhan, perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, dan pengembangan alat evaluasi.
Analisis dan diagnosis kebutuhan dilakukan dengan mempelajari tiga hal, yaitu kebutuhan siswa, tuntutan masyarakat/dunia kerja, dan harapan-harapan dari pemerintah. Adapun caranya dapat dilakukan melalui survei kebutuhan, studi kompetensi, dan analisis tugas. Langkah pengembangan kurikulum selanjutnya setelah seperangkat kebutuhan tersusun adalah perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, serta pengembangan alat evaluasi.

Tingkatan Dalam Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum berlaku pada tingkat institusional, tingkat mata pelajaran, dan tingkat operasional.
Pengembangan kurikulum pada tingkat institusional meluputi kegiatan pengembangan tujuan-tujuan institusional dan struktur program. Yang dimaksud dengan pengembangan tujuan institusional adalah pengembangan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Misalnya tujuan pendidikan SD, tujuan pendidikan SMP dan sebagainya. Yang dimaksud dengan pengembangan struktur program adalah pengembangan jenis-jenis program pendidikan , jenis mata pelajaran, sebaran masing-masing mata pelajaran pada berbagai tingkatan kelas, dan alokasi waktu setiap bidang studi.
Setelah bidang studi atau mata pelajaran ditentukan, tingkat selanjutnya adalah mengembangkan Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) tiap matapelajaran. Berikut ini beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam mengembangan kurikulum pada tingkat mata pelajaran.
1. Menetapkan tujuan-tujuan kurikuler dan Tujuan Instruksional Umum (TIU) tiap bidang studi/ mat apelajaran.
2. Mengidentifikasi topik-topik atau pokok bahasan yang diperkirakan dapat dijadikan bahan untuk dipelajari siswa agar mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Cara yang ditempuh untuk mengidentifikasi topik-topik yang hendak dijadikan bahan adalah:
a. Menganalisis setiap tujuan untuk mengetahui hakekat yang ingin dicapai dan menganalisis sumber tujuan dari tujuan yang lebih umum atau lebih tinggi.
b. Mengidentifikasi topik yang diperkirakan dapat dijadikan bahan dalam proses pencapaian tujuan.
3. Memilih topik-topik atau pokok bahasan yang paling relevan, fungsional, efektif, dan komprehensif bagi pencapaian tujuan yang telah diidentifikasi. Yang dimaksud dengan topik yang relevan adalah topik yang benar-benar berisi hal-hal yang dimaksud oleh suatu atau beberapa tujuan pembelajaran umum. Untuk mendapatkan topik yang fungsional dan efektif kita harus mempertanyakan apakah topik-topik tersebut benar-benar berfungsi secara efektif dalam mencapai tujuan. Sedangkan yang dimaksud dengan komprehensif adalah bahwa topik-topik yang dipilih hendaknya cukup luas lingkupnya.
4. Menetapkan metode dan sumber belajar untuk tiap kelompok pokok bahasan.
Proses pengembangan lebih lanjut dari topik-topik tersebut di atas adalah pengembangan program pembelajaran. Dalam proses pengembangan ini akan terlihat betapa penguasaan terhadap konsep-konsep dan generalisasi atau prinsip yang terdapat di dalam tiap bidang studi sangat diperlukan. Uraian tentang pengembangan tingkat operasional ini lebih ditekankan pada usaha guru dalam pengembangan lebih lanjut ga GBPP. Bila semua topik sudah dijabarkan menjadi sub topik, langkah selanjutnya adalah mengorganisasikan sub-sub topik ke dalam unit bahan pelajaran catur wulan/ semester.
Pengembangan kurikulum pada tingkat pembelajaran lebih spesifik merupakan kegiatan guru yang bersifat rutin. Sebagaimana pengembangan pada tingkat bidang studi, guru terlebih dahulu harus menjabarkan tujuan instruksional umum (TIU) ke dalam tujuan instruksional khushus (TIK). Selanjutnya berdasarkan rumusan TIK, guru mengembangkan alat evaluasi serta bahan atau sub bahan pelajaran. Setelah iru, barulah dipilih metode dan kegiatan yang sesuai untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran khusus. Apabila hal itu telah dieujudkan, bahan-bahan atau program tersebut siap untuk dilaksanakan di dalam kelas.

Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulum, antara lain prinsip berorientasi pada tujuan, prinsip kontinuitas, prinsip fleksibilitas, dan prinsip integritas.
Prinsip berorientasi pada tujuan berkenaan bahwa setiap komponen yang dikembangkan dalam pengembangan kurikulum harus mengacu pada tujuan. Prinsip kontinuitas berkenaan dengan adanya kesinambungan materi pelajaran antar berbagai jenis dan jenjang sekolah serta antar tingkatan kelas.
Prinsip fleksibilitas berkenaan dengan kebebasan/keluwesan yang dimiliki guru dalam mengimplementasikan kurikulum dan adanya alternatif pilihan program pendidikan bagi siswa sesuai dengan minat dan bakatnya. Prinsip integritas berkenaan dengan kurikulum harus mampu membentuk manusia yang utuh.
Untuk membentuk manusia yang utuh, kurikulum diharapkan dapat mengembangkan keterampilan hidup (life skills) yang meliputi (a) keterampilan mengenal diri sendiri (self awareness) atau keterampilan personal (personal skill), (b) keterampilan berpikir rasional (thinking skill), (c) keterampilan sosial (social skill), dan (d) keterampilan akademik (academic skill), serta (e) keterampilan vokasional (vocational skill).
Sumber : Suciati, dkk. 2005. Modul Belajar dan Pembelajaran II, Jakarta Universitas Terbuka.

Kamis, 20 November 2008

RELAKSASI

LASKAR PELANGI

mimpi adalah kunci

untuk kita menaklukkan dunia

telah hilang

tanpa lelah sampai engkau

meraihnya


laskar pelangi

takkan terikat waktu

bebaskan mimpimu di angkasa

raih bintang di jiwa


menarilah dan terus tertawa

walau dunia tak seindah surga

bersukurlah pada yang kuasa

cinta kita di dunia


selamanya…


cinta kepada hidup

memberikan senyuman abadi

walau ini kadang tak adil

tapi cinta lengkapi kita


laskar pelangi

takkan terikat waktu

jangan berhenti mewarnai

jutaan mimpi di bumi


menarilah dan terus tertawa

walau dunia takseindah surga

bersukurlah pada yang kuasa

cinta kita di dunia


selamanya…



download mp3


BUKAN SUPER STAR

Andai aku Pasha Ungu

semua wanita kan memburuku

Bila aku Ariel Peterpan

kau yakin ngefans karena urang keren


Sexy badannya.. Mulan Jameela

cantiknya dia seperti aku

Giring Nidji sahabat aku

dekat denganku.. dialah aku..


Tapi kenyataan aku bukan siapa-siapa

kuingin engkau mencintaiku apa adanya


Ku bukan superstar kaya dan terkenal

Ku bukan saudagar yang punya banyak kapal

Ku bukan bangsawan, ku bukan priyayi

Ku hanyalah orang yang ingin dicintai


Haa haa haaa… Haa haa haaa…


Andai ku Letto wis pasti aku wong jowo

Tapi kenyataan aku bukan siapa-siapa

kuingin engkau mencintaiku apa adanya


Ku bukan superstar kaya dan terkenal

Ku bukan saudagar yang punya banyak kapal

Ku bukan bangsawan, ku bukan priyayi

Ku hanyalah orang yang ingin dicintai


Kata orang ku mirip Glenn Fredly

suara merdu, wanita jatuh hati

Namun semua itu hanya mimpi bagimu woohoo~


Jadi… semua itu hanya mimpi?

Ya iya laah… masya ya iya dong

duren aja dibelah bukan dibedong


Ku bukan superstar kaya dan terkenal

Ku bukan saudagar yang punya banyak kapal

Ku bukan bangsawan, ku bukan priyayi

Ku hanyalah orang yang ingin dicintai


Kamu bukan super, kamu bukan setar

Kalo digabungin kamu bukan supersetarr..

Ku bukan bangsawan, ku bukan priyayi

Ku hanyalah orang yang ingin dicintai

Haa haa haaa… Haa haa haaa…


Anda mau video clipnya untuk di putar di hape anda ( format .3gp )?

Download Video Klipnya disini



download mp3

Rabu, 12 November 2008

Penilain Acuan Patokan

Pendekatan Penilaian Acuan Kriteria (PAK)


Dalam proses penilaian acuan kriteria (PAK), untuk menentukan kelulusan seseorang ditentukan sejumlah kriteria. Bilamana seseorang telah memenuhi kriteria tersebut, ia dinyatakan lulus atau telah menguasai bahan tersebut.
Kriteria dalam proses pembelajaran selalu mengacu pada tujuan isntruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Keberhasilan seseorang dalam proses pembelajaran (kelulusan) ditentukan oleh tingkat kenguasaan tujuan instruksional. Berbeda dengan penilaian acuan norma (PAN), di mana nilai atau kelulusan seseorang ditentukan oleh kelompoknya.
Penilaian dengan pendekatan criteria selalu digunakan dalam sistem belajar tuntas. Sesuai namanya, yaitu belajar tuntas semua tujuan instruksional yang mudah atau yang sukar, yang penting atau yang kurang penting harus benar-benar dikuasai.
Suatu contoh misalnya dalam belajar tuntas IPA SMK Kurikulum 2006 dinyatakan bahwa dalam rangka mencapai kompetensi dasar IPA Tingkat I semeste I, setiap peserta didik harus mampu mengidentifikasi obyek secara terencana dan sistematis untuk memperoleh informasi gejala alam biotik. Untuk ini, indikator yang dikembangkan dalam silabus adalah:
1. Langkah-langkah metode ilmiah diijelaskan dan masing-masing diberikan contohnya
2. Gejala-gejala alam biotik di lingkungan sekitar diidentifikasi secara cermat dan masalah yang ditemukan dirumuskan dengan jelas.
3. Hipotesis disusun sebagai solusi terhadap masalah yang telah dirumuskan.
4. Rumusan hipotesis memperlihatkan hubungan antar variabel.
5. Rencana penelitian disusun dengan varibel-variabel (manipulasi, respon, dan kontrol) yang akan diukur, prosedur, cara pengumpulan data dan mengolah data diuraikan dengan jelas.
6. Variabel-variabel penelitian diperlakukan dan diukur dengan teliti/akurat, diolah serta simpulan yang dibuat sesuai dengan data.
7. Laporan penelitian ditulis, dikomunikasikan dan hasilnya dipertahankan dengan argumentasi yang sesuai.
Untuk penguasaan yang tuntas atas kompetensi dasar ini, kriteria yang dikembangkan dalam bentuk tujuan pembelajaran antara lain adalah, Siswa SMK harus dapat :
a. Memberikan contoh masalah pada gejala alam biotik.
b. Memberikan contoh hipotesis pada gejala alam biotik.
c. Menyusun rencana penelitian dengan variabel-variabelnya pada gejala alam biotik.
d. Memperlakukan dan mengukur variabel penelitian dengan teliti.
e. Mengolah data hasil penelitian secara cermat
f. Menyajikan data hasil penelitian secara tepat
g. Membuat kesimpulan hasil penelitian dengan benar.
h. Membuat laporan hasil penelitian secara baik.
i. Mempertahankan argumentasi laporan penelitian.
Utk mengukur apakah kesembilan tujuan di atas telah dikuasai oleh peserta didik, maka untuk setiap tujuan harus diukur (dites) tingkat penguasaannya dengan menggunakan butir tes untuk setiap kriteria di atas. Kalau digambarkan dalam bentuk tabel akan diperoleh sebagai berikut:

Tujuan : a b c d e f g h i
Tes : Ta Tb Tc Td Te Tf Tg Th Ti
Tujuan a: Siswa Kelas X SMK dapat memberikan contoh masalah pada gejala alam biotik
Tes a :
1. Apakah yang dimaksud dengan masalah pada gejala alam biotik?
2. Berikan contoh masalah yang berkaitan dengan gejala alam biotik!
3. Bagaimana rumusan masalah pada proses pembusukan buah?
4. Bagaimana rumusan masalah pada kemusnahan harimau jawa?
Dengan demikian untuk mengetahui penguasaan tentang tujuan a dapat ditulis beberapa butir soal. Keempat butir soal di atas mengukur tujuan yang sama, keempatnya disebut tes pararel.
Jika jawaban siswa salah dalam menjawab butir soal 1, berarti ia tidak bisa memberikan contoh gejala alam biotik (tidak bisa menjawab butir soal 2). Sehingga siswa perlu diperjelas tentang masalah pada gejala alam biotik.
Jika siswa salah menjawab butir soal 2, maka siswa itu tidak mengetahui bahwa pembusukan buah adalah gejala alam biotik pada tumbuhan. Sehingga ia mungkin juga akan salah menjawab butir soal 3. Oleh karena itu pengenalan masalah gejala alam biotik pada dunia tumbuhan perlu diperluas atau diperdalam. Ia juga belum mengetahui bahwa musnahnya harimau jawa termasuk gejala alam biotik. Sehingga ia mungkin juga akan salah menjawab butir soal 4. Oleh karena itu pengenalan masalah gejala alam pada dunia hewan perlu diperluas atau diperdalam.
Dengan sejumalh butir soal seperti di atas, kita bisa mengetahui kelemahan siswa untuk tujuan a. Kalau kelemahan siswa sudah diketahui, maka guru dapat memberikan perlakuan khusus untuk mengatasi kelemahan tersebut, bagi siswa yang sudah menguasai dapat dimantapkan penguasaannya pada tujuan tersebut sebelum pindah ke tujuan berikutnya, b.
Alat ukur atau butir tes untuk menentukan penguasaan peserta didik terhadap bahan pembelajaran yang sudah dipelajarinya, dikembangkan berdasarkan tujuan pembelajaran. Kalau sekiranya terdapat 60 tujuan instruksional khusus (TIK) yang telah dipelajari selama satu periode maka untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik dikembangkan 60 butir tes (misalnya pilihan ganda). Ini berarti setiap TIK dibuat satu alat ukur berupa satu tes (obyektif-pilihan ganda). Dengan tersedianya satu alat untuk satu tujuan, maka setelah pengadministrasian dan pengolahan jawaban peserta didik akan dapat dibuat pada penguasaan masing-masing peserta didik terhadap 60 buah tujuan (TIK) yang telah diselesaikan melalui analisis nilai peserta pembelajaran.
Melalui peta jawaban tersebut dapat dibaca tingkat penguasaan setiap peserta didik dan juga dapat dibaca tujuan mana yang telah dikuasai oleh sebagian kecil peserta didik, dan tujuan mana yang hampir semua peserta didik sudah menguasainya.
Dalam pendekatan acuan kriteria (PAK) diharapkan peserta didik menguasai semua tujuan yg telah dibelajarkan, namun dalam kenyataan harapan ini sukar dicapai, sehingga kita perlu ditawarkan adanya batas minimal (kriteria ketuntasan minimum, KKM) tingkat pencapaia tujuan tersebut. Misalnya seorang siswa SMK tingkat I dikatakan menguasai kegiatan belajar IPA kalau minimal 75% dari pertanyaan yang tertuang dalam tes formatif dapat dijawab dengan benar. KKM digunakan untuk syarat melanjutkan pada kegiatan belajar/ materi selanjutnya.
Ada persamaan pengembangan butir soal untuk PAN dan PAK, antara lain keduanya menentukan lebih dahulu hasil kemampuan apa yang akan diukur dan cara pengukuran yang bagaimana yang paling tepat untuk melihat kemampuan tersebut (dengan tes tulis, lisan, pengamatan dan sebagainya)
Pada pengembangan butir soal untuk PAN, tingkat kesukaran soal harus diperhatikan. Butir soal yang dikembangkan tidak seluruhnya mudah dan tidak semuanya harus sukar, tetapi kombinasi butir soal yang mudah, sedang, dan sukar. Sehinggga keseluruhan butir soal tersebut tingkat kesukarannya sekitar 50%. Pada pengembangan butir soal untuk PAK tingkat kesukarannya tidak diperhatikan karena maksud soal ini bukan membedakan anak pintar dari yang kurang pintar, tetapi melihat tingkat penguasaan seseorang terhadap bahan atau tujuan instruksional. Juga daya pembeda tidak diperhatikan dalam PAK, justru yang menjadi perhatian adalah daya serap anak didik. Sebiknya semua bahan atau tujuan instruksional dapat dikuasai oleh siswa (tingkat penguasaan 100%). Jika tidak maka ada lembaga pendidikan yang merasa cukup dengan tingkat penguasaan 75% atau 80%.
Menentukan Nilai Menurut PAK
Di atas telah dicontohkan bahwa tingkat penguasaan minimal (KKM) IPA SMK misalnya 75%. Jika si Amir pada akhir semester menurut daftar nilai guru mendapatkan nilai 85%, 90%, 94%, 82% dan 96% maka nilai rata-rata Amir 89,4%. Angka rata-rata 89,4% dalam skala 1-100 adalah 89,4, dan dalam skala 1-10 menjadi 8,94. Jika nilai matapelajaran IPA tadi harus menggunakan konversi huruf (A, B, C, D, dan E) maka nilai Amir adalah B. Konversi nilainya adalah sbb:
95< = A
86- 95 = B
81-85 = C,
76-80 = D,
<75 = E
Pemanfaatan PAK
Menurut Payne (1974), penerapan PAK dalam hal sebagai berikut:
1. Penempatan seseorang dalam rentetan kegiatan belajar
2. Untuk mendiagnosis kemampuan seseorang dalam pembelajaran. Artinya informasi yang diperoleh melalui diagnosis ini langsung dapat digunakan oleh anak didik untuk mengatur langkah apa yang harus dilakukan, atau guru dapat langsung menentukan keperluan anak didik agar proses pembelajaran membawa manfaat yang lebih bermakna bagi anak didik tersebut.
3. Jika dilakuka secara periodik dDapat digunakan untuk memonitor kemajuan setiap anak didik dalam proses pembelajaran. Secara berkelanjutan dapat diketahui status seseorang dalam satu rentetan kegiatan belajar. Akhirnya dapat memacu atau memotivasi semangat belajar siswa.
4. Kemampuan masing-masing anak didik untuk menyelesaikan kurikulum secara kumulatif akandapat menentuka keterlaksanaan kurikulum.
5. Untuk melacak kemampuan khusus para anak didiknya dalam satu bidang studi.
6. Untuk segera mengetahui kelemahan proyek atau program dan segera dilakukan penyesuaian agar dicapai hasil yang paling optimal.