Selasa, 17 Februari 2009

Bumi dalam Tata Surya



Bumi dalam Tata Surya
By : Purwo Sutanto


Semua benda-benda langit yang tersebar di jagad raya disebut alam semesta. Di dalamnya terdapat kelompok-kelompok bintang yang berkerumun dengan jumlah tak terbilang. Setiap kelompok disebut galaksi, salah satunga bernama Galaksi Bima Sakti (Mylky Way).
Galaksi bima sakti memiliki struktur spiral berbentuk cakram, terdiri atas lebih dari 40 milyad bintang, salah satunya adalah matahari. Dari tepi ke tepi panjangnya sekitar 100.000 tahu cahaya, sedangkan tebal benjolan tengahnya sekitar 15.000 tahun cahaya ( 1 detik cahaya = 300.000 km). Bima sakti termasuk berukuran sedang apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya. Galaksi lain yang terdekat dengan bima sakti adalah galaksi Andromeda (berupa kabut/nebula) yang jaraknya 80.000 tahun cahaya. Karena luasnya yang tak terhingga menyebabkan alam semesta tetap dalam keadaan gelap, meskipun di dalamnya terdapat lebih dari 2 milyar galaksi dengan masing-masing memiliki bintang-bintang yang bersinar jauhnya melebihi matahari dengan jumlah tak terbilang.
Para ilmuwan sepakat bahwa benda-benda di alam semesta terbuat dari unsur-unsur yang hampir sama. Ada dua teori yang sangat terkenal mengenai terbentuknya alam semesta, pertama teori ledakan, kedua teori ekspansi dan kontraksi.

A. Teori Ledakan
Teori ini bertolak dari asumsi bahwa pada awal mulanya ada suatu massa yang luar biasa besarnya (big bang) dengan berat jenis sangat besar. Akibat adanya reaksi inti maka massa yang luar biasa besarnya tersebut meledak dan berserakan kemudian mengembang dengan sangat cepat menjauhi pusat ledakan.
Setelah jutaan tahun, maka massa yang berserakan membentuk kelompok-kelompok yang akhirnya menjadi galaksi. Kelompok-kelompok itu terus bergerak menjauhi pusatnya. Teori ini didukung dari hasil pengamatan bahwa galaksi-galaksi itu memang terus bergerak menjauhi titik pusat yang sama.

B. Teori Ekspansi dan Kontraksi
Teori ini dilandasi adanya pemikiran bahwa alam semesta mengalami siklus setiap 30 milyar tahun sekali, yaitu terjadinya massa ekspansi dan massa kontraksi. Pada massa ekspansi terbentuklah galaksi-galaksi beserta bintang-bintangnya. Ekspansi ini disebabkan adanya tenaga yang berasal dari reaksi inti hidrogen yang pada akhirnya membentuk berbagai unsur yang kemudian menyusut kembali karena mengeluarkan tenaga panas yang tinggi. Berdasarkan teori ekspansi dan kontraksi, maka sebenarnya alam semesta ini tidak berawal dan tidak berakhir.

C. Sistem Tata Surya.
Susunan tata surya terdiri dari planet-planet bersama masing-masing satelitnya, asteroid, komet, dan kumpulan meteorit. Hipotesis pertama mengenai terbentuknya tata surya dikemukakan pada tahun 1755 oleh Immanuel Kant (1724-1804). Ia menyatakan bahwa tata surya terbentuk dari suatu zat utama (primary matter) yang memenuhi ruang angkasa. Bagian dari zat ini yang berupa zat padat berada dalam keadaan diam tak bergerak, tetapi satu sama lain memiliki massa dan kepadatan yang berbeda.
Akibat gaya tarik menarik antara sesama partikel tersebut mulai bergerak dan berkondensasi secara terpisah. Proses ini terus berlangsung dan saling berinteraksi. Kondensasi-kondensasi yang lebih besar menarik kondensasi yang lebih kecil dan terbentuklah knots (simpul) yang besar dari zat tersebut.
Selain gaya tarik juga ada gaya tolak. Gerakan yang diakibatkan gaya ini menyebabkan partikel yang bertemu saling bertubrukan dan terpental satu sama lain ke arah yang berbeda-beda. Arah yang paling sering dituju oleh partikel yang bergerak ini menjadi predominant (pengaruh semakin kuat) dan suatu massa dari simpul yang terdiri dari zat utama tadi mulai bergerak ke satu arah, mengitari satu simpul yang terbesar dalam kelompok itu.
Menurut Pierre Laplace (1748-1827) pada tahun 1796 mengatakan bahwa matahari, planet-planet beserta satelitnya terbentuk dari zat-zat yang pada mulanya berupa gumpalan awan gas yang mengembun dalam keadaan berputar berbentuk seperti cakram. Akibat gaya tarik antara sesama partikel-partikel, maka pusat nebula mengalami kondensasi. Pada massa awal pembentuka tatasurya, bagian ini menjurus ke arah terbentuknya matahari sebagai pusat tatasurya. Pada mulanya matahari diselimuti oleh suatu nebula yang bergerak sejajar mengitarinya. Partikel-partikel yang terdekat dengan matahari membentuk orbit dengan radius kecil, sementara yang berada pada jarak yang lebih jauh orbit lingkarannya memiliki radius lebih panjang pada jangka waktu yang sama. Oleh karena itu semakin jauh jarak dari titik pusat tata surya, semakin lemah pengaruh gaya tariknya, dan semakin kuat gaya sentrifugalnya. Pada jarak tertentu dari titik pusat tersebut, kekuatan-kekuatan ini mencapai keseimbangan. Titik keseimbangan ini merupakan batas antara susunan tata surya terhadap gugusan benda-benda yang ada di cakrawala lainnya.
Karena hipotesis Kant dan Laplace hampir mirip, maka kedua hipotesis tadi dikenal dengan sebutan Hipotesis Kant dan Laplace.
Matahari adalah sebuah bintang, merupakan pusat tata surya yang jaraknya dari bumi 149.500.000 km, dengan panjang garis tengah pada equatornya 1.400.000 km. Wujudnya berupa gas pijar berbentuk bola dengan massa 332.000 kali massa bumi. Temperatur inti matahari tidak kurang dari 25.000.000oC, sedangkan di permukaannya sekitar 6.000oC. Matahari berotasi pada kutubnya dengan perioode antara 24-26 hari, sedangkan periode pada equatornya 34-37 hari di bumi.
Menurut Nicolas Copernicus (1473-1543) menyatakan bahwa matahari sebagai pusat tata surya (Heliosentris). Teori ini kemudian dimodifikasi oleh Kepler (1551-1630), Ishak Newton (1643-1727), dan Galileo-Galiley (1564-1642).
Matahari memiliki sembilan planet yang bergerak mengelilinginya, enam di antaranya memiliki satelit-satelit yang juga bergerak mengelilingi planetnya. Planet-planet tersebut adalah; Mercurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnur, Uranus, Neptunus, dan Pluto.
Bumi memiliki garis tengah equator sejauh 12.756 km, dengan densitas 5,52 gram/cm3, memiliki satelit bernama Bulan. Waktu untuk mengelilingi matahari satu putaran selama 365,25 hari (setahun), dengan kecepatan gerak 965.600 km/jam. Sedangkan waktu sekali putar (rotasi) selama 24 jam, dengan kecepatan translasi di equator lebih dari 1.600 km/jam (radius bumi = 6.378,2 km). Bagian luar Bumi diselimuti lapisan udara yang disebut atmosfera.
Bumi disebut juga planet biru, karena tampak berwarna biru apabila dilihat dari luar angkasa. Planet ini sangat unik dalam tata surya akrena terdapat air dalam tiga fase sehingga memiliki lautan dan kutub es serta terjadi siklus hidrologi yang berkesinambungan. Di Bumi juga berlangsung proses-proses geologis secara aktif, yaitu terjadinya siklus geologi yang menyebabkan permukaan Bumi terus mengalami perubahan dan peremajaan sepanjang waktu.
Bentuk Bumi tidak bulat sempurna, melainkan menyerupai oblate spheroid yaitu agak pepat pada kutub-kutubnya. Panjang jari-jari di kutub 6.356,8 km, dan di ekuator 6.378,2 km, dengan luas permukaan 510.100.954 km2. bentuk seperti ini disebut Geoid. Secara teoritis pepatnya bumi disebabkan adanya rotasi sejak awal pembentukannya sewaktu Bumi belum padat. Akibatnya, pada bagian yang searah dengan sumbu rotasi akan terjadi pemampatan, sedangkan yang tegak lurus, yaitu yang searah dengan equator akan mengalami pengembangan.
Bentuknya yang unik menyebabkan permukaan Bumi memiliki kekuatan grafitasi yang berbeda. Secara umum di wilayah kutub kekuatan gravitasinya lebih besar daripada di katulistiwa. Percepatan gravitasi dari kutub ke equator perubahannya secara perlahan. Namun demikian, dibeberapa tempat ada yang gaya tariknya di atas normal (positive gravity anomaly) dan juga di bawah normal (negative gravity anomaly). Anomali ini disebabkan faktor geologis setempat, seperti adanya batuan berdensitas rendah dan batuan berdensitas tinggi atau mungkin adanya gejala struktur pada bagian dalam bumi.
Bumi memiliki satelit, yaitu bulan. Bulan berdiamer 3.456 km, sedangkan jaraknya dari bumi 384.395 km. Bulan berotasi sambil mengelilingi Bumi. Waktu yang dibutuhkan untuk sekali rotasi sama tepat dengan waktu untuk revolusi, sehingga permukaan Bulan yang tampek ke Bumi selalu tetap sama. Volume Bulan hanya 1/82 dari volume Bumi dan gravitasinya 1/6 dari gravitasi Bumi. Tak ada air dan udara, oleh sebab itu permukaan Bulan tetap abadi karena terjadi siklus geologi layaknya Bumi.

D. Sifat-sifat Panas Bumi
Bumi memiliki sifat panas yang berasal dari luar (eksternal heat) dan dari dalam (internal heat). Panas luar berasal dari pancaran panas matahari, yang besarnya sekitar 10 pangkat 21 kalori setiap tahun. Penerimaan panas dipermukaan Bumi tidaklah merata tergantung pada radian energi dan beberapa faktor lain seperti distribusi daratan dan perairan, kedalaman, tinggi rendah permukaan Bumi (setiap penambahan tinggi 100 m, suhu turun 0,5oC), penyebaran tumbuhan, arus laut, angin, dan jenis batuan.
Gradien geotermal, adalah tingkatan kenaikan temperatur dalam derajat Celcius apabila turun atau masuk ke dalam Bumi tiap 100 meter. Di Eropa rata-rata 3oC/100m, di Amerika Utara gradien geotermalnya sekitar 1,6oC/ 100 meter.
Fluktuasi suhu udara di dekat permukaan Bumi sangat tinggi, kadang mencapa 100oC. Namun fluktuasi ini semakin berkurang apabila ke arah dalam Bumi, dan pada kedalaman tertentu hilang sama sekali (daerah zone of constant annual temperature). Pada zona ini suhu tanah sama dengan suhu udara di atasnya karena di bagian atasnya diselimuti oleh zona heliothermal, yaitu lapisan kulit Bumi (lithosfera) yang mendapat panas Matahari.
Di bawah lapisan zona yang bersuhu konstan terdapat zona geothermal, yaitu daerah yang suhunya tetap tinggi bukan akrena pengaruh sinar matahari, tetapi panasnya berasal dari dalam perut bumi.
Derajat geotermik tidak sama untuk setiap tempat, hal ini disebabkan beberapa faktor:
1. Perbedaan sifat penghantar panas lapisan tanah. Semakin tinggi daya penghantarya, semakin rendah derajat geotermiknya.
2. Proses-proses reaksi kimia dari kandungan air yang terdapat dalam lapisan tanah dan batuan.
3. Kondisi yang menyebabkan terbentuknya batuan (tegak/liring atau datar).
4. Gerakan air bawah permukaan (tergantung aliran airnya panas atau dingin).
5. Gerakan air di permukaan Bumi. Di dekat lautan atau laut derajat geotermiknya akan lebih tinggi daripada tempat-tempat yang jauh terhadap lautan.
6. Konsentrasi unsur-unsur radioaktif batuan. Tempat berradioaktif tinggi, derajat geotermiknya menurun).
Dengan patokan derajat geotermik 33 meter untuk lapisan-lapisan lithosphera, maka pada kedalaman 33 km suhunya 1.000 oC dan pada kedalaman 66 km berarti akan mencapai 2.000oC. pada suhu setinggi ini maka batuan-batuan di bawah litosfera akan mencair, tetapi karena pada kedalaman tersebut tekanannya tinggi (11.000-14.000 atmosfer), menyebabkan batuan-batuan atau zat-zat berada dalam keadaan padat dan plastis. Apabila derajat geotermik tetap 33 meter, berarti panas di pusat bumi sekitar 193.060oC, berarti zat-zat di perut Bumi dan Mantel Bumi dalam keadaan cair. Dalam keadaan seperti ini maka lapisan permukaan bumi juga akan mencair. Dengan demkian, suhu pada bagian dalam bumi tidak akan melebihi antara 3.500-4.000oC. hal ini dengan perhitungan adanya tekanan pada tempat tersebut sebesar 4.163.450 atmosfer. Pada kondisi seperti ini maka batuan dalam mantel dan pusat bumi bentuknya kenyal dan padat. Hal ini sesuai dengan data astronomi dan seismologis.
Pendapat terakhir menyatakan bahwa panas yang terjadi pada lapisan litosfera berasal dari adanya reaksi zat radioaktif. Unsur-unsur yang mencair akibat reaksi ini akan bertambah volumenya sehingga tekanannya meningkat dan dapat mengakibatkan erupsi dalam bentuk massa cair.
Sumber: Agung Mulyo, 2004, Pengantar Ilmu Kebumian, Bandung: Pustaka Setia

Jumat, 16 Januari 2009

Pengembangan LKS

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN LKS DALAM PEMBELAJARAN

By: Purwo Sutanto




Salah satu bentuk bahan ajar cetak yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS merupakan materi ajar yang dikemas sedemikian rupa agar siswa dapat mempelajari materi tersebut secara mandiri. Karenanya dalam LKS seharusnya memuat materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Dalam LKS, siswa pada saat yang sama diberi materi dan tugas yang berkaitan dengan materi tersebut. Selain itu dalam LKS dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi yang diberikan.

Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari LKS, diperlukan persiapan yang matang dalam perencanaan materi (isi) dan tampilan (desain). Materi LKS harus diturunkan dari tujuan instruksional. Desangkan desain dikembangkan untuk memudahkan siswa berinteraksi dengan materi yang diberikan.


Pemanfaatan.

Melalui LKS guru akan memperoleh kesempatan untuk memancing siswa agar secara aktif terlibat dengan materi yang dibahas. Salah satu metode yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemanfaatan LKS adalah dengan menerapkan metode SQ3R (survey, Question, Read, Recite, Review atau mensurvei, membuat pertanyaan, membaca, meringkas, dan mengulang)

□ Pada kegiatan survey, siswa membaca secara sepintas keseluruhan materi, termasuk membaca ringkasan materi jika ringkasan diberikan.

□ Pada tahap question, siswa diminta untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang harus mereka jawab sendiri pada saat membaca materi yang diberikan.

□ Pada tahap read, siswa dirangsang untuk memperhatikan pengorganisasian materi, membubuhkan tanda-tanda khusus pada materi yang diberikan. Misalnya siswa diminta membubuhkan tanda kurung pada ide utama, menggaris bawahi rincian yang menunjang ide utama, dan menjawab pertanyaan yang sudah disiapkan pada tahap question.

□ Recite menuntut siswa untuk menguji diri mereka sendiri pada saat membaca dan siswa diminta untuk meringkas materi dalam kalimat mereka sendiri.

□ Review dimaksudkan agar siswa sesegera mungkin melihat kembali materi yang sudah selesai dipelajari sesaat setelah selesai mempelajari materi tersebut. Dalam pengembangan LKS kita harus berusaha memasukkan unsur-unsur SQ3R secara terintegrasi.


Desain

Ada dua faktor yang perlu mendapat perhatian pada saat mendesain LKS yaitu, a) tingkat kemampuan membaca, b) pengetahuan siswa. LKS didesain untuk dimanfaatkan siswa secara mandiri, dan Guru hanya berperan sebagai fasilitator sehingga yang diharapkan berperan aktif dalam mempelajari materi yang ada dalam LKS adalah siswa. Jika desain LKS yang kita kembangkan terlalu rumit bagi siswa, maka siswa akan kesulitan dalam memahami LKS. Berikut ini beberapa batasan yang bisa dipakai untuk menentukan desain LKS.

1. Ukuran. Gunakan ukuran yang dapat mengakomodasi kebutuhan instruksional yang telah ditetapkan. Misalnya jika menginginkan siswa untuk mampu membuat bagan alur, maka ukuran LKS sebaiknya A4 agar siswa cukup ruang dan leluasa untuk membuat bagan.
2. Kepadatan halaman. Usahakan agar halaman tidak terlalu dipadati dengan tulisan. Halaman yang terlalu padat akan mengakibatkan siswa sulit memfokuskan perhatian. Di samping itu, pengorganisasian halaman juga perlu diperhatikan. Jika siswa sulit menentukan mana judul dan mana subjudul dari materi yang diberikan dalam LKS, hal ini akan menimbulkan kesulitan siswa untuk memahami materi secara keseluruhan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan memanfaatkan penggunaan huruf besar atau penomoran. Sebaiknya pemilihan pola penulisan ini harus konsisten.
3. Kejelasan. Pastikan bahwa materi dan instruksi yang diebrikan dalam LKS dapat dengan jelas dibaca siswa. Sesempurna apa pun materi yang kita persiapkan tetapi jika siswa tidak dapat membacanya dengan jelas, maka LKS tidak akan memberikan hasil yang optimal.


Prosedur Pengembangan


Ada empat langkah dalam mengembangkan LKS, yaitu:

1. Penentuan tujuan instruksional. Penentuan tujuan mestinya dimulai dengan melakukan analisis siswa, yaitu mengenali siapa siswa kita, perilaku awal dan karekteristik awal yang dimiliki siswa. Berdasarkan analisis ini akan diperoleh peta tentang kompetensi yang telah dan akan dicapai siswa, baik kompetensi umum maupun kompetensi khusus. Kedua kompetensi ini jika dirumuskan kembali dengan kaidah-kaidah yang berlaku, akan menjadi tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Kaidah yang berlaku antara lain dengan melengkapi pola ABDC (Audience, Behavior, Condition, Degree). Tujuan pembelajaran ditulis untuk menunjukkan apa yang harus mampu dilakukan oleh seorang siswa yang berhasil belajar dengan baik, atau kompetensi yang akan dicapai siswa setelah melalui proses belajar. Dengan demikian kita harus menuliskan tujuan pembelajaran menggunakan kata kerja operasional, dan menghindari kata kerja yang tidak jelas seperti; memahami, mengenal, menguasai, menyadari. dll. Tujuan pembelajaran yang baik akan memandu kita dalam memilih topik pembelajaran, menyusun strategi pembelajaran, memilih media dan metode pembelajaran, serta mengembangkan alat evaluasi hasil belajar.
2. Pengumpulan materi. Tentukan materi dan tugas yang akan dimuat dalam LKS dan pastikan pilihan ini sejalan dengan tujuan instruksional. Kumpulkan bahan/materi dan buat rincian tugas yang harus dilaksanakan siswa. Bahan yang akan dimuat dalam LKS dapat dikembangkan sendiri atau memanfaatkan meteri yang sudah tersedia (menyusun).
3. Penyusunan elemen. Elemen LKS setidaknya ada unsur Materi, Tugas dan Latihan. Tugas yang sebaiknya terdapat dalam LKS adalah:

□ Baca materi......... yang ada dalam LKS!

□ Garisbawahi kata/kalimat yang menurut anda penting!

□ Buat ringkasan pada tempat yang telah disediakan!

□ Tulis paling sedikit lima pertanyaan pada kotak yang sudah disediakan!

□ Baca kembali materi sambil menjawab pertanyaan yang anda buat!

□ Tulis jawaban pada tempat yang sudah disediakan!

□ Jawab soal yang diberikan dalam Latihan!

4. Cek dan penyempurnaan. Ada empat variabel yang harus dilihat sebelum LKS dapat dibagikan kepada siswa, yaitu:

□ Kesesuaian desain dengan tujuan instruksional.

□ Kesesuaian materi dengan tujuan instruksional.

□ Kesesuaian elemen dengan tujuan instruksional. Pastikan bahwa tugas dan latihan yang diberikan menunjang pencapaian tujuan intruksional.

□ Kejelasan penyampaian, meliputi keterbacaan, keterpahaman dan kecukupan ruang untuk mengejakan tugas.

Untuk langkah penyempurnaan, mintalah komentar siswa, kemudian lakukan evaluasi dan perbaikan seperlunya.

Sumber: Tian Belawati, dkk. 2003. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Jumat, 09 Januari 2009

Multiple Intelegence II

Kecerdasan Ganda dan Pembelajaran
by: Purwo Sutanto

Kalau ada banyak jalan menuju Roma, begitu juga jalan menuju kecerdasan. Ada banyak cara untuk menjadi cerdas. Kalau ada banyak cara, berarti ada banyak tanda pula untuk melihat kecerdasan anak. Tanda itu bukan hanya dapat dilihat dari prestasi akademiknya di sekolah, atau mengikutkan anak kedalam tes intelejensia.
Anak-anak dapat memperlihatkan kecerdasannya lewat banyak cara. Cara itu misalnya melalui kata-kata, angka, musik, gambar, kegiatan fisk (kemampuan motorik) atau lewat cara sosial-emosional. Itu karena, menurut Thomas Armstrong, Ph.D, periset kecerdasan anak dan penulis buku ‘In Their Own Way : Discovering and Encouraging Your Child’s Multiple Intelligences’, semua anak terlahir cerdas dan berbakat. Kalaupun ada yang tampak tak menonjol, itu karena beberapa anak menunjukkan bakatnya lebih lambat dibanding anak lain.
Karenanya, banyak hasil-hasil riset kecerdasan anak menyarankan para orangtua untuk memberi banyak pengalaman dan stimulasi kepada anak. Stimulasi dan sensasi pengalaman yang intens itu berguna untuk segera membangkitkan kecerdasan anak. Jadi tak ada lagi istilah ‘anak menunjukkan bakat lebih lambat’. Fakta-fakta riset itulah yang kemudian oleh Prof. Howard Gardner, seorang psikolog dan pakar ilmu saraf dari Universitas Harvard, AS tahun 1983 dikristalkan ke dalam konsep teori kecerdasan yang disebutnya ‘Multiple Intelligences’ atau Kecerdasan Majemuk/Ganda.
Menurut Gardner, manusia itu, siapa saja--kecuali cacat atau punya kelainan otak—sedikitnya memiliki 9 kecerdasan. Kecerdasan manusia, saat ini tak hanya dapat diukur dari kepandaiannya menguasai matematika atau menggunakan bahasa. Ada banyak kecerdasan yang dapat diidentifikasi di dalam diri manusia.
Dalam buku ‘Intelligence Reframed : Multiple Intelligence for The 21st Century’ (1999), Howard Gardner, menjelaskan 9 kecerdasan yang tersimpan dalam otak manusia. Konsep kecerdasan ganda ini, bila dipahami dengan baik, akan membuat semua orangtua memandang potensi anak lebih positif. Terlebih lagi, para orangtua (guru) pun dapat menyiapkan sebuah lingkungan yang menyenangkan dan memberdayakan di rumah (di sekolah).
Keberhasilan anak usia dini merupakan pijakan awal bagi keberhasilan pendidikan pada jenjang berikutnya. Usia dini merupakan usia emas. Artinya bila pada masa itu mendapat pendidikan yang “benar” maka ia memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci bagi keberhasilan belajarnya pada jenjang berikutnya.
Saat ini jarang ditemukan pendidikan anak yang menggunakan model pembelajaran berbasis kemampuan atau potensi anak. Mereka lupa, bahwa usia anak adalah usia bermain. Oleh karenanya, perlu dilakukan rekonstruksi terhadap praktik pembelajaran pada anak yang berbasis pada permainan (ya bermain, ya belajar).
Bermain sekaligus belajar merupakan dua aktivitas yang harus dimaknai sebagai satu kesatuan dan memiliki makna anak belajar melalui bermain. Aktivitas-aktivitas anak lebih ditekankan pada ciri-ciri bermain. Porsi bermain tampak lebih menonjol daripada belajar. Melalui bermain itulah anak akan memperoleh berbagai kemampuan, seperti kemampuan berkomunikasi, berbahasa, bersosialisasi, memanajemen emosi, dan berpikir logis-matematis.
Slogan bermain sambil belajar sangat sesuai dengan karakteristik kurikulum untuk pendidikan anak usia dini. Ini karena kegiatan bermain mampu menyentuh seluruh aspek perkembangan anak. Saat bermain anak memiliki kebebasan berimajinasi, mengeksplorasi, dan berkreasi.
Pada saat bermain itulah, aspek-aspek perkembangan fisik motorik kasar dan halus, aspek emosional, aspek kognitif/intelektual, dan aspek sosial berkembang dalam situasi yang menyenangkan. Anak usia dini mencakup usia dari lahir hingga delapan tahun, meskipun di Indonesia dibatasi hingga usia enam tahun.
Anak secara instrinsik memang termotivasi untuk selalu bermain. Dalam bermain, mereka menikmati kegiatannya, merasa kompeten melakukan sesuatu. Mereka terus belajar mendapatkan pengalaman baru yang dipadukan dengan apa yang telah diketahuinya.
Namun, strategi bermain dalam pendidikan anak usia dini ini ternyata belum sepenuhnya dipahami orangtua, guru, dan pendamping. Bahkan, tidak jarang orangtua menolak kegiatan bermain dalam pendidikan prasekolah. Mereka lebih senang jika anak langsung dikenalkan dengan kegiatan membaca, menulis, dan berhitung.
Mereka, masih beranggapan bahwa anak tidak mungkin dapat belajar apabila anak menghabiskan waktu hanya untuk bermain. Padahal, perlu diyakini bahwa bermain memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan kemampuan akademik anak. Strategi belajar melalui bermain ini, menitikberatkan pada cara-cara mengasah, menstimulasi kecerdasan gkita pada anak sejak usia dini. Oleh karenanya, bagi orangtua, para guru, pemerhati pendidikan, orangtua asuh, trainer, dan pendamping perlu segera menerapkan model ini jika ingin benar-benar melejitkan dan mengembangkan potensi kecerdasan anak.

Kecerdasan Ganda dan Ruang Belajar
‘Ruang kelas’ terbesar untuk belajar sebenarnya sudah tersedia. Ya, dunia adalah ruang belajar itu. Untuk mengembangkan kecerdasan unik anak-anak lewat konsep ini, yang dibutuhkan sebenarnya sudah tersedia di lingkungan sekitar. Di sekolah, anak bisa diajak keluar kelas untuk mengamati setiap fenomena yang terjadi di dunia nyata. Sementara di rumah, anak bisa memanfaatkan benda-benda dan materi di sekitar rumah. Orang tua tak perlu membelikan alat belajar maupun mainan yang mahal.
Konsep Multiple Intelligences juga mengajarkan kepada anak bahwa mereka bisa belajar apapun yang mereka ingin ketahui. Apapun yang ingin diktehauinya itu dapat ditemui di dalam kehidupan nyata yang dapat mereka alami sendiri. Sementara, bagi orangtua maupun guru, yang dibutuhkan hanya kreatifitas dan kepekaan untuk mengasah kemampuan anak. Baik orang tua maupun guru juga harus mau berpikir terbuka, keluar dari paradigma tradisional.
Soal manfaat lingkungan untuk membantu proses belajar ini, sudah diteliti lho oleh beberapa orang peneliti kegiatan belajar. Ada Vernon A. Magnesen tahun 1983 dan sekelompok peneliti seperti Bobbi DePorter; Mark Reardon, dan Sarah tahun 2000. Mereka menjelaskan bahwa kita sebenarnya mendapat pengetahuan dari apa yang kita baca (10%), dari apa yang kita dengar (20%), dari apa yang kita lihat (30%), dari apa yang kita lihat dan dengar (50%), dari apa yang kita katakan (70%) dan dari apa yang kita katakan dan lakukan (90%).
Nah dari situ terlihat bukan, dari aktivitas seperti apa kita lebih banyak mendapatkan pengetahuan? Ya, dari yang kita lihat dan dengar serta dari paraktik yang kita lakukan. Belajar dengan menggunakan teori kecerdasan gkita bukan cuma menegaskan “it’s how smart they are” tapi “It’s how they are smart!” Bukan ‘seberapa pintar anak’ tapi ‘bagaimana mereka bisa menjadi pintar’.

Sumber :
http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=2108
http://www.surya.co.id/web/Citizen-Journalism/Bermain-Sekaligus-Belajar.html
www.wyethindonesia.com/$$Multiple%20Intelligences.html?menu_id=66&menu_item_id=4 - 33k