Tampilkan postingan dengan label materi latihan khotib. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label materi latihan khotib. Tampilkan semua postingan

Minggu, 01 Desember 2019

Materi Pelatihan Khotib 2019



TRAINING KHUTBAH JUM’AT
Dewan Masjid  Digital Indonesia

I. RINGKASAN FIQIH KHOTBAH

Ketentuan Umum Shalat Jum’at

1.    Hukum shalat Jum’at wajib bagi siapa saja yang memenuhi syarat. Dasarnya firman Allah SWT. surat al-Jumu’ah: 9
2.    Waktu shalat: Waktu shalat Dhuhur, dimulai dari waktu zawal..
3.    Wajib meninggalkan semua mu’amalah pada saat adzan kedua.
4.    Shalat jum’at wajib berjamaah, dengan adzan, khutbah dua kali dan shalat dua rakaat.  

Rukun Khutbah Jum’at
1.      Mazhab Hanafi: Rukun khutbah hanya satu, dzikir. Bisa tahmid, tasbih atau tahlil.
2.      Mazhab Maliki: Hanya satu, yaitu peringatan (tahdzir) dan kabar gembira (tabsyir).
3.      Mazhab Syafii: (1) Hamdalah; (2) Shalawat: (3) Wasiat takwa; (4) Membaca sebagian ayat al-Qur’an; (5) Doa untuk kaum Muslimin dan Muslimat – khutbah kedua.
4.      Mazhab Hanbali: (1) Hamdalah; (2) Shalawat: (3) Membaca sebagian ayat al-Qur’an; (4) Wasiat takwa.

Syarat Khutbah
1.    Khutbah pertama dan kedua disampaikan sebelum shalat.
2.    Khatib harus niat khutbah.
3.    Berbahasa Arab.
4.    Disampaikan pada waktunya, yaitu sebelum shalat.
5.    Disampaikan dengan keras dan lantang hingga terdengar oleh jamaah.

Adab Khutbah
1.    Memendekkan khutbah, dan memanjang-kan shalat.
2.    Menggunakan gaya retorika (khithabah), bukan gaya mengajar, presentasi, berkisah atau bersyair.
3.    Menjauhi sejauh-jauhnya gaya melodi dalam berkhutbah, termasuk membaca ayat al-Qur’an..

Tata Cara Khutbah Jum’at
1.    Naik ke Mimbar dan Memberi Salam.
2.    Duduk dan Mendengarkan Adzan.
3.    Memenuhi Rukun Khutbah ***.
4.    Menyampaikan Khutbah dgn Singkat, Padat dan Suara Yang Lantang.
5.    Boleh Menggunakan Tongkat.

Rukun Khutbah
1.    Hamdalah
2.    Syahadat
3.    Sholawat Kepada Nabi SAW
4.    Seruan Taqwa
5.    Ayat Al Qur’an


II. ANALISIS NASKAH KHUTBAH

Memenuhi Aspek WyWaH
·      WHY
·      WHAT
·      HOW

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah   WHY (ancaman atau pujian)

Zakat adalah salah satu kewajiban dalam Islam sebagaimana kewajiban lainnya, seperti sholat, puasa dan haji. Penunaian zakat harus sesuai ketentuan syariat apa adanya, dan bukan termasuk bagian ijtihadi, atau dengan kata lain, zakat bersifat tawqifi, harus diterima apa adanya, pasalnya adalah hukum zakat sebagaimana hukum ibadah lainnya tidak memiliki illat apapun yang memungkinkan untuk di-qiyaskan atau menerima ijtihad. Kewajiban zakat sudah sangat jelas, dan penunaian zakat adalah untuk ketaatan para muzakki yang diambil hartanya untuk dibagikan kepada para mustahik, untuk mensucikan mereka, sebagaimana firman Allah SWT :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka yang bisa membersihkan dan mensucikan mereka (TQS at-Taubah [9]: 103).

 Allah SWT mengancam dengan keras terhadap orang yang meninggalkan kewajiban zakat dan menyebutnya dengan orang yang bakhil, firmanNya:
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآءَاتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرُُّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَللهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” [Ali Imran:180].

Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang dalam tafsir ayat ini: Yakni, janganlah sekali-kali orang yang bakhil menyangka, bahwa dia mengumpulkan harta itu akan bermanfaat baginya. Bahkan hal itu akan membahayakannya dalam (urusan) agamanya, dan kemungkinan juga dalam (urusan) dunianya. Kemudian Allah memberitakan tentang tempat kembali hartanya pada hari kiamat, Dia berfirman,“Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di leher mereka, kelak pada hari kiamat.” [Tafsir Ibnu Katsir, surat Ali Imran ayat 180]

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah  WHAT (Penjelasan Isi)

Fikih zakat saat ini berusaha terus dikembangkan dan dimodifikasi. Hasilnya, salah satunya, adalah munculnya istilah zakat profesi yang baru muncul sekitar 50 tahun yang lalu dan tidak ada syariatnya pada masa Nabi SAW dan para Sahabat RA. Selain itu praktik zakat saat ini telah diwarnai oleh bid’ah modern, yakni logika kapitalistik. Berdasarkan logika ini muncullah istilah zakat produktif. Dengan logika ini, zakat mesti dijadikan modal usaha agar si miskin tidak dididik untuk malas bekerja. Logika semacam ini bukan saja merendahkan martabat manusia, tetapi sekaligus menunjukkan sikap arogan kepada Allah SWT. Pasalnya, Allah SWT sendiri tidak mensyaratkan demikian. Apalagi manusia normal tak akan pernah malas bekerja dan bercita-cita menjadi pengangguran.

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah

Masalahnya adalah kita hidup dalam sistem Kapitalisme yang tidak adil alias zalim, bahkan cenderung kejam.
Bisa kita perhatikan pada saat ini, setelah triliunan rupiah dana haji milik umat dilirik untuk digunakan membiayai pembangunan infrastrukur, Pemerintah Jokowi kini membidik dana zakat. Sebagaimana disuarakan oleh Menteri Agama Lukman Saefudin baru-baru ini, Pemerintah berencana memungut zakat 2,5% dari gaji Aparatur Sipil Negeri (ASN). Menteri Agama beralasan, selama ini APBN dan APBD tidak cukup. Menurut Menteri Agama pula, potensi zakat dari ASN bisa mencapai Rp 15 triliun pertahun.

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah

Rencana Pemerintah ini menuai kontra. Alasannya bermacam-macam. Salah satunya adalah secara syar’i tidak ada zakat atas gaji/penghasilan (zakat profesi) dalam Islam. Apalagi kebanyakan gaji ASN kecil. Belum lagi jika zakat penghasilan itu harus dipotong tiap bulan dari gaji ASN, yang tentu mengabaikan patokan nishâb dan haul.
Pertanyaannya: Mengapa bisa muncul gagasan tentang zakat profesi, termasuk zakat atas gaji/penghasilan ASN? Mengapa dana zakat pun disasar demi menutupi defisit APBN dan APBD di tengah kekayaan SDA kita yang melimpah-ruah?

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah HOW (Solusi dan Aksi)

Jika Pemerintah serius ingin menambah pemasukan APBN yang dibutuhkan untuk mensejahterakan rakyat, tentu tak seharusnya Pemerintah membidik dana zakat. Dan untuk mengatasi kemiskinan, juga untuk membiayai pembangunan, Islam memiliki mekanisme tersendiri. Salah satunya melalui kewajiban negara untuk mengelola harta milik umum (seperti sumberdaya alam/SDA) yang hasilnya sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Karena itulah harta milik umum haram diserahkan kepada pihak swasta apalagi asing. Dasarnya antara lain riwayat penuturan Abyadh Bin Hammal ra. bahwa: Ia pernah mendatangi Rasulullah saw. untuk meminta tambang garam—menurut Ibnu al-Mutawakil di Ma’rib—dan beliau memberikan tambang itu kepada Abyadh. Namun, tatkala tambang garam itu telah diberikan, tiba-tiba seseorang di majelis berkata kepada Rasulullah saw., “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberi dia harta yang seperti air yang mengalir (berlimpah).” Mendengar itu Rasulullah saw. menarik kembali kepemilikan tambang tersebut dari Abyadh (HR Abu Dawud).

Hadis ini—selain beberapa nas lainnya—menjadi dasar keharaman negara menyerahkan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak kepada individu, swasta apalagi asing.
Penerapan hadis di atas tentu membutuhkan penerapan syariah Islam secara kâffah oleh negara. Di sinilah pentingnya Khilafah/daulah Islam. Pasalnya, hanya Khilafah/ daulah Islam yang bisa menerapkan syariah Islam secara kâffah, termasuk dalam pengelolaan kekayaan milik umum demi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahtreraan rakyat. Karena itu sungguh aneh dan naif jika masih ada orang yang membenci Khilafah dan mempersekusi para pengusungnya.



III. POLA PERUMUSAN MATERI DAKWAH

1. Problem Solving
Ibarat penyakit, pola ini berusaha mengobati penyakit Dalam suatu masyarakat.
Ada tiga muatan dalam pola ini.
1.    Mengungkap fakta dan data tentang “penyakit masyarakat” dan akibat negatifnya.
2. Mengungkap penyebab-penyebab dari “penyakit masyarakat”, baik yang dianalisis dari fakta dan data maupun dari dalil Al-Qur’an dan Hadits serta pendapat para pakar.
3. Mencarikan obat atau jalan keluar dari “penyakit masyarakat”

2. Pertanyaan Dan Jawaban
     Pola ini dimaksudkan untuk menjawab persoalan-persoalan penting yang perlu diketahui oleh umat dalam upaya membentuk pemahaman yang utuh tentang suatu masalah.
Ada tiga muatan yang terkandung dalam pola ini:
1. Mengungkap pentingnya masalah yang akan dibahas.
2. Mengungkap permasalahan yang dihadapi sebagai kendala dalam memiliki sikap positif.
3. Memberikan Jawaban dari permasalahan yang dihadapi dalam pembahasannya. Ini merupakan sesuatu yang terpenting dalam bahasan

3. Pendekatan Tematik Ayat Dan Hadits
Ini merupakan pola yang membahas suatu masalah  dalam Al-Qur’an dan Hadits
Ada tiga langkah yang perlu ditempuh:
1.    Tentukan Masalah yang hendak dibahas, misalnya tentang taqwa, mahabbah sebagainya, jelaskan urgensinya.
2. Batasi masalahnya agar tidak terlalu luas, misalnya dengan membahas urgensi taqwa, ciri-ciri orang bertaqwa, keuntungan orang yang bertaqwa, dll.
3. Gunakan dalil-dalil yang terkait dengan pokok-pokok bahasannya, baik dari Al-Qur’an maupun hadits .

4. Mensistimatisasikan Ayat & Hadits
     Ayat dan hadits, tentu saja mengandung banyak masalah yang perlu dikaji oleh umat Islam. Untuk memudahkan pemahaman, perlu dibahas dengan pendekatan yang sistimatis.
Ada tiga langkah yang perlu ditempuh dalam kaitan ini.
1.    Bacakan ayat atau hadits dengan mengantarkan terlebih dahulu kepada masalah yang dikandungnya.
2.  Susun kandungan ayat tersebut menjadi poin-poin bahasan yang harus dijelaskan.
3. Kaitkan bahasan masing-masing poin dengan ayat-ayat yang senada dan jadikan masalah-masalah aktual sebagai contoh kasusnya.

5. Memilih Uraian Hadits Bernomor.
Banyak hadits-hadits dengan ungkapan yang sistimatis melalui penyebutan angka yang terkandung di dalamnya . Ada dua Langkah yang harus ditempuh:
1.    Uraikan pentingnya masalah yang Terkandung dalam hadits tersebut.
2.  Bahas poin-poin hadits satu persatu, jelaskan dengan ayat dan hadits-hadits terkait serta berilah ilustrasi yang menarik dan aktual.

6. Menanggapi Masalah Aktual Menurut Islam
Ada banyak masalah dan kejadian aktual yang perlu  ditanggapi menurut ajaran Islam. Ada tiga langkah yang harus ditempuh dalam membahas pola ini.
1. Ungkap masalah yang dimaksud dan pentingnya bagi kaum muslimin menyikapi masalah ini.
2.    Kaitkan masalah tersebut dengan sudut pandang ajaran Islam, baik yang berkaitan dengan hukum maupun petunjuk-petunjuk teknis dalam Al-Qur’an dan hadits.
3. Ilustrasikan masalah tersebut dengan sikap generasi terdahulu, pada masa Rasul maupun sahabat dan ulama-ulama kemudian.

Keuntungan
·      Memiliki Penguasaan Materi Yang Banyak.
·      Materi Dapat Disampaikan Secara:
       1. Singkat.                        2. Padat                       3. Sistimatis




IV. CIRI PIDATO YANG BAIK

1.    Pidato Yang Berhubungan.
1)   Mengandung kesesuaian hubungan antara pembeberan masalah  dengan fakta, pendapat atau penilaian pribadi.
2)    Memiliki objektivitas dan unsur-unsur yang mengandung kebenaran.
3)   Memiliki hubungan yang serasi antara isi pidato dengan formulasinya sehingga terdengar indah, namun tidak dengan bahasa yang berlebihan.
4)   Rasulullah Saw seringkali mengemukakan hubungan yang terkait antara idealita dengan realitas yang seharusnya. misalnya: Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berbicara yang baik atau diam.

2. Pidato Yang Jelas.
1)   Berpidato yang jelas adalah yang bisa dipahami oleh pendengar sebagaimana maksud dari yang berpidato, pendengar tidak salah paham.
2)   Pembicara harus memahami apa yang hendak dibicarakan dan tidak ada pendapat yang hendak disembunyikan.
3)    Rasulullah Saw selalu berpesan dengan pesan yang sangat jelas, misalnya dengan kalimat: wajib atasmu berlaku jujur, karena jujur membawa kamu kepada kebajikan dan kebajikan membawa kamu kepada surga. Jauhilah dusta, karena dusta itu membawa kamu kepada kedurhakaan dan kedurhakaan itu membawa kamu kepada neraka.

3. Pidato Yang Hidup.
1)   Pidato yang hidup adalah pidato yang menarik minat pendengar untuk mendengarkannya secara serius.
2)   Untuk menghidupkan pidato bisa digunakan gambar, cerita pendek, kejadian-kejadian yang relevan, pengertian yang jelas dan berbagai ilustrasi yang menarik.
3)   Rasulullah Saw sangat menarik ketika menyampaikan pesan, beliau pernah bercerita tentang tiga orang yang terjebak dalam gua, mereka berdo’a dengan mengemukakan amal-amal yang telah dilakukan sehingga hal ini menjadi penguat bagi dikabulkannya do’a mereka, ada yang memerah susu dan diberikan kepada orang tuanya sebelum diberikan kepada anak isterinya, ada yang diajak berzina oleh wanita yang cantik tapi ia tidak mau dan ada yang mengelola upah pembantunya hingga berkembang hartanya menjadi banyak lalu diserahkannya kepada sang pembantu.

4. Pidato Yang Memiliki Tujuan.
1)   Pidato yang memiliki tujuan adalah pidato yang memiliki target yang hendak dicapai atau diarahkan oleh pembicara. Misalnya agar jamaah selalu berusaha dalam hidup ini untuk bisa masuk surga dengan usaha di dunia ini.
2)   Tujuan ini harus selalu diulang pengucapannya dalam uraian agar pendengar tidak melupakannya.
3)   Rumuskan tujuan pidato dengan jelas sehingga menjadi gagasan utama dalam pembahasan sebuah pidato sehingga mudah diingat oleh pendengar.
4)   Hindari gagasan yang banyak dalam sebuah pidato.
5)   Dalam menyampaikan pesan, Rasulullah saw berbicara dengan singkat dan padat, sehingga para sahabat bukan hanya memahami apa yang dikatakan Nabi, tapi juga bisa menghafalnya dan menyampaikannya lagi kepada yang lain.

5. Pidato Yang Memiliki Klimaks.
1)   Tidak sedikit orang yang mendengar pidato merasa bosan atau jenuh karena hanya membeberkan suatu persoalan.
2)   Pembeberan suatu masalah harus menggunakan gaya bahasa klimaks, perbesar ketegangan dan rasa ingin tahu pendengar dengan menciptakan titik-titik puncak dalam pidato.
3)   Titik puncak itu harus diusahakan keluar dari isi pidato, bukan karena tepukan atau teriakan pendengar.
4)   Titik-titik puncak pindato harus dipersiapkan secara matang sebelum    pidato dilakukan.
5)   Rasulullah pernah menyampaikan kalimat yang menjadi klimaks dalam pesannya, yakni tentang kondisi umat yang menjadi seperti makanan lezat yang diperebutkan orang yang lapar, bukan karena jumlahnya sedikit tapi karena penyakit mental yang disebut dengan al wahn, yakni cinta dunia dan takut mati.

6. Pidato Yang Memiliki Pengulangan.
1)   Pengulangan itu penting, karena bisa memperkuat dan memperjelas   isi pidato sehingga tidak mudah dilupakan.
2)   Pengulangan yang dilakukan adalah pada isi pesan, bukan pada rumusan pidato.
3)   Rasulullah Saw sering melakukan hal ini dengan mengulang pesan yang ingin ditanamkan. Ketika sahabat bertanya tentang siapa orang yang  harus dicintai dalam hidup ini, disebutkan ibu sampai tiga kali, baru kemudian bapak.

7. Pidato Yang Berisi Hal-Hal Mengejutkan.
1)   Hal-hal yang mengejutkan biasanya menimbulkan ketegangan dan  rasa ingin tahu yang besar.
2)   Pidato yang berisi hal-hal yang mengejutkan bukanlah yang bersifat sensasi atau kontroversi, tapi karena dirasa baru atau dikemas menjadi seperti baru dan menarik.
3)   Rasulullah pernah menyatakan: Tolong saudaramu yang berbuat zalim dan dizalimi. Para sahabat sampai bertanya: bagaimana menolong orang yang berbuat zalim? Nabi menyatakan: Hentikan kezalimannya.

8. Pidato Yang Dibatasi.
1)   Pidato yang dibatasi adalah membatasi diri dalam suatu persoalan, jangan berpidato dengan banyak soal, apalagi dengan waktu yang sedikit. Pidato yang isinya terlalu banyak akan terasa dangkal.
2)   Rasulullah Saw seringkali membatasi pembicaraannya dalam satu tema misalnya tentang tanggung jawab mendidik anak dengan menyatakan: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, tanggungjawab orang tuanyalah apakah anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.



 Contoh Naskah Khutbah

MEMAKMURKAN MASJID

KHUTBAH PERTAMA
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ,
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا.
 وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
 اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا،
 أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ،
 اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى :
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

 (QS at-Taubah [9]: 18).

Jamaah Jumah Rahimakumullah

Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya ketakwaan. Dengan begitu, kita akan semakin mampu berpegang teguh dengan agama-Nya. Sehingga kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak.
Alhamdulillah, saat ini kita berada di satu tempat yang paling dicintai oleh Allah, yakni masjid. Dari Abdurrahman bin Mihran, Rasulullah SAW bersabda:
أَحَبُّ الْبِلاَدِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلاَدِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهَا
Tempat yang paling Allah cintai adalah masjid, dan tempat yang paling Allah benci adalah pasar. (HR Muslim)

Mengapa masjid begitu dicintai Allah? Imam Al Qurtubi menyebut, karena tempat-tempat itu terkhususkan untuk melakukan berbagai ibadah, dzikir, tempat kaum Mukminin berkumpul, tempat  syiar-syiar agama Allâh Azza wa Jalla terlihat jelas, dan tempat yang dihadiri para Malaikat.
Tak heran bila baginda Nabi SAW, menjadikan masjid sebagai pusat segalanya. Selain sebagai tempat ibadah, Rasulullah SAW menyampaikan ajaran Islam dari tempat ini. Di Masjid Nabawi, beliau bertindak sebagai hakim yang memutuskan ragam persengketaan di kalangan umat, bermusyawarah dengan para sahabat, bahkan mengatur siasat perang dan siasat bernegara. Nabi SAW juga menerima tamu delegasi dari negara lain juga di masjid. Walhasil, Masjid Nabawi menjadi basis politik dan pusat pemerintahan Islam.
Keadaan yang sama berlangsung di masa Khulafaur Rasyidin. Masjid tetap merupakan pusat kegiatan politik dan pemerintahan. Di sanalah Abu Bakar menerima baiat (pengangkatan sebagai khalifah) setelah disetujui dalam pertemuan di Saqifah Bani Saidah. Demikian seterusnya.

Jamaah Jumah Rahimakumullah
Sejarah mencatat setidaknya ada 10 fungsi masjid pada zaman Nabi SAW yaitu: tempat ibadah ritual (shalat, zikir. tilawah al-Quran); tempat konsultasi dan komunikasi umat tentang berbagai persoalan kehidupan; tempat pendidikan; tempat pembagian zakat, ghanîmah, sedekah, dll; tempat latihan militer/perang;  tempat pengobatan dan perawatan para korban perang; tempat pengadilan sengketa; tempat menerima tamu; tempat menawan tahanan; dan pusat penerangan Islam.
   Inilah fungsi masjid. Sudah seharusnya orang-orang yang beriman memakmurkan masjid, sebagaimana fungsi yang sebenarnya. Allah SWT memerintahkan:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Sungguh yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang mengimani Allah dan Hari Akhir, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Merekalah yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk  (QS at-Taubah [9]: 18).

Maka, jangan sampai masjid-masjid yang ada jatuh ke tangan orang-orang munafik. Ingatlah peringatan Allah SWT:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
(Di antara kaum munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemadaratan (atas kaum Mukmin), karena kekufuran, untuk memecah-belah kaum Mukmin serta demi menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dulu. Mereka benar-benar bersumpah, "Kami tidak menghendaki selain kebaikan.” Padahal Allah menyaksikan bahwa mereka itu adalah para pendusta (dalam sumpahnya)  (TQS at-Taubah [9]: 107).

Jamaah Jumah Rahimakumullah

Kita harus berhati-hati dengan adanya kampanye anti politisasi masjid yang disuarakan orang kafir dan munafik belakangan ini. Ingat, masjid adalah tempat kita bicara ajaran Islam A sampai Z. Dari mulai urusan membersihkan najis hingga berbicara tentang pengaturan urusan umat dengan aturan Islam. Berbicara urusan pribadi hingga bagaimana mengatur negara.  
Terlebih lagi kalau kita tahu makna politik (siyasah). Dalam pandangan Islam, politik adalah, pengaturan urusan-urusan masyarakat dalam dan luar negeri berdasarkan syariah Islam.
Makna politik ini digali dari berbagai dalil, di antaranya dari sabda Nabi SAW:
«كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي، وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ»
Dulu Bani Israil diatur urusannya oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, ia digantikan oleh nabi yang lain. Sungguh tidak ada nabi sesudahku. Yang akan ada adalah para khalifah dan jumlah mereka banyak (HR al-Bukhari dan Muslim).

Mengomentari hadis ini, Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fath al-Bâri (VI/497) menyatakan, “Di dalam hadis ini ada isyarat bahwa, tidak boleh tidak, rakyat harus mempunyai seseorang yang mengurus berbagai urusan mereka, membawa mereka ke jalan yang baik dan menolong orang yang dizalimi dari orang yang berbuat zalim.”

Walhasil, politik bukan saja merupakan bagian integral dari Islam, tetapi juga perkara yang agung dalam Islam. Karena itu sama dengan shalat, politik—dalam makna mengurus urusan masyarakat dengan syariah Islam—tak bisa dipisahkan dari Islam.
Semoga, Allah senantiasa menjadikan kita pembela agamanya dan pemakmur masjid dengan terus menyuarakan Islam dengan lantang dari masjid. Aamiin.
 []
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
 عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ